KISAH Horor Waduk Jatigede Sumedang, Tiap Tahun Ada Saja yang Tenggelam, Ada Mayat Hilang 3 Hari

5 Oktober 2023, 07:59 WIB
Seorang pencari ikan dengan cara dikecrik cukup banyak di Waduk Jatigede. Untuk menjaga keselamatan, banyak di antara mereka mengenakan jaket pelampung. /deskjabar/Dendi Sundayana/

DESKJABAR – Saat ini air Waduk Jatigede Sumedang berada dalam kondisi kritis, dimana penyusutan muka air telah memunculkan kembali bangunan-bangunan yang dulu tenggelam di dasar waduk. Pemandangan ini menjadi keseruan yang menarik minat banyak pengunjung untuk datang melihatnya.

Namun, ternyata ada kisah horor jika air Waduk Jatigede Sumedang sedang naik. Menurut pengakuan salah seorang warga di sekitar waduk, hampir setiap tahun ada saja orang yang meninggal dunia karena tenggelam.

Baca Juga: PENGAKUAN Mengejutkan Saksi Danu di Kasus Subang 2021 yang Menuduh Yosef dan Mimin Sebagai Pelaku

Korban tidak saja pengunjung yang sedang naik perahu, tetapi juga ada pencari ikan yang biasa mengecrik ikan di waduk tersebut.

Menurut Siti (28) warga Jatibungur, Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja, kejadian tersebut banyak terjadi di bagian waduk yang dekat dengan aliran Sungai Cimanuk, tempat mengalirnya sumber air untuk Waduk Jatigede Sumedang.

Hajat Setiap Tahun

Siti saat ini membuka warung di lahan baru yang dulunya lahan tersebut berada di dasar waduk, namun kakibat kemarau ektrem membuat volume air Waduk Jatigede mengalami penyusutan drastis.

Siti menceritakan, jika air sedang naik hampir setiap tahun waduk tersebut memakan korban yang ditemukan tewas.

“Korbannya ada pengunjung yang sedang naik perahu, kemudian terkait sesuatu di tengah waduk yang membuat perahu terguling. Ada juga korbannya pencari ikan di waduk yang kemudian tenggelam di bagian dasar waduk yang cukup dalam,” tutur Siti.

Bahkan, dia menceritakan, pada tahun lalu korban ditemukan setelah 3 hari tenggelam di dasar waduk. Mayatnya kemudian ditemukan mengambang ke arah waduk yang dangkal, yang letaknya tidak jauh dari warung Siti saat ini. 

Alhamdulillah, menurut pengakuan Siti, kejadian tersebut belum pernah terjadi di bagian waduk di wilayah Jatibungur. 

Menurut Siti, hampir setiap tahun warga di Jatibungur atau warga yang selama ini membuka warung di pinggiran Waduk jatigede di wilayah Jatibungur, selalu melakukan hajatan setiap tanggal 15 Agustus.

Baca Juga: Latihan Unik Skuad Persib Bandung ala Bojan Hodak, David da Silva cs Bakal Hadapi Tantangan Berat, Apa Itu ?

Hajatan terakhir kali juga dilakukan pada 15 Agustus 2023 di lahan yang dulunya merupakan dasar waduk.

"Biasanya kami di sini para pedanag patungan kemudian mengadakan hajatan di salah satu warung untuk melakukan doa bersama. Dilaksanakan pada setiap 15 Agustus karena pada tanggal itulah Waduk Jatiluhur mulai beroperasi dan digenangi air," ujar Siti.

Mencari Ikan Menggunakan Jaket Pelampung

Bagi orang yang tidak tahu, dasar Waduk Jatigede terbentuk dengan menyisakan sejumlah bangunan seperti rumah dan bangunan lain yang sengaja ditenggelamkan. Belum lagi kontur dsaar waduk yang tidak rata merupakan ancaman yang cukup membahayakan.

Tidak heran dalam kondisi Waduk Jatigede kekeringan seperti saat ini, para pencari ikan dengan cara dikecrik, mereka menggunakan jaket pelampung untuk menjaga agar mereka tidak tenggelam.

Selain jala apung, kegiatan pemancingan terapung untuk para wisatawan, juga banyak dibangun di Waduk Jatigede Sumedang.

Di saat air waduk menyusut dratis, banyak warga sekitar yang sengaja datang mencari ikan dengan cara dikecrik atau melempar jala. Mereka berjalan kaki ke tengah genangan waduk dan kemudian melempar jala atau kecrik.

Salah seorang warga yang ditemui pada Selasa 2 Oktober 2023 tengah menjala ikan adalah Karman, warga Situraja. Saat istirahat di tengah panas matahari, dia baru saja mendapatkan 5 kilogram ikan mujair.

Manjala ikan yang dilakukannya dengan cara dia membawa jala atau kecrik dengan ban ke tengah waduk atau bagian waduk yang masih digenangi air. Dengan mengenakan jaket pelampung, dia berjalan ke tengah waduk sambil mendorong ban. Di bagian tengah waduk kemudian jala dilempar.

Baca Juga: Cara Menyiram Tanaman Saat Musim Kemarau Ekstrem, Perhatikan Jam dan Situasi

Menurut pengakuan Karman, ikan mujair yang diperolehnya kemudian dijual seharga Rp 30 ribu per kilo kepada pengunjung atau kepada warga sekitar.

Karman sendiri mengakui, perolehan ikan saat ini mengalami penurunan dratis dibanding beberapa tahun sebelumnya.

“Dulu dalam sehari ikan yang bisa diperoleh antara 20 sampai 30 kilogram. Sekarang paling hanya dapat 5 kilogram,” ujarnya.

Dia menceritakan alasan mengapa ikan saat ini sulit diperoleh, karena jumlah penambak jala apung di Waduk Jatigede Sumedang semakin banyak. Bahkan menurut Karman, saat ini jumlahnya ada sekitar 500 sampai 1000 jala apung yang tersebar di Waduk Jatigede.

Ikan lebih banyak berkumpul ke jala apung karena di sana ada pakan yang disebar oleh para petambak ikan. Sehingga ikan tidak tersebar merata ke seluwuh wilayah waduk.

“Apalagi di saat kekeringan seperti ini, jarak jala apung makin dekat dan padat, dan persaingan mendapatkan ikan juga makin ketat.

Para petambak jala apung tidak hanya dilakukan oleh werga sekitar, ada juga dari warga luar, termasuk para petambak jala apung dari Cirata dan Saguling. Apalagi saat ini kegiatan jala apung di kedua waduk itu dilarang, sehingga mereka mengalihkan kegiatannya ke Waduk Jatigede Sumedang. ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Liputan

Tags

Terkini

Terpopuler