DI BARAT, Mereka Bergerak Melawan Ketidakadilan, AS Membungkam Setiap Suara Pro Palestina

- 7 November 2023, 06:10 WIB
Ratusan warga melakukan demo mendukung Palestina di Monumen Washington.
Ratusan warga melakukan demo mendukung Palestina di Monumen Washington. /Reuters/

DESKJABAR – Kepicikan negara-negara barat dalam konflik Palestina dengan zionis Israel makin kentara. Mereka, khususnya di Amerika Serikat, mencoba membungkam suara-suara pro Palestina. Mareka pun bergerak atas ketidakadilan tersebut, termasuk para alumni kampus-kampus ternama di AS memberikan dukungan kepada suara-suara pro palestina.

Perlawanan terhadap ketidakadilan di Barat atas konflik di Palestina dengan Zionis Israel menjadi “perang” sengit di saat terjadi konflik di tanah Gaza. Mereka semakin lantang menyuarakan ketidakadilan pemerintahan Barat dengan memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang mendukung Palestina.

Baca Juga: SATU Anak Palestina Terbunuh Setiap 10 Menit Akibat Pemboman Tentara Zionis Israel yang Dibantu Anteknya, AS

Perlawanan ini sebagai perang terhadap pembungkaman suara-suara pro Palestina yang juga sudah lama dilakukan oleh Israel.

Al Jazeera melaporkan, selama bertahun-tahun, kelompok sayap kanan pro-Israel seperti Committee for Accuracy in Middle East Reporting in America (CAMERA) dan Canary Mission telah berusaha membungkam akademisi, aktivis, dan jurnalis yang menawarkan perspektif Palestina, sehingga pandangan Israel bisa menang.

Beberapa individu yang takut kehilangan pekerjaan atau tidak dipekerjakan atau dipromosikan, menyerah.

Sebuah taktik baru yang jahat mencoba membungkam jurnalis bukan karena pemberitaan mereka, namun karena opini media sosial yang mereka posting, terkadang bertahun-tahun yang lalu.

Sejak dimulainya perang Israel terbaru di Gaza, sejumlah profesional media telah dipecat atau diskors karena kondisi tersebut. Jackson Frank, seorang reporter olahraga di Philadelphia, dipecat  oleh PhillyVoice.com karena tweetnya mendukung perjuangan Palestina.

Zahraa Al-Akhrass  dipecat  oleh perusahaannya, Canada's Global News, karena postingannya di media sosial menarik perhatian pada penderitaan warga Palestina. Kasem Raad  dipecat  dari pekerjaannya di Welt TV, anak perusahaan perusahaan media Jerman Axel Springer, karena mempertanyakan kebijakan internal pro-Israel.

Baca Juga: Siap Menangkan Prabowo Gibran: Habib Luthfi, AHY. Yusril, Wiranto dan Agum Gumelarl Masuk TKN KIM

Issam Adwan, seorang reporter Associated Press Gaza diskors karena postingan media sosial baru-baru ini dan juga di masa lalu yang mengkritik Israel sebagai rezim apartheid. Dan setidaknya enam jurnalis Arab menghadapi penyelidikan internal di BBC atas aktivitas media sosial mereka yang diduga menunjukkan “bias anti-Israel” mereka.

Alumni Melawan

Sementara itu, lebih dari 250 alumni dari setiap universitas di Ivy League telah menandatangani surat solidaritas dengan mahasiswa yang mengambil bagian dalam aktivisme pro-Palestina di kampus.

Ivy League adalah deretan kampus-kampus terbaik di AS yang mempunyai reputasi terbaik dalam hal kualitas pendidikan dan telah menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas.

Surat tersebut juga mengecam diamnya institusi akademis di tengah kampanye untuk membungkam pidato para mahasiswa tersebut.

Baca Juga: Pemupukan Organik Digenjot di Jawa Barat, Antisipasi Kelangkaan Pupuk untuk Perkebunan Rakyat

Siswa di seluruh AS, termasuk di sejumlah sekolah Ivy League, telah diancam dengan pembatalan tawaran pekerjaan, kampanye doxxing, dan bahkan kekerasan fisik atas dukungan atau aktivisme mereka terkait Palestina.

“Palestina yang merdeka berada dalam jangkauan kita. Sebagai alumni dan sesama anggota komunitas, kami berdiri bersama untuk meningkatkan aktivisme mahasiswa,” demikian bunyi surat tersebut, yang saat ini telah ditandatangani oleh 263 orang.

Tiga orang yang menandatangani surat tersebut mengatakan kepada Umar Farooq dari MEE bahwa upaya tersebut dilakukan untuk “mendukung generasi muda pemberani yang ditinggalkan oleh pemerintahan mereka yang menempatkan diri mereka dalam risiko untuk membela keadilan dan berbicara menentang genosida”. ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Middle East Eye Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x