RUSIA UKRAINA TERKINI, Presiden Ukraina Klaim 9.000 Tentara Rusia Tewas Sejak Invasi Pemicu Perang Dunia 3

- 3 Maret 2022, 15:25 WIB
Ukraina gunakan S-300 untuk menghalau pesawat Rusia
Ukraina gunakan S-300 untuk menghalau pesawat Rusia /Russian Ministry of Defense

DESKJABAR- Perang Rusia Ukraina banyak pengamat menyebut bahwa ini termasuk pemicu perang dunia 3, dimana Rusia terus menginvasi besar besaran terhadap Ukraina.

Rusia Ukraina terkini mengabarkan bahwa banyak tentara Rusia yang tewas sejak invasi militer ke Ukraina pemicu perang dunia 3 Rusia Ukraina.

Dalam perang Rusia Ukraina terkini disebutkan oleh sedikitnya 9.000 tentara Rusia tewas di medan perang saat menyerang Ukraina.

Baca Juga: Berorientasi Ramah Lingkungan, Pembiayaan BRI Pada Sektor Renewable Energy Tumbuh 19.1 Persen

Dilansir dari ABCNews Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengklaim bahwa hampir 9.000 tentara Rusia telah tewas sejak awal invasi. Pernyataan Presiden Zelenskyy itu disiarkan dalam berbagai televisi.

Presiden Zelenskyy menyebut wilayah Mykolayiv di Ukraina selatan mereka harus menggunakan puluhan helikopter untuk mengevakuasi tentara yang tewas dan terluka.

"Ukraina tidak ingin ditutupi dengan mayat Rusia. Katakan kepada komandan Anda bahwa Anda tidak ingin mati, kembali ke tempat asal Anda," ujar Presiden sebagaimana dikutip dari ABCNews.

Angka Ukraina sangat kontras dengan laporan Rusia tentang korbannya. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan Rabu pagi bahwa 498 anggota layanan Rusia telah tewas dan 1.597 terluka sejak invasi dimulai.

Seperti diketahui, Rusia vs Ukraina perang dan memicu perang dunia 3 dimulai sejak 24 Februari 2022 lalu ketika Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer khusus.

Kini pasukan Rusia yang bergerak dari negara tetangga Belarusia menuju ibukota Ukraina, Kyiv, tampaknya tidak bergerak lebih dekat ke kota itu sejak datang dalam jarak sekitar 20 mil.

Meskipun kelompok-kelompok maju yang lebih kecil telah berperang dengan pasukan Ukraina di dalam ibukota setidaknya sejak Jumat.

Rusia telah menghadapi sanksi dari Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara di seluruh Eropa, yang menargetkan ekonomi Rusia serta Putin sendiri.

Dilansir dari ABCNews, Departemen Luar Negeri AS mengutuk serangan Moskow terhadap media, dengan mengatakan Kremlin terlibat dalam serangan penuh terhadap kebebasan media dan kebenaran, dan upaya Moskow untuk menyesatkan dan menekan kebenaran invasi brutal semakin intensif.

"Rakyat Rusia tidak memilih perang ini. Putin yang memilih," Ned Price, juru bicara Departemen Luar Negeri, mengatakan dalam sebuah pernyataan.

"Mereka memiliki hak untuk mengetahui tentang kematian, penderitaan dan kehancuran yang ditimbulkan oleh pemerintah mereka pada rakyat Ukraina.

Baca Juga: Update NIP CPNS dan PPPK 2022, Link Formasi CPNS 2021 Disini

Rakyat Rusia juga memiliki hak untuk mengetahui tentang korban manusia dari perang yang tidak masuk akal ini kepada tentara mereka sendiri."

Pernyataan itu muncul 24 jam setelah pemerintah Rusia memblokir hanya dua penyiar berita independen utama negara itu, Dozhd TV dan Radio Ekho Moskvy, menuduh mereka menyebarkan "informasi palsu" tentang invasi Moskow ke Ukraina.

"Ekho Moskvy telah dihormati karena perlakuannya yang adil terhadap berita terkini sejak didirikan 32 tahun lalu, dan, hingga kemarin, siarannya mencapai sekitar 1,8 juta pendengar setiap hari di seluruh Rusia dan sekitarnya," kata Departemen Luar Negeri dalam sebuah pernyataan Rabu malam.

"Dozhd, yang telah beroperasi selama lebih dari satu dekade, juga dikenal dengan pelaporan berkualitas tinggi."

Baca Juga: BERHARAP KASUS SUBANG Berakhir Maret, Ada Apa Dengan Angka 8, Diluar Nalar Tapi Kalau Benar Alhamdulillah

Saluran negara Rusia, seperti RT dan Sputnik, dilarang menggunakan kata "perang" atau "invasi" sehubungan dengan serangan Rusia di Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin malah menyebutnya sebagai "operasi militer khusus."

Departemen Luar Negeri mengatakan Parlemen Rusia akan mempertimbangkan RUU pada hari Jumat untuk membuat pelaporan "tidak resmi" tentang invasi yang dapat dihukum hingga 15 tahun penjara.***

Editor: Yedi Supriadi

Sumber: abcnews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah