DESKJABAR - Sepuluh tahun telah berlalu sejak bencana kebocoran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi akibat gempa bumi dan tsunami pada 11 Maret 2011. Yang tersisa dari musibah itu adalah limbah lebih dari 1,3 juta ton air yang terkontaminasi.
Pemerintah Jepang pada Selasa 13 April 2021 mengungkapkan rencana untuk membuang lebih dari 1,3 juta ton air yang terkontaminasi dari Fukushima Daiichi tersebut ke laut.
"Atas dasar kepatuhan ketat terhadap standar peraturan yang telah ditetapkan, kami memilih untuk membuangnya ke samudra," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan yang dilansir Antara, Selasa siang.
Baca Juga: Bibit Siklon Tropis 94W Tumbuh di Pasifik Barat, BMKG Ingatkan Potensi Banjir Bandang di Wilayah Ini
Hal itu menimbulkan reaksi penentangan dari industri perikanan Jepang. Beberapa negara seperti China, Korea Selatan, dan Taiwan juga menyampaikan keberatan.
Serikat nelayan di Fukushima telah mendesak pemerintah selama bertahun-tahun untuk tidak membuang air limbah tersebut. Mereka khawatir hal itu akan berdampak bencana besar pada industri perikanan.
Berdasarkan rencana tersebut, pembuangan air pertama akan dilakukan dalam waktu sekitar dua tahun. Rentang waktu itu memberi kesempatan operator pembangkit listrik Tokyo Electric Power untuk mulai menyaring air untuk menghilangkan isotop berbahaya, membangun infrastruktur, dan memperoleh persetujuan peraturan.
Pemerintah Jepang berargumen bahwa pembuangan air diperlukan untuk melanjutkan penghentian kompleks pabrik setelah lumpuh oleh gempa bumi dan tsunami 2011.
Pemerintah Jepang juga menunjukkan bukti bahwa air yang disaring serupa itu secara rutin dibuang dari pembangkit nuklir di berbagai negara di seluruh dunia.