Saat Sang Buah Hati Tumbuh dan Berkembang, Potensi Ini yang Harus Jadi Perhatian Orangtua

- 22 Februari 2021, 08:00 WIB
Ilustrasi ayah dan anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak semata berpatokan dengan tinggi badannya saja. Orangtua harus pula memperhatikan potensi lainnya.
Ilustrasi ayah dan anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak semata berpatokan dengan tinggi badannya saja. Orangtua harus pula memperhatikan potensi lainnya. /Pixabay/Lorraine Cormier/

DESKJABAR - Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak semata berpatokan dengan tinggi badannya saja. Orangtua harus pula memperhatikan potensi perkembangan fisik, kognitif, dan sosioemosional sang buah hati.

Psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani menjelaskan, semua potensi itu harus berkembang bersama dan setara. Dari aspek fisik yang perlu diperhatikan adalah apakah anak tumbuh tinggi sesuai grafik pertumbuhan.

Dari segi kognitif adalah potensi kemampuan anak untuk berpikir cepat. Dari aspek sosioemosional yang harus diperhatikan adalah bagaimana kepercayaan diri sang buah hati, kemampuan bersosialisasi dan ketangguhan buah hati.

Baca Juga: SIM Keliling Bandung Hari Ini Senin 22 Februari 2021 dan Lima Hari ke Depan. Cek Syaratnya di Sini

"Supaya bisa berkembang optimal, anak butuh nutrisi lengkap dan stimulasi yang tepat," kata psikolog di Lembaga Assesmen dan Intervensi Psikologis, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dalam webinar, yang dilansir Antara Senin, 22 Februari 2021.

Anna Surti mengungkapkan, jika asupan nutrisi tidak optimal, tinggi serta berat badan anak tidak sesuai perkembangan tahap usianya. Anak juga merasa mudah lelah dan lemas serta kualitas tidur berkurang.

Dari segi kognitif, anak yang kurang nutrisi dan stimulasi akan sulit berkonsentrasi sehingga daya tangkapnya rendah. Akibatnya, anak jadi mudah lupa dan prestasinya pun rendah.

Hal ini juga mempengaruhi sosioemosional buah hati. Anak bisa jadi mudah marah, sulit mengendalikan emosi, minder, atau sulit bergaul, sampai mengalami masalah kesehatan mental.

Baca Juga: Pangdam IX Udayana Bersama dengan Shopee Indonesia Bantu Sediakan Air Bersih untuk NTT

Anna Surti menyarankan untuk memperbanyak aktivitas fisik untuk anak. Misalnya, memanfaatkan bola untuk bermain sepak bola hingga lempar tangkap.

Orangtua juga bisa melibatkan anak dalam kegiatan rumah tangga untuk melatih kemampuan motorik. Anak juga diajari untuk melakukan hal-hal seperti mandi dan memakai baju sendiri.

"Walau rumah kecil, buat area agar anak bisa berguling-guling atau loncat-loncat secara aman," ujarnya.

Untuk urusan berpikir cepat dan aktif bersosialisasi, orangtua bisa melakukan stimulasi dengan sering bercengkrama dengan anak, sering mengobrol memakai bahasa yang digunakan orang-orang sekitarnya.

Baca Juga: BMKG Ingatkan Lima Provinsi Harus Siaga pada 22-23 Februari 2021, Ada Apa?

Bila lingkungan sekitar berbahasa Indonesia, ajak anak bicara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika ingin mengajari dua bahasa, sebaiknya jangan dicampur-campur.

Bacakan juga buku sesuai usianya, lalu ajak mengamati lingkungan seperti melihat hal-hal di sekitar rumah. Ajak juga anak bermain teka-teki.

Anak bisa semakin percaya diri bila diberi kesempatan untuk memilih, misalnya baju apa yang ingin dipakai. Sebelumnya orangtua bisa menyediakan dua pilihan, lalu anak akan memilih mana yang ingin dia kenakan.

Dorong pula anak untuk menghadapi kesulitannya sendiri agar dia bisa belajar menyelesaikan masalah. Juga, kurangi celaan dan kemarahan berlebihan karena bisa membuat anak merasa kecil hati dan mempengaruhi kepercayaan dirinya.

Baca Juga: Lima Kali Lisa BLACKPINK Berbusana Serupa dengan Anggota Grup Idola K-Pop Pria

Agar anak semakin aktif bersosialisasi, jangan lupa rajin melakukan kontak mata dengan buah hati. Ketika mengobrol, letakkan dulu gawai atau perangkat lain yang jadi distraksi.

Tatap mata anak secara hangat, jangan sampai anak nantinya jadi malu-malu ketika bersosialisasi dengan teman-temannya kelak. Lalu, berilah respons positif ketika anak bergaul dan ajari menebak emosi orang lain.

Orangtua bisa menonton film bersama anak, setelah itu mengajak anak menebak apa yang dirasakan oleh tokoh tertentu setelah mengalami sebuah kejadian.

Ketangguhan anak pun bisa diasah dengan cara bersabar menunggu si kecil berproses. Ajari anak bahwa ada konsekuensi dari perbuatannya.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini, Universitas Indonesia Selenggarakan Dies Natalis ke-20

"Orangtua juga harus jadi contoh pribadi tangguh, kasih lihat kepada anak bahwa stres itu wajar asalkan bisa dihadapi," katanya.***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x