Banyak Banjir, Bisa Berkah Bagi Bisnis Perkebunan Sawit

- 24 Oktober 2020, 10:07 WIB
Panenan tandan buah segar kelapa sawit dari kebun pribadi, di Kecamatan Serangpanjang, Subang, Oktober 2020.
Panenan tandan buah segar kelapa sawit dari kebun pribadi, di Kecamatan Serangpanjang, Subang, Oktober 2020. /DeskJabar/Kodar Solihat

DESKJABAR – Fenomena sikulasi terjadinya La Nina atau hujan sangat tinggi, diprediksi akan berdampak terjadinya banyak banjir di Indonesia dan Malaysia pada akhir tahun 2020 dan awal 2021.

Namun bagi industri perkebunan sawit, kondisi banyaknya curah hujan tinggi dan banyaknya banjir, tampaknya bakalan menjadi “berkah”. Sebab, harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) diperkirakan akan terus naik selama enam bulan ke depan.

Pada sisi lain, dikabarkan, permintaan pasar CPO dari negara China, juga membuat banyak serapan CPO dari Indonesia ke negara itu. Harga CPIO di Pulau Sumatra sudah terus bergerak naik sejak sepekan ini.

Dikutip dari laman Fitch Ratings Singapore Pte Ltd Singapura/Jakarta, ada dua kondisi kontradiksi yang bisa terjadi dalam bisnis sawit pada musim hujan besar akhir tahun 2020 dan awal 2021.

Direktur Fitch Ratings Akash Gupta, serta analist, Ilham Kurniawan, memprediksikan dua hal, antara kemungkinan harga minyak sawit yang bakal menurun akibat produksi menjadi banyak. Namun bisa terjadi kondisi sebaliknya, produksi sawit bakal menurun, sehingga harganya naik.

Prediksi pertama, pola cuaca La Nina, yang menyebabkan curah hujan lebih tinggi di daerah penghasil minyak sawit mentah (CPO) utama di Indonesia dan Malaysia. Fenomena ini akan meningkatkan hasil buah kelapa sawit dan keluaran CPO pada tahun 2021 dan mengurangi harga.

Namun prediksi kedua, dimana curah hujan yang lebih tinggi juga dapat menyebabkan banjir. Kondisi ini dapat menurunkan produksi dan mendukung harga dalam tiga hingga enam bulan ke depan.

Di Provinsi Jawa Barat, produksi sawit juga dilakukan, terutama oleh dua perusahaan perkebunan, yaitu PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) dan PT Condong Garut, serta sejumlah perkebunan rakyat, misalnya di Bogor dan Subang. Namun dalam produktivitas, diketahui di Jawa Barat lebih rendah dibandingkan di Pulau Sumatra dan Pulau Kalimantan, lebih berdasarkan iklim.

Baca Juga: UU Cipta Kerja tak Berpengaruh ke Usaha Perkebunan  

Baca Juga: Usaha Teh dan Karet Tetap Prospektif untuk Perkebunan Swasta

Baca Juga: PTPN VIII Kembangkan Kebun Sawit Ramah Lingkungan

Baca Juga: PTPN VIII Perluas Areal Kelapa Sawit dan Bangun Pabrik Sawit Baru

Di Sumatra

Sementara itu pada Sabtu, 24 Oktober 2020, harga minyak sawit mentah (CPO) pada salah satu sentra poduksi sawit Indonesia, di Provinsi Jamb, Pulau Sumatra, pada periode 23-29 Oktober 2020, mengalami kenaikan signifikan sebesar Rp 549 per kilogram. Harga ini naik dibandingkan periode sebelumnya yakni dari Rp 8.757 menjadi Rp 9.306 per kilogram.

"Begitu juga hasil yang ditetapkan tim perumus, untuk harga inti sawit juga terjadi kenaikan Rp 85 per kilogram dari Rp 4.252 menjadi Rp 4.337/Kg sedangkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit pada periode kali ini juga naik Rp 89 dari Rp 1.516 menjadi Rp 1.605 per kilogram," kata Pejabat Penetapan Harga TBS Sawit Provinsi Jambi, Putri Rainun, di Jambi, dikutip Antara, Sabtu. *** 

Editor: Kodar Solihat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x