Indonesia Juara 1 Negara Paling Ribet di Dunia untuk Berbisnis

- 16 Oktober 2020, 17:13 WIB
/


DESKJABAR - Menggeser posisi Yunani, Lembaga konsultan dan riset TMF Group merilis Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara paling kompleks untuk ber-bisnis berdasarkan Indeks Kompleksitas Bisnis Global (GBCI). Ini bukan prestasi, karena posisi teratas di sini berarti Indonesia menjadi negara dengan tingkat kerumitan bisnis paling tinggi, paling ruwet.

Menyusul Indonesia, negara yang masuk dalam peringkat 5 besar tempat paling kompleks dan ruwet untuk berbisnis, yakni Brasil, Argentina, Bolivia, dan Yunani. Sebaliknya, TMF Group juga membuat ranking negara dengan kompleksitas berbisnis paling rendah. Posisi pertama ditempati oleh Curacao, sebuah negara otonom di Belanda. Disusul oleh Amerika Serikat, Jamaika, Denmark, dan Kepulauan Virgin Britania Raya.

Baca Juga: Peluang Ekspor Porang Terbuka Lebar, Pemprov Jabar Akan Bergerak Cepat

TMF Group, lembaga konsultan dan riset yang berbasis di Belanda dalam laporan Global Business Complexity Index Rangkings 2020 Jumat 16 Oktober 2020 menulis, pihaknya menganalisis 250 kriteria dari 77 negara untuk menentukan GBCI tahun ini. Meliputi administrasi bisnis, waktu yang diperlukan untuk memulai bisnis, perubahan dalam undang-undang perpajakan, kebijakan seputar upah dan manfaat, hingga tantangan membuka rekening bank.

"Indonesia meraih peringkat sebagai tempat paling kompleks untuk berbisnis dalam laporan tahun ini," tulis TMF Group. Tahun lalu, Yunani menempati posisi pertama, tetapi negara itu telah melakukan beberapa perbaikan, sehingga peringkatnya turun tahun ini.

Menurut TMG Group, kerumitan berinvestasi di Indonesia terutama disebabkan oleh kebijakan perburuhan yang sangat kaku. Dengan semangat melindungi pekerja dari eksploitasi, sulit bagi pengusaha untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena wajib membayar pesangon dalam jumlah besar.

"Sulit untuk melakukan upaya pendisiplinan atau memecat pegawai yang kinerjanya kurang. Regulasi semacam ini yang dinilai oleh pihak luar sebagai penghambat investasi asing," sebut laporan TMF Group.

Baca Juga: Pelatih Persib Robert Rene Albert Istirahatkan Para Pemainnya


Selain itu, TMF Group juga menyoroti keberadaan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang membatasi peranan investor asing. Saat ini, DNI melingkupi 22 sektor usaha yang memiliki 200 sub-sektor turunan.

Namun, TMF Group memandang sudah ada upaya untuk menyederhanakan iklim usaha dan kebijakan perburuhan. Misalnya dengan membuka lebih banyak sektor usaha untuk investasi asing dengan memangkas DNI menjadi 16-20 sektor. Upaya semacam ini dapat memperbaiki peringkat Indonesia ke depan.

"Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat ingin mendorong masuknya investasi asing dan berencana menyederhanakan berbagai hal semaksimal mungkin. Indonesia adalah lokasi investasi yang menarik dengan pasar yang besar. Dengan kemudahan dalam berusaha yang membaik, Indonesia akan semakin menarik," kata Alvin Christian dari TMF Group Indonesia.

Lebih lanjut, TMF Group juga menyoroti soal proses mendirikan usaha di Tanah Air. Prosesnya harus melibatkan 30 atau bahkan lebih instansi pemerintahan baik di pusat maupun daerah.

"Di Indonesia, kalau sebuah perusahaan mau beroperasi saja butuh sampai 11 jenis perizinan. Ada 22 sektor industri dengan sekitar 200 sub-sektor turunan, masing-masing membutuhkan jenis perizinan yang berbeda," tulis laporan TMF Group.

Berbagai masalah tersebut coba diatasi dengan kehadiran UU Ciptakerja. Dampaknya memang tidak akan serta-merta, apalagi UU ini masih butuh aturan pelaksana yang jumlahnya puluhan. Mampukah UU Ciptakerja yang baru saja disahkan oleh DPR mengubah Indonesia menjadi salahsatu negara yang paling aman di dunia dalam  berinvestasi?. Hanya waktu yang menentukan.***

 

Editor: Zair Mahesa


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah