Mengurai Benang Kusut Terpuruknya Usaha Perkebunan Teh Jawa Barat

- 25 Maret 2021, 20:09 WIB
Pekerja mengangkut pucuk-pucuk teh dari salah satu unit perkebunan teh di Kabupaten Bogor, yang pabriknya sudah tak beroperasi, untuk dijual kepada pabrik teh swasta di Kabupaten Sukabumi yang justru tak memiliki kebun sendiri.
Pekerja mengangkut pucuk-pucuk teh dari salah satu unit perkebunan teh di Kabupaten Bogor, yang pabriknya sudah tak beroperasi, untuk dijual kepada pabrik teh swasta di Kabupaten Sukabumi yang justru tak memiliki kebun sendiri. /Kodar Solihat/DeskJabar

DESKJABAR – Usaha perkebunan teh baik skala besar maupun rakyat, masih menjadi ikon daerah Jawa Barat.

Usaha berkebun teh di Jawa Barat menanti nasib baik untuk bangkit, setelah sekian lama dianggap belum memberikan kegairahan kembali. Upaya mengurai benang kusut yang belum ditemukan akar masalahnya, menjadikan usaha berkebun teh di Jawa Barat belum dapat bangkit.  

Namun belakangan ini, banyak terjadi alihfungsi usaha tanaman teh di Jawa Barat dengan dikonversi ke tanaman lain.

Aspek pemasaran yang disebut-sebut lesu berkepanjangan dan urusan harga penjualan sampai ke pekebun, selalu muncul sebagai masalah klasik yang dibahas oleh sejumlah pemangku kepentingan usaha perkebunan teh Jawa Barat.

Baca Juga: PANGANDARAN: Pedagang Jamu Gendong dapat Hadiah Sepeda 

Pantauan DeskJabar, sebenarnya masih cukup banyak unit-unit perkebunan teh yang kondisinya masih sangat bagus kondisi tanamannya. Ini disebabkan, pabrik teh dari perkebunan bersangkutan memiliki pelanggan bagus baik di luar negeri maupun domestik.

Namun, sebenarnya bertambah banyak pula, unit-unit perkebunan teh yang kondisinya menyedihkan. Usaha kebun-kebun teh yang bertahan, tampak banyak yang seakan kurang terurus karena sudah kurang terbeli pupuk.

Sebagai pelarian, akhirnya unit-unit perkebunan teh yang memiliki lokasi strategis, mengalihkan usahanya kepada agrowisata.

Padahal pada sejumlah asosiasi berkaitan usaha teh Indonesia, cukup banyak pengurusnya yang bergelar akademik doktor membahas dari berbagai sisi.

Baca Juga: SEJARAH JAWA BARAT, Wabah Penyakit Gawat Menjelang Ramadhan Tahun 1934, Vaksinasi tidak Dilakukan Saat Puasa.

Namun pada sejumlah diskusi, terkesan belum menemukan solusi dan langkah nyata memperbaiki keadaan usaha teh Indonesia, khususnya Jawa Barat.

"Kambing hitam'

Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan (GPP) Jawa Barat-Banten, Slamet Bangsadikusumah, dalam perbincangan dengan DeskJabar, Kamis, 25 Maret 2021, membenarkan, bahwa sebenarnya harus dicari akar simpul permasalahan yang melanda usaha teh Indonesia, khususnya Jawa Barat.

Ia mengakui, ada fenomena banyak pabrik teh pada sejumlah unit perkebunan kini tak beroperasi lagi, dengan banyak alasan. Namun uniknya, usaha perkebunan bersangkutan tetap dijalankan, namun berganti menjadi menjual pucuk teh kepada pabrik-pabrik teh swasta yang justru tak memiliki kebun sendiri.

“Nah benar, pabrik teh swasta malah eksis dan membutuhkan banyak pasokan pucuk teh. Berarti para pembeli dan penjualan teh tetap ada dan pasarnya banyak,” ujar Slamet Bangsadikusumah.

Baca Juga: Begal Jaringan Sumatera Baku Tembak dengan Polisi Tasikmalaya, 2 Kabur 1 Dibekuk

Pertanyaannya, kata dia, selain unit-unit perkebunan besar, juga kebun-kebun teh rakyat. Namun masing-masing mengalami masalah sendiri-sendiri, umumnya menyangkut penjualan.

Yang terjadi, pada satu sisi banyak yang mengeluh bagaimana menjual teh, namun pada sisi lain pabrik-pabrik teh yang tak memiliki kebun, justru membutuhkan pasokan pucuk teh karena pasarnya terindikasi tetap besar.

“Padahal, teh itu kan salah satu komoditas pokok yang banyak dibutuhkan orang, dan tampak pasarnya besar. Namun mengapa produsen dalam negeri yang babak belur berkepanjangan,” kata Slamet Bangsadikusumah.

Kalau bicara persaingan, menurut dia, sementara yang menjadi ‘kambing hitam’ adalah dampak perdagangan besar yaitu membanjirnya teh impor.

Namun yang justru menjadi menarik dipelajari, adalah fenomena perdagangan teh produk domestik, yang menarik menjadi perhatian dan dicari simpul masalahnya secara nyata untuk ditemukan solusinya. ***

Editor: Kodar Solihat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah