Keraton sering mengadakan upacara dan ritual saat peringatan malam 1 Suro. Selanjutnya tradisi itu diwariskan kepada masyarakat dan generasi berikutnya.
Mitos yang berkembang selama ini adalah pada malam 1 Suro masyarakat dilarang ke luar rumah, mereka harus tinggal didalam rumah karena makhluk gaib bergentayangan di bumi.
Larangan berikutnya adalah menggelar pernikahan. Jika ini dilanggar maka dipercayai bahwa pasangan pengantinnya akan bernasib sial sehingga masyarakat Jawa memilih tanggal lain jika ingin menggelar pernikahan.
Pindah rumah juga merupakan pantangan yang tidak boleh dilanggar jika tidak ingin tertimpa hal yang buruk.
Ritual yang paling iconic saat malam 1 Suro adalah tapa bisu yaitu ritual puasa bicara sembari mengelilingi benteng keraton Jogjakarta, selama menjalani sesi ini juga dilarang makan dan minum dan lain-lain.
Perbedaan Malam 1 Suro dan 1 Muharram
Malam 1 Suro adalah penanggalan Jawa, sementara 1 Muharram menganut kalender Hijriah yang dipercaya oleh umat Islam.
Meskipun jatuh pada tanggal yang sama tapi tradisi dan cara orang merayakannya jauh berbeda.
Pada malam 1 Muharram, umat Islam merayakannya dengan cara berzikir, berdoa ataupun membaca Alqur’an.
Sementara malam 1 Suro dianggap sebagai malam yang sakral penuh mistis sehingga dalam peringatannya identik dengan hal yang berbau klenik.