Namun usut punya usut, ternyata hasil kekayaan yang mereka dapatkan selama ini merupakan hasil dari perbuatan syirik mereka yaitu pesugihan.
Sekitar 80% warga desa Kalikuning melakukan pesugihan hanya untuk mendapatkan kekayaan.
Jadi, hanya sekitar 20% warga desa ini yang menjalani kehidupan mereka secara lurus tanpa melakukan pesugihan.
Mereka inilah orang-orang yang selamat dari tragedi tumbal massal di Desa Kalikuning pada tahun 1974.
Pada awalnya kehidupan di desa tersebut baik-baik saja, dan orang-orang disana hidup makmur.
Baca Juga: Putra Sulung Ridwan Kamil Dikabarkan Hilang saat Berenang di Sungai Aaree Swiss
“Tapi balik lagi, yang namanya pesugihan kan butuh yang namanya tumbal. Kalau satu desa ikut pesugihan semua lama-lama tumbalnya habis donk. Alias satu sama lainnya ikut pesugihan jadi musuh otomatis” cerita Hirotada.
Lalu, semakin lama orang-orang yang melakukan pesugihan tersebut melanggar perjanjian dengan melakukan pantangan secara sepihak.
Sampai akhirnya, dalam satu hari tiba-tiba terjadi longsor yang sangat dahsyat yang menimbun sebagian rumah bersama orang-orangnya yang menjadikan desa itu seperti kuburan massal.
Namun anehnya, rumah-rumah yang tertimbun longsoran merupakan rumah-rumah dari penghuninya yang rata-rata mengikuti pesugihan.