Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.
Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui. (QS. An-Nur Ayat 32).
Setelah uraian tersebut, datanglah perintah untuk menikah sebagai salah satu cara memelihara kesucian nasab.
Dan nikahkanlah, yaitu bantulah supaya bisa menikah, orang-orang yang masih membujang di antara kamu agar mereka dapat hidup tenang dan terhindar dari zina serta perbuatan haram lainnya, dan bantulah juga orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.
Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya; tidak akan berkurang khazanah-Nya seberapa banyak pun Dia memberi hamba-Nya keka-yaan, lagi Maha Mengetahui.
Pada ayat ini Allah menyerukan kepada semua pihak yang memikul tanggung jawab atas kesucian dan kebersihan akhlak umat, agar mereka menikahkan laki-laki yang tidak beristri, baik duda atau jejaka dan perempuan yang tidak bersuami baik janda atau gadis.
Demikian pula terhadap hamba sahaya laki-laki atau perempuan yang sudah patut dinikahkan, hendaklah diberikan pula kesempatan yang serupa.
Seruan ini berlaku untuk semua para wali (wali nikah) seperti bapak, paman dan saudara yang memikul tanggung jawab atas keselamatan keluarganya, berlaku pula untuk orang-orang yang memiliki hamba sahaya, janganlah mereka menghalangi anggota keluarga atau budak yang di bawah kekuasaan mereka untuk nikah, asal saja syarat-syarat untuk nikah itu sudah dipenuhi.
Dengan demikian terbentuklah keluarga yang sehat bersih dan terhormat.