DESKJABAR – Pada sekitar kita, sering terlihat ada kuburan di halaman rumah, di halaman pesantren, di halaman masjid, bahkan di halaman kantor, dsb.
Ada pertanyaan, bagaimana hukum membuat kuburan atau makam di halaman rumah, tanah milik, atau pesantren ? Buya Yahya menjawab.
Kemudian sering ada kejadian, suatu areal tanah wakaf kuburan dijual oleh ahli waris, atau areal pekuburan tergusur suatu proyek.
Baca Juga: Anggapan Malam Jumat Banyak Roh Gentayangan, Mitos atau Fakta ? Buya Yahya Menjawab
Ada pertanyaan dari hadirin dalam suatu kajian ceramah, yaitu ada seseorang berpesan kepada anak-anaknya, jika nanti meninggal agar dikubur atau dimakamkan di halaman rumah, dengan harapan lebih mudah dikirim doa.
Bagaimana hukum orang awam seperti itu, dimana yang bertanya bahwa mereka bukan keluarga ulama. Ada kebiasaan ada kuburan atau makam di area pesantren.
Kemudian Buya Yahya menjawab, “Tidak ada beda, antara makam atau kuburan antara ulama dan orang awam, karena aturan sama,” ujarnya.
Baca Juga: Benarkah Roh Orang Meninggal Selama 40 hari Masih di Atas Rumah ? Ustadz Khalid Basalamah Menjawab
Gambaran itu muncul YouTube Al-Bahjah TV berjudul “Hukum Kuburan di Halaman Rumah | Buya Yahya Menjawab,” diunggah 22 November 2021.
Menurut Buya Yahya, ulama pun sebenarnya tidak boleh dikuburkan atau dimakamkan pada areal pesantren atau masjid yang sudah diwakafkan.
Namun, kata Buya Yahya, selama ini banyak ulama yang dimakamkan di areal pesantren, karena tempatnya untuk sudah diwakafkan untuk kuburan.
“Jika wakaf bukan untuk kuburan, baik kyai maupun orang lainnya, tidak boleh dibuat kuburan, begitu pula masjid,” terang Buya Yahya.
Dengan demikian, ditegaskan Buya Yahya, bahwa mewakafkan tanah harus dipatuhi oleh semua pihak. Misalnya wakaf untuk pesantren atau masjid, harus sesuai peruntukan, bukan untuk lain-lain, misalnya kuburan.
“Kecuali ada bagian sudah dipisahkan sejak awal, misalnya untuk kuburan. Jika memaksakan kuburan pada areal tanah sudah diwakafkan untuk peruntukan lain, hukumnya haram,” terang Buya Yahya.
Kemudian Buya Yahya juga mengingatkan, bahwa urusan tanah wakaf harus tertib. Jangan sampai suatu ketika ada anak dari orang yang memberikan wakaf, kemudian menjual tanah itu, padahal di atasnya sudah ada pesantren atau masjid.
Nah, kemudian jika ada orang tua berpesan agar dikuburkan atau dimakamkan pada tanah miliknya, berarti itu tanah miliknya, dimana ahlir waris kemudian memilikinya.
“Lain halnya jika seseorang meninggal lalu dikuburkan atau dimakamkan pada tanah milik orang lain, itu hukumnya haram. Sebab, harus minta izin kepada yang punya,” terang Buya Yahya.
Baca Juga: Mengapa Setan Takut Daun Bidara ? Cara Mengusir Sihir dan Kesurupan, Ustadz Abdul Somad Menjelaskan
Disebutkan Buya Yahya, bahwa hal ini berkaitan dengan kehormatan mayit.
“Jika ada orang memakamkan di tanah kita tanpa izin, itu dosa bagi yang menguburkannya, mayit bersangkutan harus segera dipindah selagi belum rusak,” tegas Buya Yahya.
Lalu bagaimana jika di tanah sendiri ? Buya Yahya menerangkan, “Secara otomatis akan menjadi tanah wakafnya yang tidak boleh diganggu. Yang dimaksud, adalah wakaf untuk kuburan itu, secukupnya itu saja, tidak boleh diganggu,”.
Atas yang seperti ini, Buya Yahya kemudian menjelaskan bahwa itu adalah wasiat yang harus dijaga anak orang yang dikuburkan.
Lalu bagaimana jika anaknya ingin menjual suatu areal tanah ? “Nah, khusus kuburan tidak boleh dijual, sehingga harus dipisahkan penjualannya,”.
Kemudian bagaimana jika yang sudah membeli akan membangun pada tanah dimaksud ? Ditegaskan Buya Yahya, “Khusus kuburan tidak boleh diganggu, sebab sudah hak ahli kubur. Ini yang harus dipahami,”.
Baca Juga: Sejarah Tuyul alias Jin Kerdil, dan Cara Mengusir, Ustadz Muhammad Faizar Menjelaskan
Dengan demikian, disebutkan Buya Yahya, jika kita membeli tanah yang pada salah satu sudut ada kuburannya, harus ridho tidak mengganggu kuburan itu.
“Prinsipnya, pada suatu areal tanah yang dibeli, kemudian ada kuburan, nah kuburan itu tidak bisa diperjualbelikan, itu menyangkut kehormatan seorang manusia,” terang Buya Yahya. ***