Pertama adalah melakukan puasa sunnah di bulan Rajab. Terkait kesunahan puasa di bulan Rajab ini terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Sahih Muslim juz 2 halaman 811:
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ الْأَنْصَارِيُّ، قَالَ: سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ، عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، يَقُولُ: " كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لَا يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لَا يَصُومُ "
Artinya: “Utsman bin Hakim berkata: saya bertanya kepada Sa’id bin Jubair tentang puasa Rajab, ketika itu kami berada di bulan Rajab. Sa’id menjawab: saya mendengar Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW berpuasa (berturut-turut) hingga kami menduga beliau berpuasa, dan beliau tidak berpuasa (berturut-turut) hingga kami menduga beliau tidak puasa.”
Menurut Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah An-Nawawi ‘ala Muslim juz 8 halaman 38, hadits di atas tidak menunjukkan larangan khusus atau kesunahan khusus puasa di bulan Rajab.
Karena itu, kesunahan puasa di bulan Rajab melihat terhadap dua aspek, pertama hukum asal puasa hukumnya adalah sunnah.
Kedua, perintah Nabi yang menganjurkan puasa di bulan-bulan mulia, bulan Rajab adalah salah satunya. Imam ats-Tsauri sebagaimana dikutip Ibnu Rajab dalam kitab Lathaiful Ma’arif juz 1 halaman 119 menyatakan: “Aku amat menyukai amalan puasa di bulan-bulan haram (mulia). Hal ini telah dipraktikkan oleh sebagian ulama salaf yang berpuasa di setiap bulan yang mulia, seperti Ibnu Umar, Hasan Al Bashri, dan Abu Ishaq as-Sabi’i.”
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah, Kedua, selalu menjalankan kewajiban shalat lima waktu tepat pada waktunya.
Baca Juga: JADWAL SHOLAT Pangandaran, Rabu 2 Februari 2022 dan Doa Dijauhkan dari Pikun Kata Buya Yahya
Musthafa As Siba’i dalam kitabnya, Sirah Nabawiyah, Durus wa ‘Ibar, jilid 1 halaman 54 menjelaskan bahwa jika Nabi melakukan isra’ dan mi’raj dengan ruh dan jasadnya sebagai mu’jizat, maka sebuah keharusan bagi tiap Muslim menghadap (mi’roj) kepada Allah SWT lima kali sehari dengan jiwa dan hati yang khusyu’.
Dengan shalat yang khusyu’, seseorang akan merasa diawasi oleh Allah SWT, sehingga ia malu untuk menuruti syahwat dan hawa nafsu, malu untuk berkata kotor, malu untuk mencaci orang lain, malu untuk berbuat bohong, dan sebaliknya lebih senang dan mudah untuk melakukan banyak kebaikan.