DESKJABAR - Fenomena adopsi boneka arwah jadi perbincangan ramai di kalangah masyarakat akhir-akhir ini, setelah sejumlah artis di Indonesia melakukan hal ini.
Gaduhnya fenomena adopsi boneka arwah mengantarkan Dosen Psikologi Universitas Padjadjaran Dr. Retno Hanggarani Ninin, MPsi memberi statement mengejutkan.
Dikutip Deskjabar.com dari www.unpad.ac.id, menurut Retno, maraknya fenomena adopsi boneka arwah bisa dilihat dari perspektif psikologis berdasarkan proses perkembangannya.
Baca Juga: KABAR PERSIB TERKINI, Bos Persib Teddy Tjahjono Tetap Bungkam Soal Transfer Pemain
Dr. Retno Hanggarani mengatakan bahwa setiap orang terlahir dengan kapasitas psikologis yang memungkinkan dia mampu bertahan menghadapi situasi atau persoalan apapun.
"Kapasitas psikologis tersebut, tumbuh dan berkembang melalui pola asuh, pendidikan formal, pendidikan sosial, yang melahirkan kemampuannya makin mumpuni dalam menghadapi beragam persoalan ketika dewasa,"katanya.
“Kalau proses itu benar dan baik, dia akan tumbuh dengan kemampuan yang cukup untuk menghadapi persoalan hidupnya,” ujar Dr. Retno Hanggarani.
Akan tetapi, kara Retno, tidak semua orang mempunyai profesionalisme positif dalam proses tumbuh kembangnya.
Menurutnya, ada pengetahuan pola asuh, pendidikan, dan relasi tertentu yang bisa melakukan kemampuan psikologis tadi menjadi kurang mumpuni atau bahkan tidak dimiliki.
"Ketidaksanggupan dalam bertahan tersebut, mendorong seseorang memilih berbagai cara tertentu untuk menguatkannya. Salah satunya dengan menggunakan alat bantu seperti boneka arwah atau spirit doll. “katanya.
"Pada dasarnya, jika seseorang dalam tumbuh kembangnya mengalami proses yang positif dan ideal, maka hal-hal itu tidak diperlukan,"ucap Dr. Retno Hanggarani.
Menurutnya, batas kewajaran terhadap ramainya fenomena adopsi boneka arwah bergantung pada peran yang diletakkan pemiliknya pada boneka tersebut.
Baca Juga: Uji Adrenalin, Inilah 10 Tempat Wisata Angker di Bogor, Salah Satunya Gunung Salak
“Apabila anak-anak yang bermain boneka dan memperlakukannya layaknya temannya, itu merupakan sebuah kewajaran dari perspektif tumbuh kembang, karena faktor usianya,”ucapnya.
“Pada usia anak, ketika dia berkomunikasi dengan boneka, seolah-olah bonekanya hidup dan menjadi teman bermain itu adalah sesuatu yang wajar. Kita tidak menganggapnya wajar ketika di tahapan usia lanjut, mereka memperlakukan boneka dengan cara yang sama,” katanya.
Dr. Retno Hanggarani menambahkan, ketika di usia dewasa seseorang masih memperlakukan boneka seperti pada usia anak-anak, maka ada sesuatu dari kondisi psikologisnya yang mencetuskan dia untuk membutuhkan cara tersebut.
“Kalau kita lihat, pada umumnya, berdasarkan tradisi dan budaya, perilaku adopsi boneka arwah bisa jadi tidak lazim,”jelasnya.***