Muharram Bukan Bulan Sial: Peristiwa Besar dan Mengapa Orang Jawa Menyebutnya Sura?

- 8 Agustus 2021, 09:17 WIB
Ilustrasi bulan Muharram. Belum ada hasil penelitian yang final dan disepakati oleh para ahli sejarah Islam mengapa orang Islam di wilayah Nusantara (Asia Tenggara) terutama bangsa Jawa lebih suka menyebut nama bulan Muharram dengan nama bulan Sura.
Ilustrasi bulan Muharram. Belum ada hasil penelitian yang final dan disepakati oleh para ahli sejarah Islam mengapa orang Islam di wilayah Nusantara (Asia Tenggara) terutama bangsa Jawa lebih suka menyebut nama bulan Muharram dengan nama bulan Sura. /NU Online/

DESKJABAR - Bulan Muharram disebut disebut juga dengan nama bulan Sura. Mengapa orang Islam di Nusantara terutama Jawa lebih suka menyebut Muharram dengan nama bulan Sura.

Menurut I Marwah Atmaja dalam artikelnya di Suara Muhammadiyah, salah satu teori yang agak masuk akal mengapa disebut bulan Sura adalah karena pada bulan Muharram ini pernah terjadi peristiwa besar di dalam sejarah Islam. Yaitu peristiwa Asyura.

Ada dua peristiwa di hari Asyura (10 Muharram) di dalam Islam, pertama hari yang diyakini hari kebebasan Musa dari kejaran Fira’un, dan kita disunahkan berpuasa pada tanggal itu. Yang kedua adalah peristiwa gugurnya Husein bin Ali, cucu Rasulullah di tanah Karbala.

Baca Juga: INILAH 12 Amalan yang Bisa Dilakukan di Bulan Muharram  

Asyura yang manakah yang dijadikan rujukan orang Jawa?. Dari cara memperlakukan bulan muharram tampaknya peristiwa kedualah yang dijadikan rujukan. Mengapa demikian, karena orang Jawa cenderung menganggap bulan Sura sebagai bulan yang sial bukan bulan yang menggembirakan sebagaimana peristiwa pertama.

Yang jelas, di dalam mantra-mantra tradisional Jawa yang berbau Islam, banyak tersirat ritual yang memuliakan Fatimah (yang di Jawa disebut Dewi Pertimah yang disejajarkan dengan Dewi Pertiwi atau Dewi Bumi).

Ali bin Thalib yang disebut Baginda Ngali, Hasan, Husein, maupun Muhammad Hanafiah. Mirip dengan kepercayaan kaum Syi’ah. Mereka juga sangat membenci Yazid yang disebut Raja Yazid Kang Duraka. Walau begitu mereka menghormati Abu Bakar, Umar, dan Usman juga Muawiyah.

Terkait atau tidaknya peristiwa Asyura dengan penamaan bulan Muharram dengan istilah bulan Sura oleh masyarakat Islam di wilayah Nusantara. Masyarakat di sini cenderung mengeramatkan bulan pertama di dalam kalender Islam ini.

Baca Juga: MUI Lakukan Vaksinasi Massal: Dukung Pemerintah, Cegah Penularan Covid-19

Bahkan ada pula yang menyatakan kalau bulan muharram sebagai bulan yang sial. Bulan yang tidak cocok untuk melakukan apa pun. Terutama untuk melakukan pernikahan, membangun rumah, pindah tempat tinggal, ataupun bepergian.

Halaman:

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Suara Muhammadiyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x