Peristiwa Bersejarah di Bulan Muharram: Sura dan Haram Berperang

- 4 Agustus 2021, 08:44 WIB
Ilustrasi bulan Muharram. Ada beberapa peristiwa sejarah yang terjadi di bulan yang juga disebut bulan Sura ini.
Ilustrasi bulan Muharram. Ada beberapa peristiwa sejarah yang terjadi di bulan yang juga disebut bulan Sura ini. /NU Online/

DESKJABAR - Sepekan lagi, tepatnya pada 10 Agustus 2021, kita akan memasuki bulan Muharram, bulan pertama di tahun baru Islam 1443 H. Bulan pertama hijriyah yang juga dikenal sebagai bulan Sura ini, termasuk dalam bulan-bulan suci dimana orang Arab mengharamkan berperang di bulan ini.

Mengapa orang Islam di wilayah Nusantara (Asia Tenggara) terutama bangsa Jawa lebih suka menyebut nama bulan Muharram dengan nama bulan Sura?. Dilansir DeskJabar dari Suara Muhammadiyah, konon itu karena pada bulan Muharram pernah terjadi peristiwa besar di dalam sejarah Islam. Yaitu peristiwa Asyura.

Dalam catatan sejarah Islam, pada hari Asyura (10 Muharram) merupakan hari bersejarah dan hari yang diagungkan. Terdapat beberapa peristiwa yang telah terjadi di bulan Muharram. Antara lain:

Baca Juga: INILAH 12 Amalan yang Bisa Dilakukan di Bulan Muharram  

Baca Juga: Kartu Vaksin Digunakan sebagai Syarat Dokumen Perjalanan di Jawa-Bali

1. Banyak kemenangan dan kebaikan yang terjadi pada masa Nabi-nabi

Bulan Muharram pada hari Asyura disebut sebagai hari kebebasan Musa dari kejaran Fira’un, dan umat Muslim sangat disunahkan berpuasa pada tanggal itu.

Dari ’Aisyah Radhiyallahu ’anha, beliau berkata,

 كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم  يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

“Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.”

قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّه بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ نَحْنُ نَصُوْمُهُ تَعْظِيْمًا لَهُ 

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya :”Apa ini?” Mereka menjawab :”Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab :”Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu”.

Dua hadits ini menunjukkan bahwa hari Asyura di masa jahiliyah, orang-orang Quraisy telah melakukannya sebelum hijrah Nabi SAW. Kemudian sewaktu tiba di Madinah, beliau menemukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu, maka Nabi-pun berpuasa dan mendorong umatnya untuk berpuasa.

Ada juga mengenai riwayat tentang Nabu Nuh, yakni:

 وَهَذَا يَوْمُ اسْتَوَتْ فِيهِ السَّفِينَةُ عَلَى الْجُودِيِّ فَصَامَهُ نُوحٌ شُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى

“Ia adalah hari mendaratnya kapal Nuh di atas gunung “Judi” lalu Nuh berpuasa pada hari itu sebagai wujud rasa syukur”.

Ada juga terjadinya perang Khaibar. Para Ulama sejarah memiliki beberapa pandangan mengenai kapan terjadinya, namun mayoritas ulama dan Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa peperangan ini terjadi pada bulan Muharram tahun ke-7 Hijriyah.

Perang ini menandai penumpasan total kaum Yahudi yang suka bikin kekacauan dan perpecahan di kota Madinah.

2. Peristiwa gugurnya Husein bin Ali, cucu Rasulullah SAW

Di tanah Karbala, Asyura yang manakah yang dijadikan rujukan orang Jawa? Dari cara memperlakukan bulan muharram sendiri, tampaknya peristiwa kedualah yang dijadikan sebagai rujukan. Hal ini disebabka karena orang Jawa cenderung menganggap bulan Sura sebagai bulan yang sial karena beberapa peristiwa yang tragis dan menyedihkan dimasa lampau.

Baca Juga: Sekjend POGI Prof. Budi Wiweko: Ibu Hamil Jangan Ragu Vaksinasi Covid-19,

Bukan bulan yang sial

Dalam mantra-mantra tradisional Jawa yang berbau Islam, banyak tersirat ritual yang memuliakan Fatimah (di Jawa disebut Dewi Pertimah yang disejajarkan dengan Dewi Pertiwi atau Dewi Bumi). Ali bin Thalib yang disebut Baginda Ngali, Hasan, Husein, maupun Muhammad Hanafiah. Mirip dengan kepercayaan kaum Syi’ah. Mereka juga sangat membenci Yazid yang disebut Raja Yazid Kang Duraka. Walau begitu mereka menghormati Abu Bakar, Umar, dan Usman juga Muawiyah.

Terkait atau tidaknya peristiwa Asyura dengan penamaan bulan Muharram dengan istilah bulan Sura oleh masyarakat Islam di wilayah Nusantara, menurut yang percaya pada mitos ini, bulan Muharram dianggap sebagai bulan yang dikhususkan untuk para makhluk halus menyelenggarakan perayaan pernikahan.

Terkait dengan hal ini, Rasulullah saw bersabda: “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: “Janganlah kalian menamakan ‘inab (anggur) sebagai karam (kemuliaan), dan janganlah kalian mengatakan alangkah sialnya masa (waktu) karena sesungguhnya Allah adalah (pencipta) masa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam Hadits lain juga dijelaskan: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: “Allah Azza wa Jalla berfirman: Anak Adam telah menyakiti-Ku dia suka mencela masa. Padahal Aku adalah (pencipta) masa. Akulah yang menggilir siang dan malam.” (HR Muslim)

Maka sungguh tidak tepat menganggap Muharram sebagai bulan sial. Semua bulan dan hari adalah sama saja. Tidak ada yang boleh disebut hari baik baik atau hari sial. Bulan baik atau bulan sial. Termasuk bulan Zulhijjah, bulan terbunuhnya dua khalifah, Umar dan Usman. Apalagi bulan Muharram. Bulan pertama dalam kalender Islam.***

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Suara Muhammadiyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah