Benarkah Sholat Dhuha tidak Boleh Dilakukan Setiap Hari, Apa Dalilnya? Ini 6 Alasan tentang Dhuha

2 Juni 2022, 04:00 WIB
Ada perbedaan tentang sholat dhuha, ada yang tidak membolehkan itu dilakukan setiap hari. /Pixabay/mohamed_hassan/

DESKJABAR - Ada yang berpendapat sholat dhuha tidak boleh dilakukan setiap hari. Benarkah? Adakah dalil yang mendukungnya?

Pendapat bahwa sholat dhuha tidak boleh dilakukan setiap hari tentu berdasarkan dalil, dan bukan sekadar mengarang-ngarang atau karena alasan malas misalnya.

Mengapa ada pendapat sholat dhuha tidak boleh dilakukan secara rutin setiap hari?

Baca Juga: Masya Allah! Ini Manfaat Sholat Dhuha, Berhubungan dengan Seluruh Tubuh

Ternyata pemahaman ini dilandasi oleh hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, yang artinya:
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Syaqiq, ia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah, “Apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam selalu melaksanakan shalat dhuha?”, ‘Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali beliau baru tiba dari perjalanannya” (HR. Muslim)

Jika melihat hadits ini Rasulullah tidak melakukansholat dhuha setiap hari.

Mengutip laman muhammadiyah.o.id, kalau melihat hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Muslim dan atsar Ibnu Abbas serta sahabat lainnya, maka kita akan memahami bahwa shalat dhuha itu memang dikerjakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat secara jarang, tidak rutin.

Baca Juga: Kapan Waktu Tepat atau Afdol Sholat Dhuha? Ada Ukuran Tersendiri Berdasarkan Fikih Islam

"Namun jika kita mengetahui alasannya dan melihat juga kepada hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan atsar-atsar sahabat lainnya, maka akan kita dapati bahwa tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat mengenai shalat dhuha tidak seperti itu," tulis laman tersebut.

Adanya perbedaan pendapat tentang sholat dhuna ini bukan tanpa alasan. Karena hadits-hadits yang membahas tentang sholat dhuha ada banyak dan satu sama lain berbeda.

Ibnul Qayyim di dalam kitab al-Hadyu menyebutkan enam pendapat ulama mengenai hukum pelaksanaan shalat dhuha:

Baca Juga: Berapa Rakaat Sholat Dhuha? Lengkap dengan Manfaat dan Bacaan Niat serta Doa Setelah Melaksanakannya

1. Mustahab (sunnah).

2. Tidak disyariatkan melainkan ada sebab, seperti pembukaan Mekkah, pembunuhan Abu Jahal, permintaan sahabat yang bernama ‘Itban agar Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di salah satu sudut rumahnya, dan pulang dari perjalanan.
Semua sebab tersebut terjadi waktu dhuha sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya.

3. Sama sekali tidak mustahab sebagaimana Abdurrahman bin Auf dan Ibnu Mas’ud tidak pernah melakukannya.

4. Mustahab (sunnah) kadang-kadang dilakukan dan kadang-kadang ditinggalkan. Artinya tidak dilakukan terus-menerus. Ini adalah salah satu riwayat Ahmad. Alasannya, dalam hadits Abu Sa’id bahwa “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam itu shalat dhuha sehingga kami mengatakan beliau tidak akan meninggalkannya, dan beliau itu meninggalkannya sehingga kami mengatakan beliau tidak akan melakukannya” (HR. al-Hakim).

Diriwayatkan pula dari Ikrimah: “Adalah Ibnu Abbas itu melakukan shalat dhuha sepuluh (hari) dan meninggalkannya sepuluh (hari).” Ats-Tsauri berkata: Diriwayatkan dari Mansur: “Para sahabat tidak suka melakukannya terus-menerus seperti shalat wajib.” Dan diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair: “Sungguh aku meninggalkannya padahal aku menyukainya karena aku takut menganggapnya sebagai kewajiban atasku.”

5. Mustahab (sunnah) dilakukan secara terus menerus di rumah.

6. Bid’ah

An-Nawawi juga menyebutkan hadits-hadits yang berbeda satu sama lain dalam pelaksanaan shalat dhuha, namun beliau pada akhirnya menyatakan bahwa shalat dhuha itu menurut mayoritas ulama hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang dikuatkan).

Kita bisa mengharmoniskan antara dua pendapat yang berbeda tersebut, yakni yang satu menafikan dan yang satunya lagi menetapkan. Terutama yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan sholat dhuha pada sebagian waktu karena keutamaannya, dan beliau meninggalkannya pada waktu lain karena takut akan difardhukan.

Sementara kata ‘Aisyah bahwa “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukannya melainkan baru tiba dari perjalanan” (hadits yang disebut dalam pertanyaan di atas) maksudnya ialah ‘Aisyah tidak pernah melihat.

Padahal belum tentu jika ‘Aisyah tidak melihat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukannya. Sebabnya ialah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam jarang bersama ‘Aisyah pada waktu dhuha karena mungkin sedang dalam perjalanan, atau berada di tempat tapi beliau di masjid atau tempat lain.

"Dan jika baginda berada bersama istri-istri beliau, maka baginda berada di tempat ‘Aisyah hanyalah pada hari kesembilan, sehingga benarlah jika ‘Aisyah mengatakan, 'Saya tidak pernah melihat'. Atau, perkataan ‘Aisyah: 'Nabi tidak melakukannya' itu artinya tidak melakukannya terus-menerus, sehingga yang dinafikan adalah kerajinan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan shalat beliau," tulis laman muhammadiyah.or.id lebih lanjut.

Sementara pendapat Ibnu Umar mengenai shalat dhuha bahwa ia adalah bid’ah maksudnya adalah shalat dhuha di masjid dan memamerkannya.

Atau bisa jadi, bid’ah itu adalah terus-menerus melakukannya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukannya terus-menerus sebab beliau khawatir akan dijadikan fardhu.

Namun ini adalah untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun untuk umat Islam, disunnahkan untuk terus-menerus melakukannya sebagaimana dalam hadits-hadits berikut:

1. Hadits riwayat Abu Hurairah:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: أَوْصَانِى خَلِيلِى صلى الله عليه وسلم بِثَلاَثٍ: بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَىِ الضُّحَى، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ. (رواه مسلم)

“Dari Abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Kawan karibku (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatiku tiga hal: Puasa tiga hari pada setiap bulan, shalat dhuha dua rakaat, dan shalat witir sebelum tidur” (HR. Muslim).

2. Hadits riwayat Abu ad-Dardak:

عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ قَالَ: أَوْصَانِى حَبِيبِى صلى الله عليه وسلم بِثَلاَثٍ لَنْ أَدَعَهُنَّ مَا عِشْتُ: بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاَةِ الضُّحَى، وَبِأَنْ لاَ أَنَامَ حَتَّى أُوتِرَ. (رواه مسلم

“Dari Abu ad-Dardak (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatiku tiga perkara yang tidak akan aku tinggalkan selama aku masih hidup: Puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha, dan aku tidak tidur sehingga shalat witir dahulu” (HR. Muslim).

3. Hadits riwayat Abu Dzar:

عَنْ أَبِى ذَرٍّ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى. (رواه مسلم)

Artinya : Dari Abu Dzarr, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: “Hendaklah setiap pagi setiap sendi salah seorang di antara kamu melakukan sedekah. Setiap tasbih itu sedekah, setiap tahmid itu sedekah, setiap tahlil itu sedekah, setiap takbir itu sedekah, amar ma’ruf itu sedekah, nahi munkar itu sedekah. Semua itu dicukupi dengan dua rakaat yang dilakukan pada waktu dhuha” (HR. Muslim).

"Berdasarkan hadits-hadits di atas, kita disunnahkan untuk melakukan shalat dhuha semampu kita tanpa melalaikan kewajiban-kewajiban," lanjut laman tersebut.***

 

Editor: Samuel Lantu

Sumber: muhammadiyah.or.id

Tags

Terkini

Terpopuler