Anton Charliyan Sepakat dengan Yusril Ihza Mahendra: Hak Angket dalam Perselisihan Pemilu Salah Kamar

- 24 Februari 2024, 06:32 WIB
Anton Charliyan (kanan) dan Yusril Ihza Mahendra (kiri) sepakat bahwa  Hak Angket dalam perselisihan Pemilu yang digulirkan Ganjar Pranowo salah kamar
Anton Charliyan (kanan) dan Yusril Ihza Mahendra (kiri) sepakat bahwa Hak Angket dalam perselisihan Pemilu yang digulirkan Ganjar Pranowo salah kamar /Dok Pribadi/

DESKJABAR - Pembahasan soal  hak angket DPR kini tengah menjadi sorotan publik, terutama setelah pernyataan calon presiden nomor urut 3  Ganjar Pranowo, yang mendorong penggunaan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pada Pilpres 2024.

Keinginan Ganjar tersebut telah menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat mengenai apa sebenarnya hak angket DPR tersebut, bagaimana dan kapan bisa dilakukan.

Mantan Kapolda Jabar Irjen Pol (Purn) Dr H Anton Charliyan yang juga Dewan Pengarah di tim TKD 02 Indonesia Maju Jawa Barat sepakat dengan pernyataan pakar hukum tata negara Prof  Dr H. Yusril Ihza Mahendra, yang menyatakan, bahwa penggunaan Hak Angket dalam perselisihan Pemilu adalah salah kamar, karena seharusnya melalui Praperadilan MK (Mahkamah Konstitusi).

“Saya sepakat dengan Kajian Prof Yusril Ihza Mahendra, bahwa penggunaan Hak Angket dalam perselisihan Pemilu adalah salah kamar, seharusnya melalui Praperadilan MK ” ujar Anton Charliyan dalam pernyataannya yang disampaikan ke DeskJabar.com lewat pesan WA, Jumat 23 Februari 2024 malam.

Baca Juga: Tata Cara Sholat Malam Nisfu Syaban dan Amalan yang Harus Dilakukan, Niscaya Allah SWT Mengampuni Semua Dosa

Menurut Abah Anton, panggilan akrab Anton Charliyan, Hak Angket adalah Hak Khusus yang diberikan kepada anggota Parlemen untuk menyelidiki adanya ketimpangan kebijakan yang dilakukan oleh presiden, wakil presiden, mentri negara, panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung dan pimpinan lembaga pemerintah non kementerian lainnya.

Dalam hal ini, kata Abah Anton yang juga Ketua Umum GNPP Prabowo Gibran,  yang perlu dibuktikan adalah adanya letimpangan kebijakan. Lalu bentuk kebijakan apa yang dibuat Pemerintah selama Pilpres 2024 yang bisa menjadikan salah satu paslon atau partai menang.

“Ini harus tertuang jelas dalam sebuah kebijakan yang nyata, dimana selama kita saksikan bersama,  tidak ada satu kebijakan pun yang berpihak kepada salah satu paslon atau partai tertentu”, ujarnya.

Juatru Abah Anton mengaku terkejut,  dalam ajang Pileg 2024 ini ,  perolehan suara partai partai  baik di kubu 01 maupun kubu 03 naik secara signifikan.

Sejatinya, kata dia, jika ada intervensi campur tangan kebijakan Pemerintah pasti akan berdampak sama pula pada perolehan hasil  legislatifnya  juga.

“Kemudian masalah adanya kenaikan signifikan partai-partai  tertentu tersebut, kok tidak dijadikan sebagai materi Hak Angket? Tidakah ini sebagai sebuah standar ganda?, ” ujarnya

Abah Anton Charliyan menjelaskan, sesuai dengan UUD 45 pasal 29 (C) : Untuk menyelesaikan sengketa Pemilu harus melalui Prapradilan Mahkamah Konstitusi, sehingga dengan demikian sifatnya Lex Specialis.

Penyelesaiannya harus melalui mekanisme yang sangat khusus yang otomatis mengenyampingkan jalur hukum biasa atau pasal-pasal yang bersifat umum. Sedangkan Hak Angket yang digulirkan Ganjar Pranowo sifatnya sangat umum dan general, tidak bersifat spesifik.

“Perlu juga kita pahami bersama bahwa sengketa Pemilu adalah merupakan peristiwa hukum, sehingga penyelesainya pun harus melalui jalur hukum (Yudikatif) tidak melalui jalur Legislatif”, kata Abah Anton.

Jika tidak diselesaikan lewat jalur Legslatif, lanjut Abah Anton,  bisa menjadikan satu preseden buruk, dimana nantinya bila ada setiap peristiwa hukum yang dianggap melibatkan kebijakan para petinggi negara  tidak akan pernah tuntas,  karena bisa saja dintervensi  dengan mengatasnamakan Hak Angket yang merupakan ranah Legislatif.

“Maka sangat tidak tepat atau salah kamar  jika penyelesaian masalah Pemilu ini melalui Hak Angket, selaras dengan apa yang sudah disampaikan Prof Yusril Ihza Mahendra”, kata  mantan Kadiv Humas Polri ini.

Baca Juga: Tata Cara Sholat Taubat di Malam Nisfu Syaban yang Benar Sesuai Tuntunan, Segala Dosa akan Diampuni

Pernyataan Yusril Ihza Mahendra

Menurut penuturan Abah Anton Charliyan yang dikirim ke DeskJabar.com melalui pesan WA Jumat 23 Februari 2024 malam, Yusril Ihza Mahendra menilai, perselisihan hasil Pemilu atau dugaan kecurangan di dalamnya tak bisa diselesaikan lewat hak angket atau interpelasi di DPR.

Yusril yang juga Ketua Dewan Pengarah di TKN 02 Pusat menegaskan, perselisihan Pemilu atau Pilpres hanya bisa diselesaikan lewat jalur Mahkamah Konstitusi (MK).

”Apakah Hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak. Karena UUD RI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui MK,” kata Yusril.

Yusril menjelaskan hak angket memang telah diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945. Ketentuan lebih detail mengenai hak angket diatur dalam Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Di sana mengatur fungsi DPR melakukan pengawasan yang tidak spesifik, namun bersifat umum mengenai obyek pengawasan DPR.

”Oleh karena itu saya berpendapat, jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” ujar Yusril.

Dia memandang penggunaan angket hanya membuat perselisihan hasil pemilu atau pilpres berlarut-larut. Apalagi, hasil angket juga hanya berbentuk rekomendasi, atau paling banter pernyataan pendapat DPR.

Menurut Yusril, penggunaan hak angket DPR hanya berpotensi menyebabkan negara dalam ketidakpastian dan berujung pada chaos. Sebaliknya, penyelesaian lewat MK bisa membuat kepastian hukum.

”Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran,” kata Yusril.

Baca Juga: Keutamaan Puasa Nisfu Syaban, Waktu Pelaksanaan dan Bacaan Niat: Allah SWT Membuka 300 Pintu Rahmat

Apa Itu Hak Angket DPR RI?

Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Demikian dikutip dari laman resmi DPR RI.

Aturan tentang hak angket DPR RI tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 73: “Dalam hal pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, atau hak menyatakan pendapat atau anggota DPR dapat menggunakan hak mengajukan pertanyaan.”

Lebih lanjut tentang pengusulan Hak Angket termuat dalam Pasal 199 UU Nomor 17 Tahun 2014. Hak angket diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR RI dan lebih dari 1 fraksi kepada pimpinan DPR RI dalam rapat paripurna DPR RI dan dibagikan kepada semua anggota.

Baca Juga: JANGAN Lupa Doa Buka Puasa Hari Kedua dan Bacaan Niat Hari Ketiga Puasa Sunah Ayyamul Bidh

Tiga Hak Istimewa DPR RI

Dalam Pasal 79 UU Nomor 17 Tahun 2014, disebutkan bahwa DPR RI mempunyai tiga macam hak, yaitu hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Ketiga hak DPR RI ini dalam hal untuk menjalankan tugas dan fungsinya, khususnya terkait pelaksanaan fungsi pengawasan.

Hak Interpelasi: Hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hak Angket: Hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Hak Menyatakan Pendapat: Hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:

  • Kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional;
  • Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau
  • Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Mencermati pasal-pasal dan bunyi ketentuan di atas, menurut Yusril,  jelas tidak ada keterlibatan Presiden seperti yang disebutkan dalam dugaan yang dilontarkan para penggagas Hak Angket.***

 

Editor: Zair Mahesa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah