Laksamana Sukardi: Hukum Harus Jadi Panglima, tapi Kerap Digunakan untuk Puaskan Birahi Kekuasaan

- 16 Januari 2024, 06:35 WIB
Laksamana Sukardi
Laksamana Sukardi /

Laksamana Sukardi menuturkan, ketika itu  karena negara dalam kesulitan keuangan. Pertamina yang harus berkontribusi kepada negara, akhirnya harus menjual kapal tanker yang sedang dibuat di Korea Selatan. Kapal itu sendiri sedang menjadi sita jaminan dalam sengketa antara pemerintah dan PT. Karaha Bodas. Kapal yang dibangun dengan biaya 130,8 juta US dollar, terjual 184 juta US dollar. Pertamina untung 53,2 US dollar.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan audit investigasi atas penjualan kapal tanker tersebut, dan dinyatakan tidak merugikan negara.

Tetapi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai penjualan tanker itu telah merugikan negara. KPPU yang mendengar pernyataan seorang ahli mengatakan, negara mengalami kerugian berkisar 20 juta dollar hingga Rp.504 miliar.

"Celakanya ahli yang dimintai pendapat oleh KPPU hanya salesman piano, yang mengeluarkan harga taksiran jauh lebih tinggi, tanpa dasar yang jelas. Jadi saya lihat memang ada niat untuk memojokkan saya. Nalar mereka terbelenggu karena, demi birahi kekuasaan. Saya tidak tahu itu atas perintah siapa," kata Laksamana.

Komisi III DPR yang tudak puas dengan putusan KPK, lalu membentuk Pansus. Ternyata putusan Pansus hanya menyontek putusan KPPU. Komisi III lalu meminta Kejaksaan Agung mengambil alih penanganan. Pihak Kejagung yang begitu bersemangat, karena mendapat dukungan dari Komisi III DPR, sempat mempersangkakan Laksamana Sukardi.
Namun karena ada persoalan di internal Kejaksaan Agung, penanganan kasus kapal tanker tersebut dihentikan. Dalam putusan Peninjauan Kembali  MA menyatakan putusan KPPU salah.

"Saya lihat di sini DPR terbelenggu nalar. Mereka tahu KPK sudah mengatakan tidak ada kerugian negara, mereka tetap ngotot. Kejagung yang mendapat dukungan DPR  tetap melakukan penyelidikan. Dalam eforia reformasi, hakim ternyata takut memutus perkara secara obyektif," kata Laks.

Advokat Petrus Selestinus mengatakan, Laksamana dan Megawati, adalah tokoh yang berjasa terhadap reformasi, walau pun yang muncul  sebagai tokoh reformasi,  orang lain.

"Ketika itu Pak Laks justru dikriminalisasi justru oleh teman-temannya sendiri di Komisi III, terutama dari PDIP dan Demokrat.  Teman-temannya di Komisi III sebagai aktor. Mereka mendesak KPK mentersangkakan Pak Laks. Padahal KPK sudah mengatakan tidak menemukan kerugian negara, karena tidak ada harga pembanding  Di situ Komisi III marah, lalu Meminta Jaksa Agung menangani peniualan VLCC ini. Padahal harusnya KPK," kata Petrus.

Baca Juga: KAMPANYE Pemilu 2024 Belum Berdampak kepada UMKM, Pesanan Konveksi di Bandung Turun Drastis

Baca Juga: Banjir Promo di 2.2 Shopee Live dan Video Mega Sale, Nikmati Pengalaman Baru Belanja Online

Halaman:

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x