Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi : Anak Polah Bapa Kepradah

- 3 Januari 2024, 08:50 WIB
Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi
Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi /

 

DESKJABAR - Amanat reformasi 1998 adalah pemberantasan KKN atau Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Utamanya adalah pemberantasan korupsi yang dirasakan sebagai komorbid bangsa Indonesia di zaman Orde Baru.

Setelah reformasi berjalan 25 tahun korupsi makin marak, walaupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah lahir dari kandungan reformasi. Bahkan semakin banyak pejabat penyelenggara negara yang telah mendekam di hotel prodeo karena tertangkap melakukan tindak pidana korupsi. Kehadiran 3 lembaga penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi seperti KPK, Kejaksaan dan Kepolisian RI, yang hadir diseluruh Indonesia dengan anggaran operasional yang tinggi tidak menjamin korupsi di Indonesia akan berhenti.

Demokratisasi di Indonesia telah menghasilkan biaya politik yang tinggi. Biaya tersebut hanya bisa ditopang oleh sumbangan (yang tidak transparan) dan sumber dana dari tindakan korupsi. Apa lagi ditenggarai adanya pungutan pungutan oleh partai politik bagi para calon pejabat tinggi negara (Calon Legislatif, Wali Kota, Bupati, Gubernur, sampai Presiden) yang mengharapkan dukungan untuk diusung oleh partai politik.

Baca Juga: KODE REDEEM FF 3 Januari 2024, Klaim dan Rebut, Emote dan Hadiah Tak Disangka sangka Menunggumu, GARENA GRATIS

Praktek praktek tersebut merupakan sinyalemen yang hanya didengar dan dilihat akan tetapi tidak dapat dipegang. Namun sinyalemen tersebut menjadi relevan ketika banyak pejabat negara yang tertangkap dan dihukum akibat tindak pidana korupsi.

Ada satu pertanyaan yang sulit dan sampai saat ini belum dapat terjawab secara tuntas? Siapa yang bertanggung jawab terhadap tidakan korupsi pejabat penyelenggara negara yang semakin marak? Apakah Presiden RI harus bertanggung jawab? Atau adakah pejabat yang berani bertanggung jawab dan menjamin korupsi tidak akan terjadi lagi?

Menurut hemat saya Partai Politik yang harus bertanggung jawab jika ada kader mereka yang diusung menjadi pejabat tinggi dan terpilih, kemudian pejabat tersebut dihukum karena terlibat tindakan korupsi.
Partai politik tidak bisa mengelak dengan mengatakan yang korupsi adalah oknum padahal mereka adalah kader partai atau individu yang disokong dan diusulkan oleh partai politik.

Dengan demikian partai politik tidak akan sembarangan mengusung calon pejabat dan akan menseleksi dengan sangat hati hati, serta meninggalkan praktek money politic dengan menjual kekuasaan mereka untuk mengusung calon pejabat.
Jangan sampai partai politik cuci tangan padahal mereka yang telah menikmati keuntungan dari transaksi politik tersebut.

Proposisi tersebut sangat masuk akal dan sesuai dengan kaidah tata kelola yang baik yaitu prinsip reward and punishment untuk menciptakan fairness dan prinsip kehati-hatian, sekaligus menciptakan deterrent effect atau pencegahan yang efektif.

Halaman:

Editor: Yedi Supriadi


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x