Sulit Menepis Ketidaknetralan Aparat dalam Pemilu 2024

- 13 Desember 2023, 21:05 WIB
Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo /



DESKJABAR - Ketua Umum NETFID Indonesia Muhammad Afit Khomsani mengatakan, potensi pelanggaran oleh Aparat Sipil Negara (ASN), TNI-Polri soal netralitas Pemilu masih mungkin terjadi. Sebab, adanya ‘kekuatan yang lebih besar’ memungkinkan hal ini.

“Sangat sulit menjelaskan ketika ada bagian dari kekuasaan tertinggi di suatu negara ikut berkompetisi meskipun secara legalitas secara konstitusi tidak ada larangan, tetapi potensi adanya conflict of interest dan abuse of power itu sangat ada,” tegas pria yang akrab disapa Afit pada wartawan, Rabu 13 Desember 2023.

Meskipun sudah banyak lembaga negara, kementerian yang melakukan deklarasi yang menunjukkan komitmen mereka menjaga netralitas, namun Afit berharap semua itu jangan cuma seremonial belaka.

Baca Juga: PVMBG: Aktivitas Vulkanik Gunung Salak Bogor Meningkat, Hendra: Masyarakat Tidak Mendekati kawah radius 500 M

“Kita sebagai masyarakat, insan media dan kelompok lainnya yang mengawasi bersama, apakah netralitas ASN, TNI, Polri itu benar-benar ada atau sekedar seremonial belaka. Penyelenggara pemilu, parpol dan instansi terkait juga,” jelas Afit.

Segala laporan, temuan dan dugaan pelanggaran harus diproses aparat penegak hukum dengan tepat. “Aparat penegak hukum harus juga berlaku imparsial, dan patuh pada peraturan yang berlaku dan bisa menegakkan hukum,” imbuh Afit.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman menegaskan bahwa perlunya bagi Presiden Joko Widodo untuk menunjukkan komitmennya dalam menegakkan netralitas di Pemilu 2024. Hal itu penting agar aparat di bawah tidak terbawa arus euforia karena kandidasi Anak Presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden Prabowo Subianto.

"Meskipun sulit (menepis ketidaknetralan), namun penting bagi Jokowi untuk memberikan statemen. Hal ini untuk menjaga iklim pemilu agar tetap berjalan demokratis," ujarnya.

Dikatakan Airlangga, kondisi demokrasi di Indonesia saat ini sudah mengalami pelemahan, jangan sampai semakin terpuruk karena jalannya pemilu yang diwarnai oleh ketidaknetralan perangkat negara. Menurutnya, Jokowi perlu bersikap sebagai negarawan untuk mengakhiri krisis demokrasi saat ini.

"Jangan sampai persoalan etika, yang kedudukannya lebih mulia dari hukum, justru diabaikan. Persoalan di MK (Mahkamah Konstitusi) jelas menggambarkan bagaimana para elite justru mengabaikannya, padahal hal itu jelas-jelang bukti pemanfaatan hukum untuk kepentingan kekuasaan," ujar Airlangga.

Baca Juga: Penonton TV Show Shopee 12.12 Birthday Sale Heboh, Goyang Shopee Bareng JKT48, Lyodra, Mahalini, Rizky Febian

Ia pun kembali mengingatkan bagaimana dalam debat Pilpres, Capres nomor urut 1 Anies Baswedan mengungkapkan dampak pencalonan Gibran karena putusan MK menjadi pembenaran di publik untuk permisif terhadap fenomena 'orang dalam'.

"Ketika elite mengabaikan pelanggaran etika, penggunakan hukum dimanfaatkan untuk kekuasan keplompoknya saja, maka publik akan mengikuti dan menganggap hal itu lumrah. Ini yang menjadi persoalan yang patut persoalan," pungkas Airlangga.***

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x