Ribuan Kades Minta Rp 300 Triliun, Megawati Minta Kerja Dulu, Kang Dedi Mulyadi Malah Berkata Begini

- 20 Maret 2023, 14:10 WIB
Dedi Mulyadi anggap permintaan Kades untuk menaikan dana menjadi Rp 300 triliun adalah hal yang lumrah
Dedi Mulyadi anggap permintaan Kades untuk menaikan dana menjadi Rp 300 triliun adalah hal yang lumrah /Dok. DPR RI//

DESKJABAR - Ribuan Kepala Desa (Kades) meminta anggara dinaikan menjadi Rp 300 triliun mendapat tanggapan beragam dari berbagai tokoh.

Seperti Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang menyatakan seharusnya kerja dulu sebelum meminta uang atau menaikan anggaran desa menjadi Rp 300 triliun.

Namun tokoh politik Golkar yang juga anggota DPR RI Dedi Mulyadi berpendapat lain. Dia menilai aspirasi para kepala desa terkait pengajuan anggaran dana desa sebesar 10 persen dari APBN atau sekitar Rp 300 triliun lebih adalah sesuatu yang lumrah dilakukan.

Baca Juga: Pebulutangkis Syabda Perkasa Belawa 'Mood Booster' Bagi Christian Adinata Teman Sekamarnya

Tokoh lain yang jug berkomentar soal Kades minta menaikan anggaran jadi Rp 300 triliun itu adalah Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritimina dan Investasi tersebut menyebut agar dibahas dengan berbagai pihak jangan malah membuat kegaduhan.

 

Pendapat Kang Dedi Mulyadi Soal Dana Desa Rp 300 Triliun

Tokoh sunda Kang Dedi Mulyadi ini lebih mengakomodir terhadap aspirasi para kepala desa tersebut, bahkan menurutnya hal yang lumrah pengajuan tersebut.

“Pengajuan anggaran desa 10 persen dari APBN yang diajukan Apdesi itu merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh para kepala desa,” ujar Kang Dedi Mulyadi.

Menurutnya perlu disadari semua bahwa Indonesia terdiri dari desa-desa dan seluruh Sumber Daya Alam (SDA) termasuk industri berada di desa.

Akan tetapi baru saat ini desa mendapatkan alokasi dana desa untuk mendorong pembangunan infrastruktur yang saat ini efeknya semakin baik dibanding dulu.

“Jadi baru disawer sedikit saja desa sudah tumbuh apalagi kalau dibangun sistem memadai bagi hasil antara pusat dan desa itu akan efek pertumbuhan ekonomi, infrastruktur sampai investasi desa,” katanya.

Adapun terkait kekhawatiran penyimpangan pengelolaan hal tersebut terjadi karena anggaran desa selalu menjadi sorotan dan yang menyorotinya banyak mulai dari oposisi yang tak lain kelompok yang kalah saat pencalonan kepala desa, LSM-LSm yang kini banyak fokus pada anggaran desa, termasuk oknum wartawan ‘bodrek’ yang sengaja datang ke desa untuk mempertanyakan dana desa.

“Sehingga saat ini desa sangat terawasi. Sudah kecil, yang mengawasinya banyak sehingga gampang ketahuan salahnya,” ucap Kang Dedi.

Hal tersebut berbeda dengan anggaran kabupaten/kota, provinsi apalagi pusat yang memiliki anggaran sangat besar sehingga sulit diawasi dan yang mengawasinya sedikit.

Baca Juga: Berbuka Puasa Ramadhan dengan Puding Lumut Mentega Ala Chef Yuda Bustara, Rasanya Seenak Itu

Sehingga, kata Kang Dedi, semakin tinggi jenjang pemerintah semakin sulit untuk diakses dan diawasi. Sebaliknya, semakin bawah jenjang pemerintahan semakin mudah untuk diawasi.

“Contoh kecilnya saja di desa ada jalan lingkungan yang setiap hari dilewati oleh warga, dilewati oleh oposisi, LSM dan lain-lain. Jalan itu sangat gampang diawasi dan lapornya gampang, berbeda dengan jalan nasional,” ujarnya.

Sebagai orang yang sehari-hari hidup dan berhubungan dengan para kepala desa, Kang Dedi menilai apa yang dilontarkan Ketua Umum DPP Apdesi Surtawijaya pada Minggu kemarin adalah hal yang wajar.

“Sebagai orang yang setiap hari di desa, berhubungan dengan desa, bahkan kalau olahraga pagi bareng kepala desa dan sering dicurhati, sehingga pengajuan itu (anggaran dana desa 10 persen dari APBN) adalah hal yang lumrah dan itu bentuk aspirasi yang harus dihargai,” pungkas Kang Dedi Mulyadi.***

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x