Ada Guru Besar Terlibat TPPO Magang ke Jerman, Rektor Universitas Jambi Angkat Bicara

28 Maret 2024, 05:30 WIB
Ilustrasi Kampus Unja - Rektor Universitas Jambi (Unja) Prof Helmi menjelaskan soal guru besar terlibat TPPO magang ke Jerman dan menegaskan akan memberikan pendampingan kepada mahasiswa kasus magang di Jerman. /ANTARA/HO-Unja/

DESKJABAR - Rektor Universitas Jambi (Unja) Prof Helmi menjelaskan soal dugaan keterlibatan salah satu guru besar Unja dalam perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok magang ke Jerman, Rabu 27 Maret 2024.

Menurut dia, yang bersangkutan kini sudah tidak lagi aktif melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Unja. "(Yang bersangkutan) sedang melakukan proses pindah ke perguruan tinggi lain," jelas Helmi dalam keterangan tertulisnya Rabu 27 Maret 2024.

Helmi menegaskan, untuk selanjutnya pihaknya akan membentuk tim untuk melakukan investigasi lebih lanjut terhadap kasus magang di Jerman, termasuk memberikan pendampingan bagi mahasiswa Unja yang diduga menjadi korban TPPO.

"Dan akan memberikan bantuan atau pendampingan dalam bentuk apapun yang diperlukan bagi mahasiswa," ujarnya.

Baca Juga: Heboh 33 Kampus Terlibat TPPO Magang ke Jerman, Kemendikbudristek Bakal Beri Sanksi

Baca Juga: 3.546 Calon Mahasiswa Baru Diterima IPB University Bogor, Melalui Jalur SNBP 2024, Simak Info Selengkapnya

Rektor memastikan Unja tidak akan melanjutkan perjanjian kerja sama antara Universitas Jambi dan PT SHB selaku penyelenggara program.

Menyoroti keterlibatan salah satu guru besar Unja dalam perkara ini, dia mengatakan dalam kegiatan magang ke Jerman, guru besar tersebut tidak bertindak sebagai perwakilan Universitas Jambi, namun sebagai perwakilan PT SHB.

Terkait status tersangka guru besar itu, lanjutnya, Unja menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan apabila ada putusan inkrah dari pengadilan, maka akan melakukan tindakan sesuai dengan peraturan kepegawaian dan perundang-undangan yang berlaku, serta sesuai dengan kewenangan yang dimiliki Unja.

Program magang di Jerman ini berawal saat PT CV-Gen dan PT SHB menawarkan program Ferienjob kepada Unja sebagai program internship internasional bagi mahasiswa ke Jerman selama tiga bulan pada Oktober hingga Desember 2023.

Pada awal Oktober 2023 peserta dari Unja mulai diberangkatkan ke Jerman secara bertahap. Setelah beberapa minggu peserta tiba di Jerman, pihaknya mendapat informasi dari Ditjen Dikti bahwa kegiatan magang di Jerman tersebut terindikasi melanggar prosedur dan mengimbau perguruan tinggi menghentikan keikutsertaan dalam program tersebut.

Unja langsung memantau secara daring peserta program dan memastikan kondisi mereka di sana. Hsilnya tidak terdapat kejadian menonjol ataupun persoalan yang ditemukan.

Pada Desember 2023 peserta yang mengikuti magang di Jerman tersebut pulang secara bertahap kembali ke Jambi dalam kondisi sehat.

Baca Juga: Menaker Ida Fauziyah: Program Pemagangan Tenaga Kerja Indonesia ke Jepang Untungkan Kedua Negara

Awal kasus terungkap

Di tempat dan waktu berbeda, Direktur Tipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro di Jakarta, mengatakan pengungkapan kasus ini berawal dari laporan KBRI di Jerman.

KBRI Jerman mengatakan kedatangan 4 mahasiswa yang mengaku menjadi korban TPPO dengan modus program magang untuk mahasiswa ke Jerman atau ferien job.

"Para mahasiswa dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi," kata Djuhandhani.

Terkait kronologi kasus ini, Djuhandhani menjelaskan, dari keterangan keempat mahasiswa yang mengikuti program ferien job di Jerman, dilakukan pendalaman.

"Hasil yang didapatkan dari KBRI bahwa program ini dijalankan oleh 33 universitas yang ada di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa yang terbagi di tiga agen tenaga kerja di Jerman," ungkapnya.

Dari hasil penyidikan terungkap juga beberapa fakta, yakni mahasiswa awal mula mendapat sosialisasi program magang ke Jerman dari CV GEN dan PT SHB.

Pada saat pendaftaran, mahasiswa dibebankan membayar uang pendaftaran Rp150 ribu ke rekening atas nama CV GEN dan juga membayar sebesar 150 Euro (sekitar 250 ribu lebih) untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.

"Karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu," ujarnya.

Baca Juga: Kemnaker Gelar Business Meeting Pengembangan SDM Sektor Pariwisata

Setelah LOA tersebut terbit, para mahasiswa yang menjadi korban diminta membayar sebesar 200 Euro (sekitar Rp3,5 juta) kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama 1-2 bulan.

Fakta lainnya ungkap Djuhandhani, para mahasiswa dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta- Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.

Tidak hanya sampai di situ, para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.

"Surat dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa," kata Djuhandhani.

Sementara itu Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Abdul Haris menjelaskan,  program ferien job sendiri tidak memenuhi kriteria yang dapat dikategorikan dalam kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan telah diperjelas sejak 27 Oktober 2023 melalui Surat Edaran Dirjen Diktiristek.***

Editor: Zair Mahesa

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler