Beras Mahal di Pasaran, KPPU Bentuk Tim Investigasi, Pelanggar Akan Diproses Hukum

29 Februari 2024, 13:15 WIB
Ilustrasi pedagang beras menyiapkan dagangan. Di pasar Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat, Kamis, 29 Februari 2024, harga beras medium mencapai Rp15.500 per kg. Sedangkan beras premium di kisaran Rp16.500 per kg. /ANTARA FOTO/Andri Saputra/

DESKJABAR - Harga beras yang semakin mahal di pasaran tanah air diduga akibat potensi praktik persaingan usaha tidak sehat.

Harga beras mahal terpantau dari data perkembangan harga bahan pokok di pasar Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat, Kamis, 29 Februari 2024.

Harga beras medium mencapai Rp15.500 per kg. Sedangkan beras premium di kisaran Rp16.500 per kg.

Baca Juga: PROMO BERAS Premium di Indomaret Hari Ini, Belanja Pulen Wangi, Premium Sania, Harga Tetap Rp69.500 per 5 Kg

Terkait hal itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan melakukan pendalaman lebih lanjut terutama untuk identifikasi dugaan potensi praktik persaingan usaha tidak sehat yang mengakibatkan harga beras mahal di pasaran.

Anggota KPPU Hilman Pujana mengatakan, langkah tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti data, informasi, serta temuan dalam diskusi yang telah dilakukan bersama sejumlah kementerian dan lembaga di bidang pangan, asosiasi, serta pelaku usaha besar di komoditas beras.

"KPPU akan melakukan pendalaman lebih lanjut terutama untuk identifikasi potensi praktik persaingan usaha tidak sehat mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," tutur Hilman.

Sekadar info, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ditetapkan pada 5 Maret 1999.

Baca Juga: Harga Beras Mahal, Indonesia Alami Deagrarianisasi, BRIN: Ancaman Krisis Pangan Kian Nyata

"Berkaitan dengan hal tersebut, KPPU juga telah membentuk tim yang tidak hanya mengkaji industri tetapi juga melakukan investigasi. Bila ditemukan adanya indikasi praktik persaingan usaha tidak sehat, KPPU akan menindaklanjutinya dengan proses penegakan hukum," kata Hilman menegaskan.

Tren harga beras terus melonjak

Menurut Hilman, KPPU telah melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai pemangku kepentingan. Di antaranya, Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Satuan Tugas Pangan Polri, asosiasi, dan berbagai pelaku usaha besar.

"FGD tersebut bertujuan untuk mendalami fenomena volatilitas harga pangan, khususnya beras," ujar Hilman seperti dilansir Antara.

Baca Juga: German Open 2024, 2 Wakil Indonesia Lolos ke 16 Besar, Jadwal Laga Hari Ini, Link Live Streaming

Ia menjelaskan, diskusi lintas pemangku kepentingan tersebut untuk menyikapi tren harga beras yang terus melonjak, khususnya dalam enam bulan terakhir, serta berbagai informasi mengenai kelangkaan komoditas beras di pasar ritel.

Ia mengungkapkan beberapa poin penting dari hasil diskusi, misalnya adanya hambatan di hulu terkait panen gabah. Ada berbagai macam faktor yang diduga mengakibatkan turunnya tingkat produksi gabah panen dan beras.

"Beberapa faktor di antaranya faktor musim dan cuaca, faktor luas lahan tanam yang berkurang, serta produktivitas lahan yang relatif rendah," ujar Hilman menguraikan.

Ia juga menyampaikan bahwa ada informasi semakin banyaknya usaha penggilingan padi kecil yang tidak memiliki kemampuan bersaing untuk memperoleh gabah hasil panen, dibandingkan dengan usaha penggilingan padi besar.

Selanjutnya, ada hambatan di sisi produksi dan distribusi beras. Sejak akhir 2023 sampai awal Februari 2024, pelaku usaha di bidang beras menyampaikan kesulitan untuk menemukan komoditas beras untuk disalurkan ke pasar, terutama pasar modern.

Baca Juga: Kode Redeem FF Terbaru Edisi JKT48, 29 Februari 2024, SG 2 GRATIS, M1887 Peluru Suci, di Event Ramadan 2024

Ia mengatakan, selama periode akhir Februari 2024, beberapa daerah sudah mengalami panen sehingga diharapkan komoditas beras dapat tersedia kembali di tingkat penggilingan padi sampai ke distributor.

Menurut Hilman, Persatuan Penggiling Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) menerangkan bahwa penentuan harga komoditas ini dibentuk oleh pelaku usaha yang memiliki jaringan langsung dengan produsen di wilayah sentra produksi. Hal itu berpengaruh secara langsung terhadap harga jual beli di daerah lain.

Ia juga menguraikan soal efektifitas kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk komoditas beras. Berdasarkan data dan informasi dari berbagai daerah, harga yang terbentuk di pasar, relatif lebih besar dari HET yang ditetapkan oleh pemerintah.***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler