KRISIS Kawasan Bandung Utara Akibat Kesalahan Pemerintah, Puluhan Ribu Hektare Lahan dalam Kondisi Kritis

- 20 Januari 2024, 16:27 WIB
Puluhan ribu hektar lahan di Kawasan Bandung Utara kritis, akibatnya berdampak pada terjadinya banjir dan endapan lumpur yang melanda Kota Bandung setiap musim hujan.
Puluhan ribu hektar lahan di Kawasan Bandung Utara kritis, akibatnya berdampak pada terjadinya banjir dan endapan lumpur yang melanda Kota Bandung setiap musim hujan. /dok.Odesa/

“Jika mau serius dengan pemberdayaan pangan dan ekologi kita bisa berharap perbaikan terjadi di Kawasan Bandung Utara.,” papar Basuki.

Basuki merasa prihatin karena Kawasan Bandung Utara memiliki lahan yang kritis mencapai puluhan ribu hektar. Kalau serius ditanami pohon buah-buahan, maka petani akan membaik secara ekonominya karena mendapatkan hasil panen selain sayuran.

Baca Juga: UPDATE Tol Getaci, Molor Lagi, Inilah Jadwal Terbaru Pembebasan Lahan dan Pembangunan Tol Gedebage Ciamis

“Petani yang selama ini hanya menanam sayur dan sangat menunggu pembagian bibit buah-buahan. Dan pada tanah milik orang kota yang kurang diurus mestinya para pemiliknya harus ikut bertanggungjawab dengan memperbanyak bibit buah-buahan,” kata Basuki.

Warga Cimenyan  berharap mereka mendapatkan bibit pohon buah-buahan, selain untuk menghijaukan lahan kritis juga memberikan dampak ekonomi kepada warga setempat.
Warga Cimenyan berharap mereka mendapatkan bibit pohon buah-buahan, selain untuk menghijaukan lahan kritis juga memberikan dampak ekonomi kepada warga setempat.

Kawasan Bandung Utara Butuh Jutaan Bibit

Sementara itu, petani Mekarmanik yang rutin menjalankan kegiatan pertanian agroekologi dari Odesa, Toha Odik mengatakan, apa yang dilakukan Odesa Indonesia selama delapan tahun terakhir telah memberi kontribusi yang meyakinkan bagi penguatan pangan dan perbaikan lahan pertanian.

Toha yang selama ini mendistribusikan bibit buah-buahan, termasuk menggerakkan tanaman kopi, kelor dan hanjeli yakin langkahnya tepat sasaran dan dampaknya telah nyata dirasakan masyarakat.

“Petani di Cimenyan bukannya tidak mau menanam pohon besar. Mereka enggan menanam bibit dari pemerintah karena jenis bibit yang dibagi oleh pemerintah itu berupa tanaman keras penghasil kayu. Tanaman kayu seperti surian, pinus atau mahoni itu tidak menguntungkan secara ekonomi,” ujar Toha.

“Kalaupun ditanam akan ditebang hanya dalam waktu 4 sampai 5 tahun. Kalau yang dibagi adalah bibit buah-buahan lain ceritanya. Saya menjalankan program ini dan sekarang hasilnya luar biasa,” kata Toha menambahkan.

Baca Juga: Tinjau Lima Pasar di Kota Bogor, Bima Arya Apresiasi Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 73 Persen

Toha bercerita, pada awalnya petani sering menolak bibit pohon besar karena sebelumnya pemerintah memaksakan tanam dengan sekadar instruksi. Akibatnya, banyak bibit tanaman penghasil kayu seperti mahoni dan suren itu dibuang-buang saja. Bahkan ada banyak petani yang pura-pura menanam karena mereka menjalankannya sekadar untuk menyenangkan hati perangkat desa.

Halaman:

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Wawancara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah