Di KBB, Panen Baby Corn Punya Pasar Bagus, Selamatkan Usaha Pertanian Jagung dari Serangan Tikus

- 7 Februari 2023, 10:32 WIB
Petani di Ngampprah, KBB panen jagung baby corn, karena pasar bagus sekaligus penyelamatan usaha pertanian dari serangan hama tikus.
Petani di Ngampprah, KBB panen jagung baby corn, karena pasar bagus sekaligus penyelamatan usaha pertanian dari serangan hama tikus. /Kodar Solihat/DeskJabar.com

DESKJABAR – Usaha pertanian di Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat banyak unggulan, salah satunya budidaya jagung panen baby corn.

Di KBB, selain memiliki pasar bagus, panen baby corn juga merupakan penyelamatan usaha pertanian jagung dari serangan hama tikus.

Pada dunia kuliner, jagung baby corn termasuk favorit kalangan orang-orang suka memasak, mulai rumah tangga sampai para juru masak.

 

 

 Baca Juga: Manfaat Perkebunan Sawit Bagi Lingkungan Hidup di Pulau Jawa, Jawa Barat dan Banten

Penggunaan baby corn untuk masakan

Jagung baby corn banyak digunakan untuk masakan tumis, capcay, oseng-oseng, dsb.

Penjualan baby corn banyak terdapat pada pasar-pasar tradisional, dimana jagung baby corn memiliki bentuk kecil dan tampak sangat enak dimakan.

Di Jawa Barat, produksi baby corn umumnya berada di kawasan Bandung, seperti KBB dan Kabupaten Bandung.

 Baca Juga: Sawit untuk Pengawet Buah dan Sayuran, Inovasi Pertanian Berkelanjutan Ramah Lingkungan

Apa itu baby corn ?

Ada pun jagung baby corn disebut pula jagung semi atau orang Sunda menyebut jagong empet.

Berdasarkan hal umum usaha pertanian jagung, baby corn adalah jagung yang dipanen pada umur 40-50 hari (lebih dari sebulan atau kurang dari dua bulan) setelah tanam.

Secara fisik, tandanya adalah 5-6 hari setelah bunga betina muncul, dan belum terjadi penyerbukan.

Belakangan ini, di KBB, semakin banyak petani yang bertanam jagung, lebih suka panen dalam bentuk baby corn, misalnya di Ngamprah, Padalarang, dan sekitarnya.

Selain karena pasarnya besar dari segmen sayuran, para petani pun merasa panen beby corn lebih aman dari serangan hama tikus.

Diketahui, tanaman pangan menjadi rentan serangan hama tikus jika kawasan tersebut semakin “terkepung” pemukiman atau bangunan, apalagi banyak selokan yang kotor.

Baca Juga: Panen Mangga Sumedang Ditunggu di Jepang, Tapi Ekspor Sedang Menunggu Sesuatu

Gambaran produksi baby corn di KBB dan Kabupaten Bandung

Sebagai gambaran, hama tikus kini semakin ganas memakan apa pun. Tikus-tikus cepat berkembangbiak pada kombinasi cuaca hujan diselingi panas, atau cuaca pancaroba serta kemarau.

Pada musim menjelang kemarau, biasanya sebagian petani beralih daru bertanam padi menjadi menanam jagung.

Jagung biasanya dipanen ketika musim kemarau, pada umur 3,5 bulan, terutama jagung manis. Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung termasuk kawasan sentra produksi jagung manis.

Tetapi karena resiko dimangsa tikus, maka petani yang daerahnya rawan hama tikus, lebih suka panen dalam bentuk baby corn.

Baca Juga: Gerbang Tol Getaci di Banyuresmi, Garut, Wisata Situ Bagendit, Penghasil Jagung, dan Tukang Cukur

Gambaran kebutuhan jagung baby corn

Karena produksinya menjadi lebih sedikit bobotnya dalam suatu luasan areal bertanam jagung, maka jagung baby corn jelas lebih mahal harganya per kilogram.

Wakil Ketua II Asosiasi Pedagang Komoditas Agro (APKA) Jawa Barat, Bambang Satrijadi, menyebutkan, bahwa perdagangan dan produksi jagung baby corn boleh dikatakan seluruhnya adalah produk lokal.

“Baby corn tergolong komoditas yang sangat cepat laku di pasaran. Sebab para pembelinya tergolong kebutuhan cepat untuk memasak saat itu juga,” ujarnya kepada DeskJabar.com. ***

Editor: Kodar Solihat

Sumber: liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x