Kemudian filosofi Mamaos, adalah seni budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa menjadi perekat persaudaraan dan kekeluargaan dalam tata pergaulan hidup.
Seni mamaos tembang sunda Tembang Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R Aria Adipati Kusumahningrat yang dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti.
la menjadi dalem tatar Cianjur sekitar tahun 1834-1862. Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (kecapi besar dan kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi juru kawih.
Dalam seni mamaos, identitas budaya Islam sangat kental. Makanya pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaan-Nya.
Filosofi ketiga adala Maenpo, seni bela diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maenpo ini adalah R Djadjaperbata atau dikenal dengan nama RH Ibrahim.
Baca Juga: Iuran BPJS Bisa Dicairkan Karena Tidak Pernah Sakit? Simak Ini Penjelasannya!
Maenpo Cianjur mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Jika diresapi sampai ke jantungnya benar, ketiga filosofi Cianjur itu pada intinya merupakan simbol rasa keber-agamaan, kebudayaan dan kerja keras.
Dengan keber-agamaan, sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia.
Dengan kebudayaan, masyarakat Cianjur secara turun temurun selalu ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup.