TERUNGKAP Pernikahan Dini Menjadi Penyebab Stunting di Indonesia, Perhambat Perkembangan Bangsa

- 18 Juli 2022, 18:09 WIB
Kepala BKKB dr..Hasto Wardoyo mengungkap terkait dampak stunting pernikahan dini dalam forum Pimred PRMN. Tangkap layar YouTube Pikiran Rakyat
Kepala BKKB dr..Hasto Wardoyo mengungkap terkait dampak stunting pernikahan dini dalam forum Pimred PRMN. Tangkap layar YouTube Pikiran Rakyat /Fazriel Dhany/

DESKJABAR - Stunting adalah masalah kurang gizi secara kronis yang ditimbulkanboleh kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama.

Stunting pun menimbulkan gangguan pertumbuhan anak yakni tinggi badan lebih rendah atau pendek dari standar usianya.

Dampak stunting ini sering dituding sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya.

Baca Juga: Resep Puding Coklat Lapis Simple dan Praktis, Rasanya Legit, Enak Dimakan Dingin-dingin

Atau stunting ini lebih dikaitkan dengan tinggi badan dengan usia yang dikenal dengan stantet.

Sementara berat badan dengan umur, berat badan dengan tinggi badan, ukuran ukuran ini berhubungan dengan kurus kemudian gizi buruk.

"Itu kan lebih mengukur pada tinggi badan terhadap berat badan serta berat badan terhadap umur," kata dr. Hasto Wardoyo Kepala BKKBN

Tapi ingat, tambahnya, stunting yang dimaksud ini yang diukur adalah stantet.

"Jadi tinggi badan vs umur," tuturnya lagi.

Baca Juga: 12 Arti Mimpi Kucing Menurut Pandangan Islam, Apakah Pertanda Baik atau Buruk

WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia, tambahynya, dengan Menteri Kesehatan RI telah memberikan kebijakan guna mengukur stunting masih pada stantet.

Ini belum pada dampak perkembangannya. Jadi ketika stunting memiliki 3 konsekwensi, kata Hasto Wardoyo pendek, kemampuan inyeltualnya kurang, prosfek di hari tua sudah mulai terasa sakit.

"Jadi kesimpulannya stunting ini tidak produktif dan menjadi beban bukan menjadi modal untuk pembangunan," ucapnya.

Sehingga jangan terbalik mengartikan pendek sudah pasti stunting, tambahnya, banyak orang pendek tidak memiliki ciri ciri tadi.

Baca Juga: SMUP S1 Diumumkan, Jalur Mandiri Sarjana Terapan (D4) Unpad Ditutup 2 Hari Lagi, Ini Link Pendaftarannya

Oleh sebab itu WHO membuat batasan yang sifatnya tolerebel atau masih bisa diberi toleransi apabila stuntingnya itu tidak lebih dari 20 persen.

"Dengan harapan ketika stunting itu belum mengukur kecerdasannya, karena mengukur kecerdasan anak kurang dari umur 2 tahun kan sulit," ucap Hasto Wardoyo.

Memgukur perkembangannya belum dilakukan dengan baik karena mengukur perkembangan dibutuhkan seorang ahli.

"Kalau di Posyandu di desa desa mengukur perkembangan itu kan tidak mudah, paling paling hanya pendekat saja," tuturnya.

Baca Juga: 2 Tersangka Kasus Subang Kembali Ditangkap Polda Jabar, Total Kini 4 Orang Telah Diringkus

Seperti motorix halus, motorix kasar ini kemampuan kemampuan yang tidak mudah disimpulkan.

"Sehingga yang ada di Posyandu itu hanya tinggi badan plus umur, berat badan umur," cetusnya.

Sehingga kalau kita ditargetkn 14 persen di tahun 2024 adalah sesuatu yang luar biasa.

"Karena ini statiknya bukan komplek sindrom dari stanting," imbuhnya.

Hal itu dikatakan Dr.(H.C.) dr. Hasto.Wardoyo, Sp.OG (K) dalam pertemuannya dengan Forum Pimred PRMN yang dikemas dalam kanal Youtube.

Kanal Pikiran Rakyat berjudul Forum Pimred PRMN: KLARIFIKASI Edisi Kepala BKKBN, dr. Hasto Wardoyo, rilis 18 Kuli 2022.

Dalam forum tersebut terungkap stunting pernikahan dini yang membawa dampak buruk terhadap perkembangan anak muda sebagai penerus generasi bangsa.***

Editor: Dendi Sundayana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x