TASIKMALAYA, Makam SYEKH Abdul Muhyi Pamijahan Ramai Diziarahi, Benarkah Abdul Muhyi Keturunan Nabi

- 13 Desember 2021, 07:01 WIB
lokasi Makam Syekh Abdul Muhyi, Instagram @deniramdanisagara
lokasi Makam Syekh Abdul Muhyi, Instagram @deniramdanisagara /

DESKJABAR- Waliyullah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat sangat terkenal di kalangan masyarakat muslim.

Tak heran jika lokasi makam Syekh Abdul Muhyi di Pamijahan Tasikmalaya ramai dikunjungi para peziarah apalagi di bulan Rajab dan bulan Jumadil Awal atau Mulud.

Umat muslim dari berbagi daerah di Indonesia berdatangan untuk berziarah ke lokasi pemakaman Syekh Abdul Muhyi di Pamijahan.

Baca Juga: HINDARI 4 Bahan Makanan Ini Kalau Anda Tidak Ingin Darah Tinggi dan Kolesterol, Tips dr Zaidul Akbar

Dan saat ini lokasi pemakan dan bekas perjuangan Syekh Abdul Muhyi di Pamijahan jadi lokasi wisata religi unggulan di Kabupaten Tasikmalaya bahkan di Jawa Barat.

Perjuangan panjang Syekh Abdul Muhyi dalam mengembangkan agama Islam di tanah Pasundan terutama di wilayah Tasikmalaya jadi perhatian utama  kenapa makam Syekh Abdul Muhyi banyak dikunjungi peziarah

Lantas siapa sebenarnya Syekh Abdul Muhyi hingga namanya harum di kalangan umat muslim di Nusantara.

Syekh Abdul Muhyi seorang ulama besar yang berhasil membawa dan mengembangkan islam di tanah Sunda, terutama di Tasikmalaya pada abad ke 16.

Syekh Abdul Muhyi dilahirkan tahun 1650 di Mataram. Ada yang menyebutkan Mataram di Lombok. Namun sepertinya Syeh Abdul Muhyi lahir di Mataram yakni kerajaan Mataram.

Karena pada abad ke 16 tersebut kerajaan Mataram sedang dalam posisi puncak mampu menyatukan berbagi wilayah di Jawa dan juga wilayah Sumatra.

Ayah dari Syekh Abdul Muhyi merupakan seorang bangsawan Sunda keturunan ke 6 dari Ratu Galuh bernama Sembah Lebe Wartakusumah.

Silsilah keturunan Syekh Abdul Muhyi sampai ke Ratu Galuh yang merupakan istri dari Sri baduga Maharaja atau yang dikenal dengan Prabu Siliwangi.

Baca Juga: Cara Download Mudah Dan Cepat! Video Youtube ke Galeri

Ratu Galuh sendiri menurut cerita yang ada, adalah Nyai Subang larang putri dari Ki Gendeng Tapa yang merupakan seorang muslim di jaman kerajaan Pajajaran.

Pada abad ke 16 tersebut memang kerajaannya Galuh atau Pajajaran sudah runtuh setalah ditaklukkan Demak yang kemudian dilanjutkan oleh Mataram.

Kekuasaan Mataram sangat luas saat di pimpin oleh Sultan Agung hingga bisa menguasai wilayah Sunda pada saat itu. Wajar jika pengaruh Islam menyebar hingga wilayah Sunda saat itu.

Sedangkan dari keturunan ibunya, Sembah Ajeng Tanganjiah, seorang bangsawan Mataram dan juga keturunan Sunan Giri.

Bahkan jika ditarik ke atas, silsilah Ibu Syekh Abdul Muhyi sampai ke Nabi Muhammad SAW.  Sembah Ajeng Tanganjiah merupakan keturunan ke 27 dari Nabi Muhammad melalu Sayidina Husen.

Sejak kecil Syekh Abdul Muhyi sangat lekat dengan agama Islam. Waktu kecilnya di Ampel dihabiskan untuk belajar agama.

Baru setelah usianya  19 tahun yakni pada tahun 1669  Syekh Abdul Muhyi belajar ilmu agama kepada Tengku Syiah Kuala atau Syeh Abdul Rauf Assingkili.

Dari beberapa cerita sebenarnya Syeh Abdul Muhyi tidak sengaja berguru ilmu agama kepada Syeh Abdul Rauf. Karena tujuan awalnya adalah hendak berangkat ke Mekkah.

Namun saat sedang dalam perjalanan ke Mekah Syekh Abdul Muhyi malah bertemu dengan ulama besar di Aceh dan memutuskan untuk belajar Ilmu agama kepada Syekh Abdul Rauf.  Selama 4 tahu Syekh Abdul Muhyi belajar Ilmu agama Islam kepada Syeh Abdul Rauf.

Tidak hanya itu, Syekh Abdul Muhyi juga belajar ilmu agama kepada Syeh Yusuf Al-Magassari dan juga kepada Hasan Al-Ajami, Ahmad Al-Qusyaayi, dan Ibrahim Kurani di Kota Mekkah.

Sekembalinya dari pengembaraan ilmu tersebut Syekh Abdul Muhyi kemudian di nikahkan oleh orang tuanya kepada Sembah Ayu Bekta di Ampel.

Karena memiliki garis keturunan Sunda atau Galuh,  Syekh Abdul Muhyi memilih untuk mengembara dan menyebarkan agama Islam di wilayah Sunda atau Jawa Barat.

Baca Juga: Begini Respons Istri Gubernur Jabar Atalia Praratya Dituduh Netizen Tutupi Kasus Predator Seks Herry Wirawan

Daerah yang pertama di singgahi  Syekh Abdul Muhyi dan isteri adalah daerah Darma Kuningan Jawa Barat.

Saat di Darma itu, Syekh Abdul Muhyi bertemu dengan Syeh Rama Aji Irengan seorang ulama keturunan Afrika.

Dan di daerah Darma tepatnya di Darmaloka,   sekarang Kampung Paleben, Desa Darma, Kecamatan Darma Kuningan Syekh Abdul Muhyi kembali Mesantren.

Abdul Muhyi bersama isteri kemudian menetap di daerah Darma Kuningan dan kembali masantren untuk memperdalam ilmu agama kepada Syekh Rama Aji Irengan.

Darma Loka atau Darma Aloka sebelumnya sering dijadikan tempat persinggahan Prabu Siliwangi buyut Syeh Abdul Muhyi.

Bisa saja kenapa Darma Loka daerah yang dipilih pertama untuk disinggahi Syekh Abdul Muhyi atas pertimbangan itu.

Setelah selesai di Darma Loka, pengembaraan Syekh Abdul Muhyi dilanjutkan ke daerah  Garut Selatan, tepatnya di wilayah Pameungpeuk.

Di Pameungpeuk ini Syekh Abdul Muhyi dan isteri tidak menetap lama dan hanya menghabiskan satu tahun.

Menurut cerita, Pameungpeuk bukan tempat yang ideal untuk menetap. Itu bisa dilihat dari tanda-tanda yang diperoleh Syekh Abdul Muhyi.

Perjalanan pencarian tempat ideal kemudian dilanjutkan ke arah timur dan sampailah di Lebaksiuh dan bermukim selama empat tahun.

Di lokasi inilah Syeh Abdul Muhyi mendapatkan kecocokan untuk tinggal dan mengembangkan agama Islam kepada masyarakat.

Syekh Abdul Muhyi tinggal di dalam gua yang sekarang dikenal dengan gua Safar Wadi. Nama Pamijahan muncul karena di goa tersebut kerap dijadikan tempat berkembang biak ikan atau kalau dalam bahasa Sunda Pamijahan.

Baca Juga: Biografi Fiki Alman Berikut Instagramnya, Cek pula Profil Roy Ikatan Cinta terbaru RCTI

Bisa jadi kenapa Syekh Abdul Muhyi menetap di Pamijahan, karena terdapat sumber mata air yang jernih dan bagus. Lokasi Pamijahan sama persis dengan lokasi Darma Loka dari sisi ketersediaan sumber air.

Pada era Syekh Abdul Muhyi ini Pamijahan dikenal sebagai kabuyutan yang menebarkan Islam bagi pemerintahan sukapura saat itu. Bahkan Syekh Abdul Muhyi dikenal juga sebagai penasehat bupati Sukapura kala itu.

Saat ini Pamijahan di Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya menjadi tujuan wisata ziarah umat muslim. Luas areal yang menjadi objek wisata kurang lebih 25 hektar.

Pada umumnya wisatawan yang berkunjung ke lokasi ini mempunyai minat khusus yaitu berziarah, sehingga objek wisata ini sangat kental dengan acara-acara ritual keagamaan yakni Islam.

Jarak tempuh dari Pusat Kota Tasikmalaya sekitar 65 Km ke arah selatan atau sekitar 2 jam perjalanan dengan kondisi jalan yang normal.

Lokasi ziarah di Pamijahan merupakan Makam Waliyulloh Syekh Abdul Muchyi. Namun  terdapat pula Makam Sembah Khotib Muwahid, Sembah Kudrot, Sembah Dalem Yudanegara, dan Sembah Dalem Sacaparana.

Bulan Rajab seperti sekarang ini, sering dimanfaatkan oleh para peziarah untuk berkunjung ke Pamijahan.

Peziarah mengunjungi makam Syekh Abdul Muhyi untuk sholat dan berdoa, kemudian melanjutkan perjalanan ke Goa Safarwadi yang tak jauh dari lokasi makam.

Di goa itu terdapat petilasan Syekh Haji Abdul Muhyi, seperti pertapaan, masjid, batu peci haji, dan tempat yang dulunya dipercaya sebagai pesantren.

Terdapat pula stalaktit (hasil sedimentasi yang mengantung di langit-langit goa) dan stalagmit (sedimentasi yang terbentuk di dasar goa) yang menambah pesona goa tersebut.

Nama Safarwadi sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu “safar” (jalan) dan “wadi” (lembah/jurang). Jadi, Safarwadi adalah jalan yang berada di atas jurang, sesuai dengan letaknya di antara dua bukit di pinggir kali.

Goa Safarwadi menjadi salah satu tujuan utama peziarah yang berkunjung ke Pamijahan. Panjang lorong goa sekitar 284 meter dan lebar 24,5 meter. Peziarah bisa menyusuri goa dalam waktu dua jam.

Baca Juga: BANDUNG, Covid-19 di Kota Bandung Turun Drastis, 15 Kecamatan Tercatat Nol Kasus

Salah satu bagian goa yang paling sering dikunjungi adalah hamparan cadas berukuran sekitar 12 meter x 8 meter yang disebut sebagai Lapangan Baitullah. Tempat itu dulu sering dipakai shalat Abdul Muhyi bersama para santrinya.

Di sana juga ada sumber air Cikahuripan yang keluar dari sela-sela dinding batu cadas. Mata air ini terus mengalir sepanjang tahun. Warga sekitar menyebutnya air “zamzam” Pamijahan.

Air itu dipercaya sangat berkhasiat. Tak heran jika para peziarah yang berkunjung ke Pamijahan tak lupa membawa botol air kemasan atau jeriken untuk menampung air “zamzam” itu.***

Editor: Yedi Supriadi

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x