DESKJABAR – Masyarakat diharapkan mendapat pembelajaran dari kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang tentang pentingnya menjaga dan melindungi Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Pakar forensik Kombes Pol Dr dr Sumy Hastry Purwanti menegaskan pentingnya masyarakat ikut melindungi TKP kasus pembunuhan saat berbincang dengan YouTuber Denny Darko.
Video perbincangan mereka tayang di kanal YouTube Denny Darko dengan judul "dr. Hastry: Tidak Perlu Pengakuan untuk Menentukan Tersangka, Alat Bukti Sudah Cukup!", Sabtu, 27 November 2021, malam.
Sumy Hastry menyatakan, jika terjadi pembunuhan, masyarakat jangan langsung memindahkan jenazah korban atau menutupi jenazahnya.
"Biarkan apa adanya. Jangan dipindahkan, jangan diangkat. Memang kasihan, tapi kesulitan kita nanti saat olah TKP ketika posisi tubuh jenazah sudah berubah," ucap dr Sumy Hastry.
Ia juga meminta masyarakat agar ikut menjaga TKP agar tidak ada orang lain, kecuali polisi, yang bisa masuk ke lokasi.
"Ya jaga, jangan sampai ada orang lain masuk, kecuali polisi," ujarnya.
Jika tidak ada police line, kata dia melanjutkan, masyarakat bisa membantu dengan memasang tali di sekitar TKP.
"Jangan pula misalnya jenasah ditutup. Karena bisa saja saat dibuka ada jejak yang kehapus oleh tutupnya tersebut. Padahal kan sudah menjadi jenazah. Mendingan dibiarkan di situ saja," kata dr Sumy Hastry.
Apalagi, kata dia menambahkan, jika yang ditemukan adalah jenazah tidak dikenal dan tanpa identitas.
Menurut Sumy Hastry, semua hal tersebut sangat penting untuk mengamankan petunjuk dan sebagainya di lokasi kejadian.
Bagi polisi, sangat penting melihat keadaan pertama seperti apa jenazah tersebut. Sebab, pada keadaan pertama, biasanya masih terlihat tanda-tanda penyebab orang tersebut meninggal dunia.
Jika posisi jenazah korban pembunuhan sudah diangkat, dipindahkan, dsb, maka olah TKP dan autopsi menjadi terganggu karena kemungkinan ada bukti-bukti yang hilang.
"Dengan membiarkan dahulu kondisi jenazah apa adanya, tim penyidik polisi diharapkan lebih mudah dalam melakukan penyelidikan mengapa bisa tewas, dan siapa pelakunya," tutur Sumy Hastry.
Ia juga memaparkan bahwa saat pertama menemukan jenasah korban pembunuhan maka tim penyidik dari kepolisian mengambil foto secara keseluruhan dari jenasah tersebut.
Temuan sidik jari dan DNA
Seperti diberitakan, setelah terjadi pembunuhan ibu dan anak di Subang pada 18 Agustus 2021, polisi yang masuk TKP mendapati lantai rumah dalam keadaan basah.
Pelaku diduga berusaha membersihkan sidik jari termasuk di tubuh korban Tuti Suhartini dan Amel sebelum ditumpuk di bagasi mobil Alpard.
Pelaku juga diduga membersihkan bodi mobil Alphard untuk menghilangkan jejak sidik jari.
Meskipun mobil sudah dibersihkan, menurut dr Sumy Hastry, karena dibersihkan secara terburu-buru sehingga di beberapa bagian mobil masih ditemukan sidik jari.
Sumy Hastry menilai pelaku kejahatan semakin pintar dalam menghilangkan jejak-jejak karena semua orang mudah mengakses forensik di internet, untuk mempelajari cara menghilangkan alat bukti.
Pada kesempatan lain, Sumy Hastry menjelaskan bahwa proses identifikasi kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang butuh waktu lama meskipun penyidik sudah mendapatkan puluhan DNA di TKP.
"Sekarang kasus Subang, kita sudah dapatkan puluhan DNA yang ada di sekitar lokasi, kita petakan. Matching nggak dengan DNA yang kita dapat di properti atau barang bukti di lokasi itu. Makanya butuh waktu lama," tutur dr Sumy Hastry.
Ia menjelaskan, pemeriksaan darah cepat, yaitu tiga hari selesai. Akan tetapi, untuk memeriksa sidik jari di rokok, atau di kursi, pintu, atau mobil, prosesnya lama.
"Tambah lama lagi karena pemeriksaan berulang dan diambil beberapa kali. Apalagi TKP Subang kacau sudah terkontaminasi karena ada banyak orang yang masuk," ujar Sumy Hastry.
Penyidikan kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang sudah lebih dari 100 hari, saat ini, polisi masih bekerja keras untuk mengungkap pelaku pembunuh,an otak atau dalang, juga pembantu, dan orang yang mengetahuinya.
Hingga hari ini, penyidik sudah memeriksa 55 saksi. Beberapa saksi di antaranya, sudah menjalani pemeriksaan berulang-ulang hingga belasan kali, termasuk Yosef, yang sudah menjalani pemeriksaan ke-16 kalinya.***