Abdul Rozaq Muslim Dituntut 6 Tahun Penjara oleh Jaksa KPK, Hak Politiknya juga Minta Dicabut

- 23 Juni 2021, 17:20 WIB
Jaksa KPK Feby Dwiyandospendy membacakan tuntutan atas terdakwa Abdul Rozaq Muslim di Pengadilan Tipikor Bandung
Jaksa KPK Feby Dwiyandospendy membacakan tuntutan atas terdakwa Abdul Rozaq Muslim di Pengadilan Tipikor Bandung /yedi supriadi

DESKJABAR- Abdul Rozaq Muslim, anggota DPRD Jabar dituntut hukuman 6 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain itu Abdul Rozaq Muslim harus mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 5,5 miliar bila tidak dibayar maka diganti dengan kurungan 2 tahun penjara.

Dalam amar tuntutan yang dibacakan jaksa KPK Feby Dwiyandospendy menyatakan terdakwa juga dikenakan denda sebesar Rp 250 juta dan bila tidak dibayar harus diganti dengan kurungan selama enam bulan penjara.

Baca Juga: Sidang Abdul Rozaq Muslim, Anggota DPRD Jabar Dadang Kurniawan Diduga Terima Suap Rp 100 Juta Dari Carsa ES

Kemudian jaksa KPK juga mengenakan hukuman tambahan berupa hukuman dicabut hak pilih dan dipilih dalam kurun waktu tiga tahun setelah hukuman pokok dijalani.

Demikian terungkap dalam sidang tuntutan kasus dugaan gratifikasi Bantuan Provinsi (Banprov) Jabar ke Pemkab Indramayu, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu 23 Juni 2021. Sidang yang digelar di Ruang II Pengadilan TIpikor Bandung tersebut dilakukan secara virtual.

Dalam amar tuntutannya JPU KPK Feby Dwiyandospendy menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dab berpanjut sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf a UU tindak pidana korupsi, sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.

"Menuntut terdakwa hukuman enam tahun penjara dikurangi selama berada dalam tahanan, dan pidana denda Rp 250 juta, subsider kurungan enam bulan. Dan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan," katanya.

Selain itu terdakwa juga diharuskan membayar UP atas kerugian negara setelah dikurangi dengan harta dan uang yang disita KPK sebesar Rp 3,6 miliar. Jadi UP yang harus dibayarkan Rp 5,3 miliar atau subsider kurungan selama dua tahun.

"Terdakwa juga dijatuhkan pidana tambahan yakni pencabutan hak dipilih sebagai pejabat publik selama tiga tahun dari pidana pokoknya;" ujarnya.

Sementara hal yang memberatkan dan meringankan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas pemerintahan yang bebas dari KKN, dan tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum, menyesal dan memiliki tanggungan keluarga.

Dalam urainnya, JPU KPK menjelaskan terdakwa selaku anggota DPRD Jabar periode 2014-2019 bersama-sama dengan Ade Barkah dan Siti Aisyah Tuti Handayani telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan,
melakukan atau turut serta melakukan perbuatan.

"Yakni menerima hadiah atau
janji, beberapa kali menerima pemberian uang yang totalnya sejumlah Rp 9,1 miliar dari Carsa ES seorang pengusaha yang jadi rekanan di Pemkab Indramayu," katanya.

Padahal, lanjutnya, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu terdakwa mengetahui
atau patut menduga bahwa uang tersebut diberikan dengan maksud supaya terdakwa bersama Ade Barkah dan Siti Aisyah Tuti Handayani selaku anggota DPRD Jabar
mengurus proses penganggaran proyek-proyek di lingkungan Pemkab
Indramayu yang didanai dari Bantuan Keuangan Provinsi (Banprov) Jawa Barat
Tahun Anggaran (TA) 2017 s.d. 2019.

Perbuatan terdakwa dilakukan saat masa reses 2016, bertemu dengan Carsa ES selaku
pengusaha konstruksi di indramayu dan mengatakan untuk pembangunan fasilitas umum di Kabupaten Indramayu dapat menggunakan anggaran Bantuan Keuangan Provinsi (Banprov) Jawa Barat.

"Saat itu terdakwa mengaku dapat mengurus proses penganggaran di Banggar DPRD, dan jika berhasil dan proyek dikerjakan Carsa dia harua memberikan fee (keuntungan) sebesar tiga hingga lima persen dari semua nilai proyek yang dikerjakan," katanya.

Atas permintaan terdakwa, Carsa ES menyetujuinya. Kemudian terdakwa memberikan arahan kepada Carsa agar membuat proposal proyek Banprov pada
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Indramayu dengan berkoordinasi dengan orangnya terdakwa di sana.

Setelah proposal pengerjaan proyek beraumber dari Banrprov diajukan ke provinsi, Carsa memberitahukan kepada terdakwa proyek mana saja yang akan dikerjakannya.
Selanjutnya terdakwa memperjuangkan paket-
paket kegiatan yang dipilih oleh Carsa tersebut, dengan cara memasukkan nama-nama kegiatan tersebut ke dalam daftar dana aspirasi dari Fraksi Golkar yang akan diajukan ke Pemprov Jawa Barat.

Namun, lanjutnya, dikarenakan terdakwa hanya memiliki jatah mengajukan dana aspirasi
sebanyak 5 kegiatan, maka terdakwa kemudian menemui Ade Barkah selaku wakil ketua Pimpinan DPRD Provinsi Jawa
Barat untuk meminta jatah dana aspirasi dari anggota DPRD Fraksi Golkar
maupun dari Fraksi lainnya.

"Ade Barkah mempersilahkan terdakwa dengan syarat tidak ada keberatan dari anggota-anggota DPRD yang diminta jatah dana aspirasinya tersebut. Terdakwa pun kemudian menemui Siti Aisyah dan meminta jatah proyeknya," ujarnya.

Bahwa perbuatan terdakwa yang menerima uang seluruhnya sejumlah Rp 9.180.500.000,00 dari Carsa ES kontraktor/rekanan di lingkungan Pemkab Indramayu bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara.***

Editor: Yedi Supriadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah