Anton Charliyan; Ridwan Kamil Bawahan Presiden Tak Sepatutnya Menolak Omnibus Law 

15 Oktober 2020, 23:23 WIB
ANTON Charliyan.* /

  
DESKJABAR
 – Tindakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang mengirim surat ke Presiden Jokowi berisi penolakan UU Cipta Kerja, setelah menemui massa buruh dan mahasiswa yang melakukan demonstrasi di Gedung Sate Bandung beberapa waktu lalu, menuai berbagai kritikan.

Salahsatunya dari mantan Kapolda Jabar dan Kadiv Humas Polri, Irjen Pol (Purn) Anton Charliyan. Menurutnya, Gubernur adalah kepanjangan tangan dari Pemerintah Pusat. Apapun yang sudah jadi keputusan Pemerintah Pusat harus didukung penuh oleh Pemerintah Daerah hinga  tingkat terbawah RW dan  RT. Apalagi Omnibus Law Cipta Kerja ini adalah sebuah UU yang mekanismenya sudah sesuai dengan konstitusi.

“Masa harus goyah hanya dengan alasan menampung aspirasi sekelompok massa yang belum punya kekuatan secara konstitusional. Kalau dalam militer, tidakan tersebut (yang dilakukan RK --red) sudah termasuk insubordinasi atau pembangkangan melawan atasan yang sudah bisa dikenakan hukuman disiplin”, kata Anton kepada DeskJabar, Kamis malam, 15 Oktober 2020.

Baca Juga: Gak Malu, Gatot Nurmantyo Ngaku UU Omnibus Law Cipta Kerja Sangat Mulia

Baca Juga: Said Aqil, UU Cipta Kerja Ekslusif, Tertutup, dan Kurang Dialog

Pimpinan gampang goyah, jelas Anton, menunjukan bahwa tingkat loyalitas seorang Kepala Daerah sangat rendah. Lebih memilih komunitas lain dari pada loyalitas kepada seorang pimpinannya sendiri yakni Presiden. Apalagi yang bersangkutan tahu tahu persis bahwa di balik semua itu ada kekuatan politik lain yang bermain yang nota bene merupakan oposan anti pemerintah yang kerap merongrong negara dan selalu bikin gaduh.

Tidak hanya khusus kepada Ridwan Kamil, pendiri dan Ketua Forum Silaturahmi Sunda Sadunya (FS3) itu juga menyoroti Kepala Daerah Provinsi lain yang melakukan hal yang sama. Tegas dia, perlu dipertanyakan loyalitas mereka --para kepala daerah yang mendukung para pendemo-- dalam bentuk apapun. Dalam kepemimpinan memang diperlukan staf atau bawahan yang pintar dan professional.

“Yang lebih diperlukan lagi adalah orang yang setia, loyal, berdedikasi dan militan. Tapi ingat, bukan dalam arti orang yang ABS (asal bapa senang –red)”, ujarnya.

Menurut Bah Anton, demikian ia dipanggil, dalam mengelola negara diperlukan harmoni dan sinergitas yang  tinggi. Jika daerah tidak sejalan dengan Pusat, maka akan hancurlah sistem yang selama ini harus dibangun. Jangankan di tingkat pusat, bila provinsi saja tidak didukung oleh salah satu bupatinya, akan sangat berdampak pada roda organisasi di tingkat Provinsi.

Dengan adanya  kejadian ini (kasus RK dan Kepala Daerah lain), hemat Anton perlu dijadikan pembelajaran dan evaluasi. Bila perlu ada teguran keras,  bahwa kepala daerah bukanlah seorang Raja, yang bisa seenaknya saja atau semaunya sendiri dalam mengambil satu keputusan.

“Perlu adanya koordinasi yang baik dan cepat antara pusat dan daerah. Karena sekali lagi, Negara ini bisa maju, bisa berjalan dengan maksimal bila adanya sinergitas yang harmoni dalam segala aspek. Tidak semau gue, semau-maunya sendiri kalau tidak ingin negara ini pecah ‘patojaiyah’ dan jadi ‘pabaliut”, ujar pria yang dikenal sangat mencintai budaya Sunda ini.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyatakan dengan tegas menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan oleh DPR RI bersama Pemerintah pada Senin (5/10/2020).

Penolakan tersebut disampaikan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan mengirimkan surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah. Juga kepada Pimpinan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh Tingkat Provinsi. Surat yang diterbitkan pada hari Kamis, 8 Oktober 2020 itu ditandatangani langsung oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil.

Baca Juga: Soal Kedatangannya ke Mabes Polri, Gatot Nurmantyo dkk Diminta Menghormati Proses Pemeriksaan

"Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menyampaikan asipirasi dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang menyatakan dengan tegas Menolak Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi Undang-undang," demikian tertulis dalam surat tersebut.

Ridwan Kamil meminta kepada Presiden Jokowi untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja. Ridwan Kamil menjelaskan alasan pihaknya menolak tegas UU Cipta Kerja karena di Jawa Barat telah terjadi aksi unjuk rasa dan penolakan terhadap undang-undang tersebut.

Penolakan Ridwan Kamil terhadap UU Cipta Kerja yang telah disahkan itu, juga mendapat kritikan pedas dari Tedy Gusnaidi, Politisi dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Dalam cuitan twitternya, Tedy meminta agar RK tidak mengambil sikap dua kaki dan harus mengikuti pemerintah pusat yang menerapkan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

“Ridwan Kamil cs kalau mau menolak UU Cipta Kerja, ya lepas gubernurnya, karena ada kewajiban daalam UU pemerintah daerah,” cuit akun @teddygusnaidi pada 10 Oktober 2020.***

 

Editor: Zair Mahesa

Tags

Terkini

Terpopuler