DESKJABAR - Menjelang 11 bulan penyelidikan kasus pembunuh ibu dan anak di Subang, terungkap fakta baru saat pelaku menghabisi nyawa kedua korbannya pada 18 Agustus 2021 lalu.
Pelaku pembunuh kasus Subang menyiksa korban secara sadis seolah ada dendam kesumat melampiaskan kekesalannya selain tujuan untuk menghabisi nyawa kedua korban.
“Terdapat luka yang mengejutkan di mata Amel (korban kasus Subang) yang membiru dan ada luka-luka di bagian tubuhnya. Itu mengindikasikan si pembunuh melampiaskan kekesalan selain tujuan untuk menghabisi”, ungkap Anjas Asmara.
Anjas Asmara, seorang dosen yang konsen mengawal kasus Subang sejak awal kejadian, mengatakan hal itu di kanal Youtube milik ahli forensik Polri dr Hastry, 28 Juni 2022 lalu.
Indkiasi bahwa pelaku memiliki dendam terhadap korban kata Anjas, berdasarkan analisa dari foto-foto yang didapatnya pada saat otopsi kasus Subang.
Dokter Hastry Purwanti yang melakukan otopsi ulang kedua jasad kasus Subang bahkan mengungkapkan, sebelum meregang nyawa ada perlawanan dari Amel.
“Namun soal luka di tubuh Amel sebenarnya pelaku itu sangat membenci sekali kepada ibu Tuti. Luka di bagian wajah ibu Tuti itu sangat atau lebih parah dari Amel”, kata dr Hastry.
Sebagaimana diketahui, Tuti Suhartini (ibu) dan Amalia Mustika Ratu alias Amel (anak) menjadi korban kasus pembunuh ibu dan anak di Subang.
Jasad Tuti dan Amel ditemukan bertumpuk di bagasi mobil Alphard yang terparkir di halaman rumahnya di Kampung Ciseuti, Jalancagak, Subang, Jawa Barat pada 18 Agustus 2021.
Mengamati bekas luka yang terdapat di bagian wajah dan tubuh kedua korban kasus Subang, dr Hastry mengaku merasakan luka-luka yang dia buat ke korban itu.
Atas dasar itu pulalah, dr Hastry menyebut jiga pelaku pembunuh kasus Subang adalah psikopat. Seorang psikopat melakukan sesuatu yang di luar nalar serta tidak pandang bulu.
Perilaku psikopat terjadi, jelas Hastry karena ada gangguan di organ otaknya yang tidak terbentuk secara sempurna.
"Itu sesuatu yang memang mempengaruhi dia secara kepribadian," kata dr Hastry seraya menambahkan, seorang psikopat penampakan sehari-harinya juga terlihat baik-baik saja.
Karena ada dugaan pelaku pembunuh kasus Subang seorang psikopat, beberapa waktu lalu ada saksi yang dites kebohongan dan tes kesehatan jiwa.
Dokter Hastry berharap, siapa pelaku pembunuh kasus Subang bisa ditemukan sesuai dengan apa yang dia kerjakan (otopsi) pada jenazah Tuti dan Amel.
Dokter Hastry mengakui jika dalam satu kasus sampai terjadi dua kali otopsi, maka yang lebih banyak dipakai hasil otopsi yang pertama, yang kedua hanya melengkapi.
Namun begitu kata Hastry, hasil otopsi kedua yang dilakukannya bisa juga menjadi alat bukti di pengadilan. Namun itu tergantung jaksa penuntut umum dan pembelanya.
“Apakah memang cukup dari visum yang pertama atau butuh visum kedua. Dan nanti kalau kurang saya dipanggil juga untuk memberi keterangan ahli”, jelas dr Hastry.
Contoh otopsi kedua yang justru menjadi kunci terungkapnya satu kasus, terjadi pada peristiwa pembunuhan Marsinah aktivis buruh di Jawa Timur beberapa tahun lalu.
Pada kasus Marsinah, penemuan alat bukti di otopsi kedua bisa menggugurkan semua tuduhan berdasarkan otopsi pertama karena ditemukan bukti baru di otopsi kedua yang sesuai.
Hastry menegaskan, dalam kasus Subang pun bisa saja hasil otopsi kedua yang dilakukannya yang dipakai. Misalnya pada visum pertama tidak menyebutkan jenis alatnya dan tidak cocok.
“Tapi kalau saya, di visum disebutkan kriteria alatnya seperti apa dan dari lukanya apa, terus dicocokkan cocok yang pakai visum saya. Sampai sekarang kan alatnya belum tahu kan pake senjata apa”, ungkap Hastry.
Atas dasar otopsi kedua yang dilakukannya, dr Hastry mengetahui benda apa yang digunakan pelaku. Namun ia tidak bisa mempublishnya karena ada Undang-Undang yang melarangnya.
"Dalam kasus Subang benda apa yang dipakai untuk membunuh korban, saya tahu tapi gak akan ngomong ," tegasnya.
Terus berjuang mencari keadilan
Menjawab pertanyaan Anjas Asmara yang menegaskan bahwa keadilan itu harus diperjuangkan bukan pemberian, dr Hastry menjelaskan, dalam kasus Subang dirinya tidak diam.
Dia menegaskan terus berjuang dalam kasus Subang dengan caranya sendiri untuk keadilan, meski banyak hal yang mentok.
“Namun begitu dengan mengucap Bismillah saya terus memberi hasil memberi masukan kepada pimpnan”, ujarnya.
Soal munculnya tudingan miring terhadap polisi di Kasus Subang yang dikatakan lemah, dr Hastry menepisnya.
Menurut dia, polisi bukan lemah tapi mungkin pelan atau lambat. Dan itu harus dimaklumi karena menginginkan hasil penyelidikan yang benar benar ilmiah.
Di akhir perbincangannya dengan Anjas Asmara, dr Hastry mengaku dirinya stress dengan adanya kasus Subang ini.
"Saya stress loh sebetulnya karena kasus Subang. Ibaratnya masyarakat atau keluarga korban berharap ke saya tapi saya belum memberikan yang terbaik", kata dr Hastry.
“Tapi tugas saya (sebenarnya) sudah selesai. Namun selesainya belum terungkap”, pungkas dr Hastry.***