Sidang Kasus Korupsi Eks Walikota Banjar, Mantan Anak Buah Herman Sutrisno Blak Blakan Bongkar Modus Bos nya

8 Juni 2022, 13:59 WIB
Sidang kasus korupsi Walikota Banjar Herman Sutrisno menghadirkan mantan Kepala Dinas PU Fenny Fahrudin dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu 8 Juni 2022 /DeskJabar/Yedi Supriadi

DESKJABAR - Sidang kasus eks Walikota Banjar Herman Sutrisno kembali digelar pada Rabu 8 Juni 2022 di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung.

Sidang Herman Sutrisno tersebut menghadirkan saksi mantan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Banjar Fenny Fahrudin.

Suami dari Walikota Banjar saat ini, Ade Uu Sukaesih tersebut dikuliti modus menggasak uang negara melalui sejumlah proyek di Banjar.

Baca Juga: Sidang Eks Walikota Banjar Herman Sutrisno Diundur Jadi Rabu 8 Juni 2022, Ini Dakwaan Jaksa KPK

Kesaksian Fenny tersebut seolah menguliti Herman Sutrisno saat mendapatkan fee usai mengatur proses lelang proyek di Kota Banjar.

Dakwaan Jaksa KPK pun menyebutkan, Fenny diketahui jadi 'tangan kanan' Herman dalam mengatur proses lelang agar dimenangkan perusahaan Rahmat Wardi.

Fenny juga diminta mengumpulkan uang fee yang disebut 'uang kaluhur' dari perusahaan untuk Herman Sutrisno.

Saat persidangan, jaksa KPK awalnya membacakan beberapa BAP jawaban Fenny terkait perkara itu.

Salah satunya saat ditanya bila tak melaksanakan tugas Herman akan berpengaruh pada karir Fenny.

"Apakah betul seperti itu?" tanya jaksa dalam sidang yang berlangsung di Ruang 4 Pengadilan Tipikor Bandung tersebut

"Iya," jawab Fenny singkat.

Jaksa juga membacakan BAP bila Fenny mengatur lelang dengan menyerahkan terlebih dahulu HPS ke peserta lelang dari awal sampai akhir. HPS diberikan kepada perusahaan Rahmat Wardi. Fenny pun mengamini terkait proses tersebut.

Baca Juga: Ini Penyebab Hakim Vonis 2 Tahun Pengusaha Rahmat Wardi, Penyuap Walikota Banjar Herman Sutrisno

"Apakah saudara kontrol atas perintah ke anak buah?, " tanya jaksa.

"Mengontrol saat pelelangan maupun setelah," kata Fenny menjawab

"Setelah lelang yang dilakukan bagaiaman realisasi dari fee yang tadi diminta kepada rekanan? Realisasi seperti apa?," tanya jaksa lagi.

"Realisasi dilakukan setelah pekerjaan selesai," kata Fenny menjawab lagi.

Terkait realisasi tersebut, sambung Fenny, dilakukan melalui dua tipe yakni perusahaan di bawah Gapensi dan ada juga dari perusahaan non-kontrak.

Perusahaan non-kontrak ini berkaitan dengan penyediaan bahan. Adapun perusahaan Rahmat Wardi berada di bawah Gapensi.

"Jadi setelah pekerjaan selesai, setelah dibayar itu ada yang dilakukan Gapensi karena rekanan tersebut. Jadi ada dari anggota Gapensi, ada dari pekerjaan non-kontrak. Jadi hanya pengadaan saja. Itu biasanya swakelola oleh dinas makanya saya langsung sampaikan ke Wali Kota," tuturnya.

Baca Juga: Pengumuman Hasil TKD dan Core Values Rekrutmen Bersama BUMN, Catat Jadwalnya

Fenny juga menyebutkan ada beberapa pembayaran fee yang dilakukan Rahmat Wardi ke Herman Sutrisno langsung. Fee yang dibayar per paket pekerjaan yang sudah selesai.

"Jadi setiap ada pekerjaan selesai, Rahmat Wardi sampaikan sudah serahkan uang ke Wali Kota?," tanya jaksa.

"Iya ke Wali Kota," jawab Fenny.

"Setelah uang diberikan bagaimana kontrol bahwa yang fee disampaikan?," tanya jaksa lagi.

"Karena saya menanyakan ke Rahmat maka yang di daftar dinas ditandai," kata Fenny lagi.

Jaksa juga membacakan BAP terkait nominal fee yang diserahkan pengusaha ke Herman Sutrisno. Untuk paket pengairan sebesar 8 persen sedangkan Bina Marga 5 persen.

"(Persentase seluruhnya) empat persen," kata Fenny.***

 

Editor: Yedi Supriadi

Sumber: liputan

Tags

Terkini

Terpopuler