DESKJABAR – Sekitar 3.500 tenaga kerja warga Jawa Barat tercatat mengalami kondisi dirumahkan selama PPKM Darurat (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) di wilayah ini sampai Selasa, 20 Juli 2021.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, M Taufiq Garsadi, di Bandung, kepada DeskJabar, Rabu, 21 Juli 2021, menyebytkan, jumlah 3.500 orang tersebut masih data sementara yang masuk ke dinas.
Disebutkan, bagi yang terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) masih memerlukan proses. Namun untuk ,data pekerja yang sudah resmi PHK keluar dari BPJS Ketenagakerjaan.
Baca Juga: Perpanjangan Diskon Tarif Listrik Langsung Berlaku Otomatis
Taufiq Garsadi juga menyebutkan, selama PPKM Darurat ada fenomena dimana sebenarnya perusahaan-perusahaan terutama yang skala besar sudah sangat ketat menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Namun disebutkan, masih ada juga perusahaan-perusahaan besar yang abai. Tetapi tingkat paparan Covid-19 di lingkungan kerja masih tinggi.
Ia menduga, penyebabnya, penyebaran virus justru berasal dari klaster rumah dengan masih rendahnya kesadaran terhadap protokol kesehatan, serta masih tingginya mobilitas masyarakat.
Sehingga, kata Taufiq Garsadi, PPKM Darurat bukan satu-satunya cara mengurangi Covid-19, 16, tetapi harus dibarengi kesadaran masyarakat dan prosentase masyarakat yang divaksin. “Yang ditakutkan, apabila dua hal tersebut tidak terlaksana, maka akan sia-sia pengorbanan dunia usaha dan masyarakat yang telah melaksanakan aturan PPKM Darurat. Ini akhirnya akan menghacurkan dunia usaha dengan ditandai penutupan usaha dan PHK,” ucap Taufiq Garsadi.
Baca Juga: Kisah Memilukan Ratusan Penumpang Kereta Bawah Tanah Terjebak Banjir Zhengzhou
Resiko ekonomi
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengingatkan adanya empat risiko yang membayangi berlangsungnya pemulihan ekonomi global sejak semester I-2021.
“Meskipun dengan cerita yang positif dan sangat baik pada semester I-2021, namun kita melihat ada risiko yang muncul juga dimulai pada semester I terutama di kuartal II,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta, dikutip Antara, Rabu, 21 Juli 2021.
Sri Mulyani menyebutkan pertama adalah kemunculan varian Delta yang menimbulkan risiko pengetatan atau restriksi sehingga menghambat penundaan normalitas aktivitas di banyak negara.
Ia mengatakan varian Delta yang muncul di India sehingga pada Maret, April, dan Mei, menimbulkan dampak luar biasa terhadap ekonomi serta masyarakat sekarang telah tersebar di lebih dari 130 negara.
Baca Juga: Di Bandung Penutupan Jalan Sudah Diperlonggar dan Pelaku Usaha Mulai Bisa Usaha
Terlebih lagi, lonjakan kasus Covid-19 varian Delta ini juga terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang telah melaksanakan program vaksinasi dalam jumlah sangat besar.
Kemudian, risiko kedua adalah pelaksanaan program vaksinasi yang tidak merata antarnegara maupun dalam satu negara sehingga menyebabkan pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi tidak seragam.
Ia mengatakan tidak meratanya vaksinasi antara lain karena masyarakat belum berkenan untuk divaksin, seperti di beberapa negara bagian di AS maupun memang tidak memiliki akses seperti di negara-negara di Afrika dan Asia. ***