Belum Swasembada Pangan, Tahu dan Tempe di Jabar Tergantung Amerika

- 29 Mei 2021, 17:25 WIB
Pekerja memperlihatkan kedelai di salah satu supplier kedelai di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat, 28 Mei 2021. Akibat meroketnya harga kedelai, sejumlah perajin tahu memutuskan untuk mogok produksi dalam 3 hari ke depan.
Pekerja memperlihatkan kedelai di salah satu supplier kedelai di Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat, 28 Mei 2021. Akibat meroketnya harga kedelai, sejumlah perajin tahu memutuskan untuk mogok produksi dalam 3 hari ke depan. /Pikiran Rakyat/Ade Mamad/

DESKJABAR- Produsen tahu dan tempe di Jawa Barat (Jabar) ramai-ramai melakukan aksi mogok produksi selama 28-30 Mei 2021. Mereka melakukan tindakan itu lantaran harga kedelai di pasaran melonjak sejak Januari 2021.

Aksi mogok ini disampaikan melalui surat pernyataan Paguyuban Tahu dan Tempe Jabar pada Kamis 27 Mei 2021. Sejumlah instansi terkait yang menangani persoalan ini masih belum memberikan solusi yang konket. Mereka berujar bahwa rantai pasaran kedelai masih dikuasi oleh asing.

Hal ini diakui oleh Eem Sujaemah, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jabar. Ia mengatakan bahwa meningkatnya harga kedelai diakibatkan minimnya pasokan kedelai yang masuk ke Indonesia.

"Berdasarkan keterangan Kementerian Perdagangan, importir lagi susah. Amerika sebagai importir lagi banyak permintaan, kedelai di Jabar ada, tidak langka, namun harganya mencapai Rp10.500-Rp10.700 per kilogram," ujar Eem di Bandung.

Baca Juga: Tidak Semua Sekolah Diizinkan Menggelar PTM Terbatas,Simak Penjelasannya

Senada dengan Eem, Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana mengatakan, berdasarkan laporan yang Ia dapatkan, ketersediaan stok kedelai impor di Kota Bandung itu ada. Namun, harganya mengalami kenaikan dari tren harga global di luar negeri.

"Amerika sebagai penghasil kedelai utama dunia itu belum panen. Berdasarkan informasi, ada pesanan yang luar biasa dari China ke Amerika itu sangat banyak. Ini juga mungkin supply demand, sehingga harga globalnya naik," katanya.

Menurut Yana, hal tersebut merupakan siklus yang terus berulang. Ia pun berpikir salah satu solusinya harus bisa swasembada. Karena harga kedelai lokal lebih mahal dibanding kedelai impor.

"Karena paling kita 5 persen produk lokal, 95 persen dari luar negeri. Itu pasti siklus seperti ini bisa berulang, karena kita sangat bergantung dari pihak luar. Tapi itu kebijakannya dari pusat," ucapnya.

Baca Juga: Pemda Provinsi Jabar Sebar 50.000 Telur Ayam di Bandung Raya Upaya Menuju Jabar Zero Stunting 2023

Sementara itu, Kepala Disdagin Kota Bandung, Elly Wasliah mengatakan, terkait swasembada kedelai, Ia pun berharap Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementrian Pertanian dapat mengurangi impor.

"Harga (kedelai) lokal yang lebih mahal karena mungkin dari aspek produksinya, biaya produksi lebih mahal, tapi jelas karena kami bukan sentra produksi kedelai lokal, kedelai lokal itu dari Madiun,"

"Dari Madiun ini adalah organik, harganya lebih mahal karena bisa dibilang lebih sehat. Untuk yang impor di sini (Pabrik Tahu Talaga), tahunya dijual Rp 3.500, sedangkan yang organik Rp5.500 jadi beda Rp2.000," katanya.

Adapun saat ini harga kedelai impor berkisar antara Rp10.300 - Rp10.700 per kilogram, sebelumnya Rp9.700. Karena hal tersebut Disdagin juga telah berdiskusi dengan Paguyuban Perajin Tahu Tempe.***

Editor: Yedi Supriadi


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah