GERHANA Bulan, Mitos Samagaha Dimana Bulan Ditelan Naga, Masyarakat Sunda Membunyikan Tetabuhan

- 8 November 2022, 07:30 WIB
Mitos masyarakat Sunda bahwa gerhana bulan atau samagaha merupakan peristiwa dimana bulan ditelan seekor naga
Mitos masyarakat Sunda bahwa gerhana bulan atau samagaha merupakan peristiwa dimana bulan ditelan seekor naga /flickr/liquidcrash/

DESKJABAR – Gerhana bulan yang akan terjadi pada Selasa 8 November 2022 sore, merupakan fenomena alam yang akan banyak menarik perhatian para penyuka astronomi.

Namun bagi masyarakat tradisional, gerhana bulan adalah peristiwa yang juga memiliki makna yang harus di sikapi.

Di masyarakat Sunda juga ada mitos terkait dengan gerhana bulan atau yang disebut dengan samagaha, dimana ada mitos samagaha adalah peristiwa bulan ditelan seekor naga.

Sebenarnya mitos terkait samagaha atau gerhana bulan tidak saja ada di masyarakat Sunda, tetapi juga banyak di masyarakat Nusantara seperti di Jawa, Tidore, dan masyaraka dayak Kalimantan.

Baca Juga: SORE Nanti Ada Gerhana Bulan, Ibu Hamil Harus Bagaimana, Inilah Mitos yang Masih Dipercaya di Masyarakat Jawa

Mitos turun temurun yang terjadi di masyarakat Sunda saat terjadi gerhana bulan atau samagaha, diceritakan pegiat literasi buku, Mamat Sasmita.

Dalam tulisannya yang dimuat di Surat Kabar Pikiran Rakyat Bandung edisi 2 April 2017, pemilik sebuah rumah baca di Kota Bandung itu menceritakan bahwa saat samagaha masyarakat Sunda akan membunyikan tetabuhan.

Bunyi-bunyian tersebut dimaksudkan agar peristiwa samagaha segera berlalu.

“Mun samagaha bulan, baheula mah sok rame tatakolan. Majar bulan jeur dilegleg naga. Mun samagaha panonpoe, ieu ge sok rame tatakolan, majarkeun panonpoe keur kawin jeung bulan, tulis Mamat Sasmita

Atau kalau diterjemahkan bahwa saat gerhana bulan, ramai dengan bunyi tetabuhan, katanya bulan ditelan naga. Jika gerhana matahari, ini juga kerap ramai dengan tetabuhan, katanya matahari tengah kawin dengan bulan,” tulisnya.

Baca Juga: Ridwan Kamil Ikut Desain Gedung Bappelitbang yang Terbakar, Lihat Bapak-bapak Nonton Kebakaran, Ini Responsnya

Peristiwa samagaha bagi masyarakat Sunda dimaknai sebaai sebuah penanda akan terjadinya sebuah peristiwa.

Masyarakat Sunda lama memaknai fenomena gerhana sebagai suatu pertanda akan peristiwa yang akan terjadi.

Masyarakat Sunda pun memakai peristiwa di langit dalam menamai waktu demi waktu dalam sehari, 24 jam dalam beberapa interval.

Bukti bahwa masyarakat Sunda dekat dengan astronomi diungkap sejarawan yang dikenal sebaai pakar Sunda kuno, Edi S. Ekajati.

Dalam artikelnya yang ditulis di surat kabar Pikiran Rakyat edisi Juni 2015, Edi S. Ekajati menulis bahwa masyarakat Sunda sudah lama memiliki hubungan erat dengan astronomi.

Baca Juga: Mediasi Sengketa Sekolah Alam Gaharu Baleendah Hasilkan Kesepakatan, LSM yang Lakukan Penggembokan Minta Maaf

Dalam artikelnya “Menguak Konsep Kosmologi Sunda Kuna” , Edi memaparkan bahwa pada zaman kuno (masa pra-Islam), orang Sunda memiliki konsep tersendiri tentang jagat raya.

Konsep tersebut merupakan perpaduan antara konsep Sunda asli, ajaran agama Budha, dan ajaran agama Hindu.

Uraian mengenai hal ini antara lain terdapat dalam naskah lontar Sunda Kropak 420 dan Kropak 422 yang kini tersimpan sebagai koleksi Perpustakaan Nasional di Jakarta.

Kedua naskah yang ditulis pada daun lontar dengan menggunakan aksara dan bahasa Sunda kuna itu berasal dari kabuyutan Kawali, termasuk daerah Kabupaten Ciamis sekarang.***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x