Alasan Belanda Kenapa Jabatan Bupati Harus Diisi Keturunan Prabu Siliwangi, Sejarawan Nina Lubis Menjelaskan

- 21 Mei 2022, 10:58 WIB
 Ilustrasi Prabu Siliwangi - Keturunan Prabu Siliwangi menjadi syarat utama dalam pengangkatan Bupati oleh pemerintah kolonial Belanda di tanah Pasundan.
Ilustrasi Prabu Siliwangi - Keturunan Prabu Siliwangi menjadi syarat utama dalam pengangkatan Bupati oleh pemerintah kolonial Belanda di tanah Pasundan. /Tangkap layar YouTube Anak Rantau/

DESKJABAR - Masyarakat Jawa Barat terutama masyarakat Sunda, sangat menghormati dan mengidolakan Prabu Siliwangi.

Besar dan agungnya nama Prabu Siliwangi di hati masyarakat Sunda, juga diketahui oleh pemerintah kolonial Belanda ketika tiba di Nusantara pada abad 18.

Prabu Siliwangi meninggal pada abad 15, oleh karena itu ketika Belanda datang ke Nusantara, Prabu Siliwangi telah tiada selama tiga abad lebih.

Kendati demikian, Belanda melihat masyarakat Jawa Barat tetap mengagungkan Prabu Siliwangi, bahkan hingga ke anak cucunya serta keturunannya yang masih hidup.

Kenyataan itu menjadi dasar pertimbangan pihak kolonial Belanda dalam pengangkatan para bupati di wilayah Jawa Barat, terutama Pasundan.

Baca Juga: Kerajaan Pajajaran di Bawah Prabu Siliwangi Memiliki Pasukan Gajah, Ini Penjelasan Penjelajah Portugis

Keturunan Prabu Siliwangi menjadi syarat utama dalam pengangkatan Bupati oleh pemerintah kolonial Belanda di tanah Pasundan.

Ada alasan utama Belanda bahwa Bupati harus dari anak cucu atau keturunan Prabu Siliwangi.

Seperti tadi diuraikan, masyarakat Pasundan sangat mengagungkan Prabu Siliwangi hingga keturunannya.

Kedua, dengan kondisi itu, Bupati dari keturunan Pabu Siliwangi, akan memiliki otoritas sebagai pemimpin sehingga diperkirakan bisa menjamin kepentingan Belanda di tanah jajahan.

"Prabu Siliwangi itu hidup sebagai raja legendaris di kalangan masyarakat Sunda. Karena itu , seorang calon elite birokrasi yang berdarah Prabu Siliwangi dijamin akan memiliki otoritas tradisional yang diperlukan," beber Dr. Hj. Nina Lubis dalam buku Tradisi & Transformasi Sejarah Sunda I tahun 2000.

Baca Juga: Selain Sakti dan Tampan, Prabu Siliwangi Seorang The Smiling King, Patungnya Tersimpan di Belanda?

Nina Lubis memberikan satu contoh bagaimana keturunan Prabu Siliwangi menjadi perhitungan utama pihak Pemerintah Kolonial Belanda dalam pengangkatan bupati di tanah Pasundan.

Pada 7 April 1893, Bupati Bandung ke-19, R. Tumengung Kusumadilaga meninggal dunia.

Karena anak laki-laki almarhum masih sangat kecil, baru berusia 5 tahun, maka diperlukan calon lain untuk mengisi jabatan Bupati Bandung yang kosong.

Pemerintah kolonial Belanda menginstruksikan agar Residen Priangan saat itu, Harders, segera mengajukan nama-nama untuk diangkat menjadi Bupati Bandung.

Sesuai ketentuan pada Besluit van Gouverner Generaal, maka Residen Harders harus mengajukan minimal dua nama kepada pemerintah untuk dipilih salah satu.

Masing-masing calon yang diajukan diwajibkan menyertakan asal usul keturunan mereka.

Ada dua nama yang diajukan Residen Harders saat itu.

Baca Juga: 2 Nama Tempat di Garut Utara Pemberian Prabu Siliwangi, Abadi hingga Sekarang dan Menjadi Daerah Maju

Pertama, Raden Demang Suriakarta Adiningrat, yang menjabat Patih Afdeling Cicalengka.

Dalam silsilah keturunnya, Raden Demang Suriakarta Adiningrat masih keturunan Parbu Siliwangi dari para Bupati Bandung terdahulu.

Calon kedua adalah Rd. Aria Martanagara, Patih Afedling Sukapura Kolot (Mangunreja) Tasikmalaya.

Dalam silsilah garis keturunannya, Rd. Aria Martanagara merupakan keturunan para Bupati Sumedang, yang merupakan keturunan Prabu Siliwangi.

Namun di luar dua nama tadi, ada Patih Bandung Raden Rangga Kusumanagara.

Raden Rangga Kusumanagara merasa berhak juga menjadi Bupati Bandung.

Alasannya, ia telah menjadi Patih Bandung selama 8 tahun, dan mengabdi kepada Hindia Belanda lebih dari 30 tahun.

Rd. Rangga Kusumanagara adalah anak Hoofd Jaksa Bandung. Ia pun seorang menak berprestasi sehingga mendapat penghargaan berupa gelar Rangga.

Selain itu, ia merasa berhak karena merupakan menantu dari Bupati Bandung.

Maka Rd. Rangga Kusumanagara mengajukan diri juga menjadi calon Bupati Bandung.

Namun dalam silsilah keturunannya, disebutkan ia "tiada toeroenan dari kepala besar".

Dan silsilah "tiada teoreonan kepala besar", maksudnya raja-raja, kata Nina Lubis, menjadi kartu mati bagi Raden Rangga Kusumanagara.

Residen Harders tak menyertakannya sebagai calon Bupati Bandung.

Itulah salah satu contoh bagaimana anak cucu Prabu Siliwangi menjadi pertimbangan utama pihak pemerintah kolonial Belanda dalam pengangkatan Bupati dan elite politik lainnya, terutama di Tatar Sunda.***

Editor: Sanny Abraham

Sumber: Tradisi & Transformasi Sejarah Sunda I


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x