DESKJABAR - Gunung Lawu terletak di antara perbatasan dua provinsi yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung Lawu dikenal sebagai pusat kegiatan spiritual di tanah Jawa.
Gunung Lawu yang terkenal angker dan menyimpan banyak misteri ini memiliki mitos sebagai tempat sakral di tanah Jawa.
Hal ini terlihat dari masih banyaknya peninggalan sejarah yang masih nampak di sekitar lereng gunung Lawu.
Gunung Lawu menyimpan banyak hal unik mulai dari peninggalan sejarah dan tempat 'moksa' Prabu Brawijaya V.
Kisah moksa Brawijaya menjadi cerita turun temurun di masyarakat sekitar dan juga para pendaki. Hal ini membuat kisah Gunung Lawu sangat menarik untuk ditelusuri.
Baca Juga: DANU TAK BISA MENGELAK LAGI, Keceplosan Ngaku Sendiri Keterlibatannya dalam Kasus Subang: NGAKU APA?
Dilansir DeskJabar.com dari unggahan kanal youtube Fidi Muhammad tanggal 16 Mei 2020 dengan judul 'Sumpah Terakhir Brawijaya di Gunung Lawu' mengisahkan tentang Prabu Brawijaya V yang sangat erat kaitannya dengan gunung Lawu.
Pelarian Prabu Brawijaya V
Pada masa akhir kerajaan Majapahit, kerajaan mengalami pasang surut di masa pemerintahan prabu Brawijaya V.
Putra Brawijaya yang bernama Raden Patah mendirikan kerajaan Islam yaitu kerajaan Demak yang menjadi kerajaan besar di Jawa.
Brawijaya gagal membujuk Raden Patah untuk kembali ke kerajaannya dan menolak jika kerajaan Demak menjadi bawahan kerajaan Majapahit.
Berawal dari pemberontakan menantunya sendiri, Brawijaya pindah ke kerajaan Demak. Raden Patah mengajak ayahnya untuk memeluk agama Islam namun beliau menolak.
Brawijaya tidak ingin terus berdebat yang hanya akan menyebabkan peperangan dengan putranya sendiri. Akhirnya Brawijaya memilih melarikan diri bersama pengikutnya ke Karanganyar.
Diketahui ada beberapa peninggalan Prabu Brawijaya di masa pelariannya:
1. Candi Sukuh
Candi Sukuh berada di dusun Sukuh kabupaten Berjo Karanganyar. Disini Brawijaya membangun Candi dan tetap memeluk agama Hindu. Sebelum candi selesai, pasukan Demak masih mengejarnya dan membuat Brawijaya lari ke Timur.
2. Candi Cetho
Berada di dusun Cetho desa Gumeng kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar. Disini Brawijaya membangun candi Cetho dan dikejar oleh pasukan Cepu pimpinan adipati Cepu yang menaruh dendam lama. Brawijaya lari ke arah gunung Lawu
3. Bulak Peperangan
Bulak Peperangan berada di lereng gunung Lawu. Konon di lokasi inilah terjadi pertempuran antara Brawijaya dan pasukan Cepu.
Geram dikejar pasukan Cepu, dalam persembunyiannya di puncak gunung Lawu, Brawijaya mengeluarkan sumpah kepada adipati Cepu, yang berbunyi:
"Sawijining ono angone uwong Cepu utawi turunane Adipati Cepu pinareng sajroning gunung Lawu bakale kengeng nasib ciloko lan agawe biso lungo ing gunung lawu"
Yang artinya: "Jika ada orang-orang dari Cepu atau keturunan langsung dari Adipati Cepu naik ke gunung Lawu maka nasibnya akan celaka atau mati di gunung Lawu"
Sampai sekarang tuah sumpah raja terakhir Majapahit, Brawijaya masih diikuti oleh orang Cepu, khususnya keturunan Adipati Cepu.
Gunung Lawu dan Brawijaya V
Dalam pertapaannya di puncak gunung Lawu, prabu Brawijaya ditemani oleh abdi dalem setianya, Sabdo Palon dan Noyo Genggong.
Baca Juga: Dialog dengan Jin Gunung Salak, Ustad Aam Bongkar Bahaya Ritual Menikahi Jin
Di sekitaran puncak gunung Lawu terdapat daerah yang sering digunakan oleh Brawijaya, di antaranya:
1. Sendang Drajat
Sendang Drajat merupakan tempat pemandian Brawijaya V. Airnya dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
2. Sendang Panguripan
Air ini pernah dipergunakan oleh Brawijaya dan dipercaya memiliki kekuatan magis.
3. Sumur Jalatundo
Sumur Jalatundo merupakan goa vertikal dengan kedalaman 5 meter. Tempat ini dipercaya sebagai tempat Brawijaya menerima wangsit selama di gunung Lawu.
Raden Fatah yang belum kehabisan akal meminta penasehat kerajaan Demak yaitu Sunan Kalijaga untuk memberikan pencerahan agama Islam kepada ayahnya (Brawijaya).
Sunan Kalijaga pergi ke tempat pesanggrahan Brawijaya di gunung Lawu. Sunan Kalijaga berhasil memberikan pencerahan kepada Brawijaya yang pada akhirnya bersedia memeluk agama Islam.
Masuknya Brawijaya kepada agama Islam menyebabkan murka Sabdo Palon dan Noyo Genggong.
Keduanya tidak bisa berbuat banyak dihadapan sunan Kalijaga, akhirnya mereka pergi meninggalkan Brawijaya dan bersumpah akan kembali ke tanah Jawa 500 tahun kemudian.
Brawijaya menjalani tapabrata hingga akhirnya moksa di salahsatu puncak gunung Lawu yaitu puncak Hargo Dalem.***