Kasus Corona di Indonesia Belum Berakhir, Namun ada Kabar Baru Ditemukannya Obat Covid, Obat Molnupiravir

- 9 Oktober 2021, 10:31 WIB
Kasus Corona di Indonesia Belum Berakhir, Namun ada Kabar Baru Ditemukannya Obat Covid, Obat Molnupiravir
Kasus Corona di Indonesia Belum Berakhir, Namun ada Kabar Baru Ditemukannya Obat Covid, Obat Molnupiravir /Kabar Tegal

DESKJABAR- Kasus Corona di Indonesia masih belum berakhir, meski sudah divaksin tetap saja harus menerapkan protokol kesehatan.

Namun ada kabar bagus dari Amerika Serikat tentang adanya obat covid dengan cara diminum dengan nama Molnupiravir (MK-4482, EIDD-2801).

Meski masih dalam tahap penelitian perusahaan farmasi asal Amerika Serikat Merck & Co, Molnupiravir sudah diumumkannya.

Baca Juga: UPDATE Yosef Subang Telepon Amel yang sudah Jadi Mayat: Mengungkap Tabir Pembunuh Ibu dan Anak di Subang

Dikatakan bahwa obat antivirus Monupiravir bisa menurunkan sekitar separuh risiko kematian dan rawat inap akibat Covid-19, pada pasien dengan gejala ringan dan sedang.

Dilansir Deskjabar dari AntaraInilah hasil uji penelitian Monupiravir

Obat Molnupiravir telah dilakukan uji coba klinis fase ke-3 obat ini, telah melibatkan 775 orang pasien Covid-19 dengan gejala ringan dan sedang selama lima hari atau kurang.

Bahkan, mereka ini mempunyai setidaknya satu faktor risiko atau komorbid seperti obesitas, diabetes mellitus, penyakit jantung dan juga usia tua lansia atau di atas 60 tahun.

Lalu hasilnya menunjukkan, sekitar 7 persen partisipan studi yang menerima obat Molnupiravir kemudian dirawat di rumah sakit dan tidak ada satupun yang meninggal.

Sementara pada kelompok yang mendapat plasebo, sebanyak 14 persen dirawat di rumah sakit atau meninggal.

Terkait hal itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Tjandra Yoga Aditama mengatakan, uji klinis pada pasien yang dirawat di rumah sakit sempat dihentikan, karena tidak menunjukkan hasil yang baik pada pasien yang sudah masuk rumah sakit.

“Waktu bulan April itu diputuskan penelitian diteruskan hanya pada mereka yang belum masuk rumah sakit, yang hasilnya baru diumumkan 1 Oktober ini,” kata dia yang pernah menjabat sebagai Direktur WHO Asia Tenggara dan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes itu.

Baca Juga: Cara Mudah Bayar Pajak Kendaraan Bermotor Pakai SIGNAL, Tak Perlu Antre Lagi

Namun berbicara soal kemanjuran obat tersebut, Tjandra menuturkan, hasil penelitian pada 40 persen sampelnya menunjukkan efikasi molnupiravir konsisten pada berbagai varian Covid-19 yang ditemukan, yaitu Gamma, Delta, dan Mu.

Kemanjuran obat dikatakan 50 persen lebih rendah daripada antibodi monoklonal yang digunakan untuk mengobati orang berisiko tinggi terkena Covid-19 bergejala ringan atau sedang.

Penelitian menunjukkan, antibodi tersebut mengurangi rawat inap dan kematian hingga 85 persen di antara pasien tersebut.

Tetapi para ahli, mengatakan pil antivirus baru kemungkinan besar akan berdampak lebih besar pada Covid-19 daripada antibodi yang rumit, karena pil dapat menjangkau lebih banyak orang.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya, melalui pedoman terbaru “WHO Therapeutics and Covid-19: living guideline” yang diterbitkan pada 24 September 2021 memberikan rekomendasi pada beberapa obat kombinasi antibodi monoklonal netralisasi yaitu casirivimab dan imdevimab, penghambat reseptor interleukin 6 (IL-6 receptor blockers) yaitu tocilizumab atau sarilumab dan kortikosteroid.

Dari sisi cara kerja, pil dirancang untuk memblokir virus agar tidak bereplikasi. Molnupiravir menipu virus corona agar menggunakan obat untuk mencoba mereplikasi materi genetik virus. Setelah proses itu berlangsung, obat akan memasukkan kesalahan ke dalam kode genetik.

Baca Juga: Kode Redeem Free Fire MAX Spesial 9 Oktober 2021, Ada Psycho Maniac dan Pumpkin Warrior untuk Sambut HALLOWEEN

“Jika Anda membuat cukup banyak kesalahan atau Anda membuat kesalahan di bagian yang benar-benar kritis, virus tidak dapat mereplikasi,” ujar wakil presiden penelitian vaksin dan penyakit menular di Merck, Daria Hazuda.

Pil perlu diminum sesegera mungkin setelah seseorang menunjukkan gejala Covid-19 yakni saat virus bereplikasi dengan cepat dan sistem kekebalan belum memasang pertahanan. Dalam uji coba, sukarelawan harus menunjukkan gejala dalam lima hari terakhir

Sementara itu terkait efek samping, studi memperlihatkan tidak ada yang serius di antara para sukarelawan dalam uji klinis Molnupiravir.
Demikian, peneliti mencatat efek samping umumnya ringan seperti sakit kepala dan ini sulit dibedakan apakah akibat Covid-19 atau bukan.

Berbekal hasil uji klinik fase 3, pihak Merck berencana mencari otorisasi darurat dari BPOM Amerika Serikat (FDA) untuk bisa digunakan warga Amerika sesegera mungkin. Bila semua proses berjalan lancar, regulator bisa mengesahkan obat tersebut sebelum akhir tahun ini.

Kepala penasihat medis untuk Presiden Amerika Serikat, Dr. Anthony S. Fauci, mengatakan tidak dapat memberikan batas waktu tertentu untuk persetujuan.

“FDA akan melihat data dan dengan cara yang sangat efisien dan efektif akan memeriksa data secepat mungkin,” katanya.

Bila disetujui, maka pil hanya ditujukan untuk pasien Covid-19 yang tidak dirawat rumah sakit. Sebab, uji klinis fase 3 hanya melibatkan mereka yang belum divaksinasi karena dianggap berisiko tinggi terkena Covid-19 seperti halnya lansia atau orang dengan kondisi medis seperti diabetes atau penyakit jantung.

Baca Juga: PAHAMI 4 Kelebihan dari Digital Invasion Weapon Loot Crate, Terbaru Kode Redeem FF 9 Oktober 2021

Walau begitu, para pakar berharap nantinya obat pada akhirnya akan tersedia untuk kalangan masyarakat lebih luas.
Merck berharap bisa memproduksi pil untuk 10 juta orang pada akhir tahun 2021.

Pemerintah Amerika Serikat bahkan sudah memesan sebanyak 1,7 program pengobatan yang sebenarnya tak cukup untuk semua orang warganya yang terkena Covid-19.

Biaya yang dikeluarkan sekitar 700 dolar Amerika per perawatan atau setara Rp 9,9 juta. Jumlah ini sekitar sepertiga dari biaya pengobatan antibodi monoklonal. Rencananya, obat tersedia gratis untuk orang Amerika seperti halnya vaksin Covid-19.

Sementara itu, Pfizer, Atea Pharmaceuticals, dan Roche juga sedang mengembangkan pil serupa. Hasil dari uji klinis mereka diharapkan bisa dirilis dalam beberapa bulan ke depan.***

Editor: Yedi Supriadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah