SEJARAH HARI INI, Serangan 1 Maret 1949 Yogjakarta Sebuah Strategi Jitu yang Membuka Mata Dunia

- 1 Maret 2021, 07:05 WIB
Teatrikal peringatan Serangan 1 Maret 1949
Teatrikal peringatan Serangan 1 Maret 1949 /kebudayaan.kemdikbud.go.id/

DESKJABAR – Bagi bangsa Indonesia, 1 Maret memiliki momen penting dalam perjalanan sejarah kemerdekaan bangsa ini. Ya!, Serangan 1 Maret 1949 Yogjakarta adalah fakta sejarah yang cukup banyak dikenal.

Sejarah Hari ini memaparkan kisah dari Serangan 1 Maret 1949, sebagai sebuah strategi jitu yang membuka mata dunia bahwa RI masih berdiri, serta sebagai strategi kontra propaganda Belanda.

Peristiwa serangan ini kemudian diangkat ke dalam layar lebar dengan berbagai judul. Tahun1951 Umar Ismail meluncurkan film "Enam Djam Di Djogdja", kemudian pada 1980-an  muncul film "Janur Kuning" yang disutradarai oleh Alam Rengga Surawidjaja.

Baca Juga: Warganet Banjiri Unggahan Foto Lawas Ririe Fairus, Rata-Rata Kesal Ke Nissa Sabyan dan Ayus Sabyan

Tahun 1982, lalu muncul film "Serangan Fajar " yang disutradarai oleh Arifin C Noor. Terakhir, pada 2014 muncul film berjudul “Sebelum Serangan Fadjar yang diproduksi oleh Anggit Citra Film bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan DIY dan disutradarai oleh Trianto Habsoro.

Banyak juga yang berpendapat bahwa Serangan 1 Maret 1949 Yorgjakarta sebenarnya tidak lebih penting dari momen-momen perjuangan lain pada saat itu, seperti Palalagan Ambarawa, Long March Siliwangi, Bandung Lautan Api, atau Serangan 10 November di Surabaya.

Namun, dalam paparan ini tidak akan membahas tentang kontroversi yang terjadi kemudian dalam pemaparan kembali tentang peristiwa tersebut. Melainkan memaparkan kenapa aksi itu harus dilakukan.

Latar belakang muculnya Serangan 1 Maret 1949 Yogjakarta, adalah ketika Belanda melakukan agresi militer II pada Desember 1948. Mereka menduduki ibu kota negara saat itu, Yogjakarta, dan menangkap para pemimpin RI ketika itu.

Baca Juga: Asparagus Tanaman ‘Tabungan’ bagi Petani, Simak Penjelasannya

Belanda kemudian melancarkan propaganda ke dunia internasional bahwa Indonesia dalam keadaan lumpuh karena ketiadaan pimpinan dan tentara.

Sejak itulah ide Serangan 1 Maret 1949 muncul dengan perencanaan yang sangat matang dan terkoordinasi tak saja melibatkan pimpinan tentara, tetapi juga para pemimpin sipil, termasuk pihak Keraton.

Aksi diawali sejak awal tahun 1949 dengan berbagai aksi seperti memutuskan telepon, merusak jalan kereta api, menyerang konvoi Belanda, serta tindakan sabotase lainnya,sejak awal tahun.

Akibatnya, Belanda terpaksa memperbanyak pos-pos di sepanjang jalan-jalan besar yang menghubungkan kota-kota yang telah diduduki. Hal ini berarti kekuatan pasukan Belanda tersebar pada pos-pos kecil diseluruh daerah republik yang kini merupakan medan gerilya.

Dalam keadaaan pasukan Belanda yang sudah terpencar-pencar, mulailah TNI melakukan serangan terhadap Belanda.

Baca Juga: Menko Polhukam Mahfud MD, Mardani Ali Sera dan Ernest Prakasa Turut Berduka untuk Artidjo Akostar

Pun ketika dilakukan Serangan 1 Maret 1949, di tempat lain para pejuang melakukan penyerangan ke Kota Solo, dengan tujuan agar Belanda tidak mengirimkan tentara bantuan ke Yogjakarta, saat ibu kota itu diserang.

Diilihnya Yogjakarta juga saat itu karena di kota tersebut banyak wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, serta masih adanya anggota delegasi UNCI (United Nations Commission for Indonesia) serta pengamat militer dari PBB.

Ini momen penting sehingga serangan itu akan bisa tersebar luas ke dunia internasional.

Pada 24 atau 25 Februari disepakati serangan dilakukan pada 1 Maret 1949 mulai pukul 06.00 saat sirine berbunyi.

Pada 1 Maret 1949, para pejuang Indonesia melakukan serangan dan dalam waktu 6 jam mereka sudah bisa menduduki Yogjakarta. Kemudian pada pukul 12.00 siang mereka diperintahkan untuk mundur ke luar Yogjakarta.

Keberhasilan serangan itu menyebar ke seluruh dunia, siara radio yang tertangkap di Burma memberitakan tentang keberhasilan serangan tersebut.

Baca Juga: Simak! Biodata Artidjo Alkostar yang Disebut Sebagai Algojo Koruptor 

Serangan Umum 1 Maret mampu menguatkan posisi tawar Republik Indonesia, mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa RI sudah lemah.

Tak lama setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta yang menjadi salah satu keberhasilan pejuang RI yang paling gemilang.

Ini membuktikan kepada Belanda bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan kavelerie, persenjataan berat - artileri, pasukan infantri dan komando yang tangguh.

Serangan umum Solo inilah yang menyegel nasib Hindia Belanda untuk selamanya.

Pada 29 Juni 1949, Yogyakarta dibebaskan dari pasukan Belanda di bawah tekanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah