Misteri Batu Melingkar Salawu, Kini Ditemukan Goa Kuno Sepanjang 30 Meter  

3 November 2020, 16:47 WIB
GOA Mahar (kiri) yang ditemukan di sekitar Batu Melingkar Salawu dan Bah Anton Charliyan (kanan). /Istimewa/DeskJabar/

DESKJABAR - Desa Jahyang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, tak henti bikin heboh. Pasca-penemuan artefak Batu Melingkar atau Cirkle Stone, sekitar 200 meter ke arah barat daya dari lokasi Batu Melingkar, ditemukan goa sepanjang 30 meter, tinggi 170 Cm  lebar 1 meter sampai 1,5 meter.

Masyarakat setempat menyebutnya Goa Mahar. Konon dulu goa itu dibangun karena merupakan syarat permintaan “mahar” dari seorang Penguasa atau Raja kepada siapa saja yang ingin menikahi putrinya.

Berpuluh bahkan beratus tahun lamanya, sebelumnya tidak ada yang tahu persis dimana lokasi goa itu. Masyarakat setempat  tahunya hanya dari dongeng dan ceritera turun temurun yang beredar dari mulut ke mulut sejak zaman kakek buyutnya.Sampai akhirnya tanpa disengaja, goa itu ditemukan.

Baca Juga: Perdana Menteri Sunda Empire Banding Karena Vonis Hakim Mengganggu Eksistensi Sunda Empire

Baca Juga: Seorang Remaja Diduga Jadi Korban Pembunuhan Geng Motor, Mayatnya Tergeletak di Dago Bandung

Lobang goa tertutup oleh pohon Gadung yang sudah berusia puluhan bahkan mungkin ratusan tahun. Posisi goa berada persis di bawah pohon Damar. Saat ditelusuri, di dalamnya terdapat mata air cukup besar yang mengalirkan air baik dari dinding maupun dari bawah permukaan.

“Setelah ditelaah lebih lanjut, goa tersebut lebih berfungsi sebagai sumber mata air untuk kehidupan masyarakat sekitar. Atau lebih tepatnya sebagai parit  tempat air mengalir daripada goa”, kata DR. Anton Charliyan Mpkn, pemerhati Sejarah dan Budaya Nusantara yang ikut terlibat dalam penelitian Batu Melingkar di Jahyang, Salawu, Selasa 3 November 2020.

Menurut Abah Anton –demikian panggilan akrabnya— budaya pengairan parit merupakan tradisi khas ciri wanci kebanggaan para penguasa di Tatar Sunda dan  Galuh  zaman dahulu. Mereka melakukan itu, untuk menunjukkan identitasnya sebagai seorang Penguasa atau Raja agar diakui eksistensinya.

Parit dalam prasasti Sunda kuno

Diungkapkan mantan Kapolda Jawa Barat ini, soal parit untuk menunjukkan eksistensi seorang penguasa kala itu, bisa ditelisik dari prasasti-prasasti atau naskah kuno di Tatar Sunda. Antara lain;

  1. Prasasti Kawali, peninggalan Prabu Wastu Kencana. Dalam prasasti tertulis: "Nu Marigi Sakulili. (’Dayoh’ yang telah membuat parit keliling Kota Kawali).
  2. Prasasti Batu Tulis Bogor: Pun ya nu nyusuk na pakwan”, peninggalan Prabu Surawisesa (Dia yang sudah membuat parit di Pakuan). 
  3. Prasasti Geger Hanjuang Galunggung dari Batari Hyang: "Nu Nyusuk di Galunggung (Yang sudah membuat parit pertahanan di Galunggung).
  4. Prasasti Tugu  Peninggalan Raja Purnawarnan: "Purim Prapya Chandrabagar yayau -  Dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya Gomati (Yang sudah menggali terusan sungai buatan (parit) Chandrabaqa dan Kali Gomati sepanjang 6122 busur atau 12 km....).
  5. Naskah amanat Galunggung: “Ngawalwakon agama nu nyusuk na Galunggung - jaga makeyana patikrama (Ikuti patikrama ajaran yang sudah membuat parit pertahanan di Galunggung).

ANGGOTA Tim Ekspedisi menyusuri kedalaman Goa Mahar.

Dari analisis bukti prasasti di atas, kata Bah Anton, dapat ditarik hipotesis bahwa untuk menunjukkan eksistensi sebagai seorang penguasa Raja Agung di Tatar Sunda harus berani membuat Prasasti, sebagai pengeling-ngeling mampu membuat parit. Bukan membuat candi atau bangunan khusus, meski di Sunda banyak juga ditemukan candi tapi tidak diketahui siapa pembuatnya.

“Karena membuat candi mungkin bukan merupakan sebuah prestise atau kebanggaan khusus bagi tradisi masyarakat (Sunda) saat itu. Tapi sebaliknya, jika sudah mampu membuat parit, terutama parit pertahanan pasti akan menjadi sebuah catatan, karena merupakan prestise dan kebanggaan besar pada era Budaya Sunda saat itu”, papar Anton.

Kembali ke soal penemuan Goa Mahar di Jahyang, Bah Anton meyakini prasyarat untuk  dapat diterima sebagai seorang suami atau menantu dari seorang penguasa menguatkan,  bahwa budaya  parit ini menunjukan sebagai budaya khas Penguasa Raja-raja tatar Sunda pada zamannya.

Sarat nuansa filosofis

Selain itu, bila ditelisik sampai ke jantungnya benar, kata dia, “budaya parit” sangat sarat nuansa filosofis, sangat multi guna bagi kehidupan manusia dan lingkungan alam. Parit berfungsi untuk kesejahteraan rakyat “ngertakeun jalma rea yakni sebagai jalur pengairan pertanian. Lalu parit sebagai pembuangan air pencegah banjir. Sebagai peresapan air.

Baca Juga: Kebutuhan Bayi Produk Prancis Ikut Diboikot. Seruannya Makin Meluas Dan Jadi Trending Topik Dunia

“Mungkin saja Belanda di Abad 17 dulu teknik mengeringkan daratannya dari 3 sungai utama menjadi 162 parit/anak sungai, ada kolaborasi atau idenya datang dari  ilmu paritnya Tatar Sunda”, kata Bah Anton.

Fungsi selanjutnya, parit sebagai sarana pertahanan untuk perang, menyimpan perbekalan dan tempat persembunyian. Fakta membuktikan, Amerika yang super power saja kalah dalam perang di Vietnam karena tentara Vietnam menggunakan parit bawah tanah sebagai sarana pertahanannya. Vietnam pun aman dari serangan bom. 

Perang Khondak dalam strategi Islam juga, sebut Bah Anton, konon kabarnya belajar dari pasukan Hindi yang berasal dari Jawadwipa . 

ARTEFAK Batu Melingkar (kiri) dan lorong Goa Mahar (kanan).

Lebih lanjut Bah Anton menuturkan, dulu Divisi Pasukan Resimen Pelopor 33 Divisi X  Sukapoera --salah satu pasukan cikal bakal Divisi Siliwangi di tahun 1945—di bawah pimpinan L Tobing, bermarkas di Jahyang. Pasukan ini menjadikan goa-goa yang ada di sekitar Jahyang sebagai pusat pertahanan. Bahkan Jend. AH. Nasution, Umar Wirahadi Kusuma, Didi Kartasasmita , Kol. Rusadi dll, pernah menginjakkan kakinya untuk merumuskan teori perang gerilya di Jahyang.

“Berbicara budaya parit paling fenomenal di Tatar Sunda, yaitu Parit Galunggung yang sekarang dikenal sebagai Batu Mahpar Galunggung di Singaparna Kabupaten Tasikmalaya”, kata Bah Anton. 

Apa sesungguhnya hubungan antara goa dengan Batu Melingkar yang ada di Jahyang. Apakah sebagai tempat bersuci?. Misalnya sebelum ke Cirkle Stone harus bersuci dulu di air Goa Mahar. Atau merupakan jalan tembus untuk mendapatkan mahar itu sendiri?.

“Apapun juga ceritanya, dengan ditemukannya Goa Parit di Jahyang itu, semakin memperkaya dan memperkuat warisan Budaya Sunda. Ada seribu misteri yang harus diungkap kita semua dari berbagai disiplin ilmu terkait. Ini tantangan yang harus kita jawab bersama”, pungkas Bah Anton.***

 

Editor: Zair Mahesa

Terkini

Terpopuler