17 Tradisi Unik Menyambut Bulan Suci Ramadhan di Indonesia

10 Maret 2023, 16:42 WIB
Macam-macam tradisi menyambut Ramadhan di Indonesia /pixabay/sasint/

DESKJABAR - Berikut macam-macam tradisi unik menyambut bulan suci Ramadhan yang ada di wilayah Indonesia.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Muslim di seluruh dunia. Pasalnya, bulan ke-9 dari kalender Hijriah tersebut menyimpan berbagai makna penting dalam ajaran Islam. Salah satunya adalah sebagai bulan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an dan bulan penuh berkah serta ampunan.

Selama bulan Ramadan berlangsung, seluruh umat Muslim diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa selama 30 hari. Kemudian merayakan kemenangannya pada perayaan Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 Syawal dalam kalender Hijriah. 

Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Memiliki berbagai tradisi unik dalam menyambut bulan suci Ramadhan dengan begitu meriah oleh berbagai masyarakat di penjuru Nusantara.

Keanekaragaman suku dan budaya tidak menjadi penghalang bagi masyarakat Indonesia untuk merayakan datangnya bulan suci Ramadhan. Dengan keunikannya masing-masing layaknya semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki makna ‘berbeda-beda, tapi tetap satu’. Berikut telah DeskJabar rangkum. 

Baca Juga: Berapa Minggu Lagi Puasa Ramadhan 2023? Inilah Jadwal Puasa Ramadhan 1444 H

Macam-macam tradisi menyambut bulan suci Ramadhan

1. Munggahan, Jawa Barat

Tradisi unik menyambut bulan suci Ramadhan yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Jawa Barat ini berasal dari bahasa Sunda, yang berarti “sampai ke”.

Masyarakat Jawa Barat memaknai tradisi Munggahan sebagai sampainya mereka di bulan Ramadhan. Oleh karena itu, Munggahan kerap dilakukan pada akhir bulan Syakban atau beberapa hari sebelum memasuki bulan Ramadan.

Tradisi yang sudah ada sejak masuknya ajaran Islam di tanah Sunda tersebut dilaksanakan dengan botram atau makan bersama. Selain itu saling meminta maaf, bersilahturahmi ke rumah keluarga serta kerabat, dan melakukan bebersih di tempat ibadah serta makam keluarga.

Munggahan dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah. Serta untuk upaya membersihkan diri dari hal-hal buruk sebelum memasuki bulan suci Ramadhan.

2. Nyorog, Betawi

Tradisi unik menyambut bulan suci Ramadhan orang Betawi yang disebut dengan Nyorog. Dilakukan dengan membagikan bingkisan kepada saudara-saudara sebelum memasuki bulan puasa dan Idul Fitri.

Tradisi yang dilakukan oleh warga Betawi di Jakarta ini umumnya berawal dari anggota keluarga termuda yang mengunjungi saudara-saudaranya yang lebih tua, atau orang yang dituakan di kampungnya, lalu membagikan bingkisan berupa sembako dan makanan khas Betawi. 

Dahulu, bingkisan yang dibagikan ketika melakukan Nyorog diletakkan di dalam rantang yang terbuat dari anyaman daun pandan. Namun, seiring perkembangan zaman, kini masyarakat betawi menggunakan rantang besi atau kotak makan untuk membagikan bingkisan Nyorog.

Makanan khas Betawi yang sering dibagikan saat tradisi Nyorog di antaranya adalah sayur gabus pucung, ikan bandeng, dan olahan daging kerbau.

3. Meugang, Aceh

Meugang menjadi salah satu tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Aceh sebelum memasuki bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha.

Tradisi ini lahir pada masa Kerajaan Aceh, yakni sekitar tahun 1607-1636 Masehi. Kala itu, Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah besar. Kemudian membagikan dagingnya kepada seluruh rakyat Aceh sebagai ungkapan rasa syukur dan tanda terima kasih kepada rakyatnya.

Semenjak itu, tradisi ini pun mulai mengakar di antara masyarakat dan dilaksanakan dalam menyambut hari-hari besar umat Islam hingga saat ini.

Meugang dilakukan dengan memasak daging dalam jumlah besar dan menyantapnya bersama keluarga, kerabat, dan anak-anak yatim piatu.

Tak jarang daging yang sudah dimasak dibagikan masjid untuk dimakan oleh tetangga dan warga lain, sehingga semua orang dapat merasakan kebahagiaan melalui sedekah dan kebersamaan. 

4. Malamang, Sumatera Barat

Malamang merupakan salah satu tradisi turun-temurun masyarakat Sumatra Barat yang dilakukan oleh kaum ibu-ibu dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan.

Sesuai namanya, Malamang memiliki arti memasak lamang, yakni sajian yang terbuat dari beras ketan putih dan santan yang dikukus di dalam batang bambu muda. 

Tradisi yang telah dilakukan sejak ratusan tahun silam berawal ketika Syekh Burhanuddin, pembawa ajaran Islam di Minangkabau, tengah bersilaturahmi ke rumah penduduk dan menyarankan masyarakat untuk menyajikan lamang ketika membagikan makanan kepada satu sama lain agar menghindari makanan haram. 

Di daerah Pariaman dan Agam, tradisi ini masih sangat melekat di masyarakat dan bahkan menjadi tradisi yang tidak hanya dilakukan ketika menjelang bulan puasa. Namun juga, di berbagai perayaan besar maupun acara keluarga.

Tujuan dari tradisi unik ini adalah untuk berkumpul bersama sanak saudara serta mempererat tali kekeluargaan.

5. Apeman, Yogyakarta

Tradisi Apeman rutin dilaksanakan tiap tahunnya oleh masyarakat Yogyakarta menjelang datangnya bulan suci Ramadan.

Sebagai kota destinasi wisata kelas dunia, tradisi yang mulanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih dan syukur kepada Yang Maha Kuasa ini juga digelar di Jalan Malioboro dan Jalan Sosrowijayan untuk menjadi daya tarik wisatawan. 

Tradisi ini dilakukan dengan membuat ratusan kue apem secara tradisional oleh anggota keluarga Keraton Yogyakarta Hadiningrat, yang dimulai dari proses ngebluk jeladren atau membuat adonan, kemudian dilanjutkan dengan proses ngapem atau memasak apem.

Tradisi Apeman dipimpin langsung oleh permaisuri sultan, dan diikuti bersama oleh para perempuan dari keluarga keraton lainnya.

6. Dugderan, Semarang

Tradisi Dugderan kini tidak hanya menjadi tradisi yang dilakukan oleh umat Muslim di Semarang menjelang bulan puasa saja. Namun, telah menjadi sebuah festival tahunan yang menjadi ciri khas kota Semarang.

Festival ini pun dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat yang tinggal di kota Semarang dan dilakukan untuk merayakan keanekaragaman etnis, budaya, kuliner, dan seni yang ada di Semarang. 

Istilah Dugderan berasal dari kata “dug” yang merupakan suara dari bedug dan deran yang berarti suara mercon, sebagaimana perayaan tersebut identik dengan arak-arakan yang diwarnai oleh suara bedug dan mercon.

Tradisi yang telah bergulir di Semarang sejak tahun 1882 tersebut dimeriahkan dengan Karnaval Warak Ngendog yang merupakan simbol hewan menyerupai kambing dan berkepala naga.

Karnaval yang berawal dari halaman Kantor Balai Kota sampai Masjid Agung Semarang tersebut nantinya akan dilanjutkan dengan pembacaan suhuf halaqah dan penabuhan bedug. 

7. Pacu Jalur, Riau

Pacu Jalur merupakan salah satu tradisi unik yang digelar oleh masyarakat di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau menjelang bulan Ramadhan dengan perayaan serupa pesta rakyat.

Tradisi ini sendiri dilakukan dalam bentuk perlombaan mendayung perahu yang terbuat dari kayu pohon. Istilah Pacu Jalur sendiri datang dari kata Jalur yang berarti perahu dalam bahasa penduduk setempat. 

Tradisi ini dilakukan tiap tahunnya di Sungai Batang Kuantan, yang telah digunakan sebagai jalur pelayaran sejak abad ke-17. Perlombaan yang selalu digelar dengan sangat meriah ini dipercaya sebagai puncak dari seluruh kegiatan, upaya, dan keringat yang dikerahkan oleh penduduk setempat dan dilakukan sebagai penghibur dari rutinitas sehari-sehari sebelum memasuki bulan Ramadan.

Baca Juga: Puasa Ramadhan 2023 Tanggal Berapa? Inilah Jadwal Puasa Ramadhan 1444 H

8. Balimau, Minangkabau

Balimau adalah tradisi unik yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Minangkabau, yakni melakukan pemandian dengan jeruk nipis untuk membersihkan diri secara lahir batin sebelum memasuki bulan suci.

Tradisi ini dilakukan satu atau dua hari sebelum memasuki bulan Ramadan dan dilaksanakan di kawasan yang dialiri oleh sungai ataupun memiliki tempat pemandian. 

9. Nyadran, Jawa Tengah

Nyadran merupakan tradisi yang penting bagi masyarakat Jawa Tengah. Pasalnya, tradisi ini dijadikan momentum untuk menghormati leluhur dan ungkapan rasa syukur pada Sang Pencipta.

Tradisi yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan. Dari mulai membersihkan makam keluarga, membawa sadranan atau makanan hasil bumi. Lalu makan bersama (kenduri) ini diadakan satu bulan sebelum dimulainya puasa.

Nyadran kerap kali dilaksanakan oleh masyarakat Jawa Tengah yang berada di daerah Magelang, Temanggung, dan Kendal.

Yang unik dari tradisi ini adalah acara makan bersama (kenduri) yang dilakukan bersama-sama dengan hidangan hasil tani dan ternak warga, serta disajikan di atas daun pisang.

Tradisi Nyadran dipercaya oleh masyarakat sebagai ritual pembersihan diri menjelang bulan suci. Serta bentuk bakti kepada anggota keluarga yang telah meninggal dengan memanjatkan doa dan membersihkan makam. 

10. Megengan, Jawa Timur

Nama Megengan memiliki arti “menahan”, yang dimaknai oleh warga Jawa Timur sebagai tradisi untuk menahan hawa nafsu sebagai persiapan menjelang bulan Ramadan.

Tradisi ini sendiri umumnya ditandai dengan selamatan yang diadakan di masjid maupun mushola dan dihadiri oleh warga di sekitarnya.

Dalam Megengan, seorang ustadz akan memimpin doa untuk memohon keselamatan dan kekuatan dalam menjalankan ibadah puasa. 

Ketika Megengan, warga yang hadir ke selamatan akan membawa nasi yang kerap disebut sego berkat, yang berisi sayur, lauk pauk, dan kue khas Jawa Timur.

Setelah pembacaan doa, setiap orang yang hadir dapat mengambil sego berkat milik siapa saja dan menyantapnya.

Tradisi ini pun dipercaya membawa nilai-nilai kebaikan seperti membawa rezeki, menanamkan sifat ikhlas, dan memupuk kebersamaan antar sesama umat Muslim. 

11. Ziarah Kubro, Palembang

Tradisi Ziarah Kubro sudah menjadi agenda tahunan bagi masyarakat Muslim Palembang yang tinggal di sepanjang Sungai Musi, khususnya bagi komunitas Arab di sekitarnya.

Tradisi yang diartikan sebagai ziarah kubur tersebut merupakan kegiatan mengunjungi makam para ulama dan pendiri Kesultanan Palembang Darussalam atau ‘waliyullah’ secara massal. Meski dilaksanakan secara massal, tradisi ini hanya dikhususkan bagi kaum laki-laki.

Kegiatan ziarah ini biasanya diisi dengan para peziarah yang mengenakan pakaian serba putih dan melakukan pawai menuju sejumlah titik ziarah di Palembang.

Tradisi ini pun berlangsung selama 3 hari berturut-turut dan kerap kali diikuti oleh peziarah yang datang dari kota-kota lain, seperti Aceh, Jambi, Jakarta, dan kota-kota Jawa Timur.

Momen ini juga digunakan sebagai waktu bagi peziarah untuk melakukan silaturahmi dengan sanak saudara dan sesama umat Muslim.

12. Padusan, Boyolali

Tradisi Padusan sudah ada di Boyolali sejak zaman Wali Songo dan telah dilakukan secara turun-temurun untuk membersihkan diri dalam menyambut datangnya bulan penuh berkah.

Awalnya, tradisi ini dilakukan dengan mendekati sumber mata air yang dipercaya oleh warganya bisa mendatangkan berkat dan rejeki, lalu masyarakat akan membersihkan diri di mata air tersebut. 

Perbedaan dari Padusan dengan tradisi-tradisi pemandian lainnya adalah Padusan harus dilakukan seorang diri. Sehingga orang yang melakukannya dapat merenung dan merefleksikan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan di masa lampau.

Dengan ini, masyarakat Boyolali percaya dapat memasuki bulan Ramadhan dengan niat yang lurus dan jiwa yang bersih. 

13. Kirab Dandangan, Kudus

Kirab Dandangan merupakan kirab (festival) yang dilakukan oleh masyarakat Kudus untuk menandai dimulainya ibadah puasa. Istilah dandangan atau dhandhangan diambil dari lantunan suara bedug masjid yang ditabuh ketika memasuki awal bulan Ramadhan.

Awalnya, tradisi ini dilakukan oleh para santri yang menunggu pengumuman puasa oleh Sunan Kudus di Masjid Menara Kudus.

Kesempatan tersebut pun akhirnya dimanfaatkan oleh para pedagang untuk ikut berjualan di sekitar masjid, sehingga kini kirab pun dijadikan momen warga untuk berkumpul sebelum memasuki bulan puasa. 

Selama kirab berlangsung, desa-desa yang ada di Kudus akan menampilkan kehebatan desa mereka dengan mengarak kerajinan yang mereka buat dari Jalan Kiai Telingsing menuju Masjid Menara Kudus.

Puncak dari tradisi Kirab Dandangan adalah pementasan teatrikal sejarah perayaan Dandangan yang diisi oleh warga Kudus.

14. Megibung, Bali

Walaupun mayoritas masyarakat Bali beragama Hindu, tradisi menjelang puasa yang dilakukan oleh muslim yang ada di Bali juga tidak kalah dengan upacara keagamaan Hindu.

Tradisi Megibung biasanya dilakukan umat muslim Bali menjelang bulan puasa. Acara makan yang diselingin dengan obrolan ringan ini telah menjadi sebuah budaya yang berasal dari Karangasem, Bali.

Megibung ini juga bisa diartikan sebagai makan bersama jadi dalam satu jamuan makan satu porsi nasi dan lauk pauk akan dimakan oleh sekitar 4-7 orang.

15. Perlon Unggahan, Banyumas

Seperti kebanyakan umat muslim di Indonesia, tradisi ziarah kubur pasti mewarnai perayaan jelang bulan suci Ramadan. Pelon Unggahan atau ziarah kubur yang dilakukan di Desa Pekuncen, Banyumas yang ada di Jawa Tengah ini dilakukan seminggu sebelum memasuki bulan Ramadan.

Bedanya dengan ziarah umum pada umumnya adalah Pelon Unggahan diawali dengan ziarah kubur ke makam Bonokeling. Orang yang berziarah ke makam Bonokeling diharuskan melepas alas kaki sambil menjinjing nasi ambeng makanan khas Banyumas.

Setelah melakukan ziarah warga Banyumas akan melakukan acara makan bersama-sama untuk menjaga tali silaturahmi.

16. Suro’baca, Makassar

Suro’baca tradisi jelang Ramadhan yang masih terpelihara di Makassar ini selalu dilakukan turun temurun di kalangan suku Bugis.

Acara ini biasanya dilakukan pada akhir bulan Sya’ban atau H-7 sampai dengan satu hari menjelang bulan Ramadhan.

Acara makan bersama sekaligus silahturahmi ini juga biasanya diisi dengan berdoa bersama dan diakhiri dengan ziarah ke makam para leluhur.

17. Gebyar Ki Aji Tunggal, Jepara

Berbeda lagi dengan di Jepara, Jawa Tengah masyarakat di sini selalu mengadakan karnaval sebelum memasuki bulan puasa. 

Masyarakat di Desa Karangaji, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah melangsungkan tradisi arak-arakan Gebyar Ki Aji Tunggal. Arak-arakan ini dilakukan rutin di bulan Sya’ban dalam kalender Hijriyah atau bulan Ruwah dalam kalender Jawa.

Karnaval ini bertujuan sebagai ajang silahturahmi dan ungkapan rasa syukur atau jasa pendahulu yang memberikan nilai-nilai kehidupan.

Berkat nilai religi, maka hadirlah tradisi-tradisi unik menyambut bulan suci Ramadhan. Sehingga tak jarang menarik wisatawan untuk datang langsung dan menyaksikan perayaan khas tersebut.***

Editor: Suhardi Arjuna

Tags

Terkini

Terpopuler