Inilah Alasan Kenapa Idul Adha 1443 H di Indonesia Berbeda dengan Arab Saudi?

2 Juli 2022, 20:57 WIB
Idul Adha tahun ini Indonesia berbeda dengan Arab Saudi /www.nu.or.id/Muhammad Syakir NF/

 

DESKJABAR – Pemerintah Arab Saudi menetapkan Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1443 H jatuh pada Sabtu, 9 Juli 2022.

Mengingat hilal awal Dzulhijjah 1443 H berhasil terlihat pada Rabu, 29 Juni 2022 atau bertepatan dengan 29 Dzulqa'dah 1443 H.

Hal ini berarti tanggal 1 Dzulhijjah 1443 H jatuh pada Kamis, 30 Juni 2022.

Keputusan tersebut berbeda dengan yang disampaikan oleh PBNU tepatnya pada Ikhbar PBNU mengenai penetapan awal bulan Dzulhijjah.

Lalu faktor apa yang membuat penetapan hari raya Idul Adha di Indonesia berbeda dengan Arab Saudi ?

Menurut Ustadz M. Ma’rufin Sudibyo yang dikutip dari kanal YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama, mengenai “Kenapa Idul Adha Nahdlatul Ulama Beda dengan Saudi Arabia?” yang dirilis pada 1 Juli 2022.

Baca Juga: IDUL ADHA, Ini Kebiasaan Rasulullah SAW di Awal Dzulhijjah, Kata Ustadz Abdul Somad Langsung dari Istri Nabi

“Ada sebuah proses Panjang terkait ikhbar ini, sebelum pada akhirnya menuju pada kesimpulan tersebut. Proses tersebut dimulai dari rentang kalender hijriah, dimana kalender hijriah ini mengacu pada pergerakan bulan mengelilingi bumi,” ucap Ustadz Ma’rufin.

Ustadz Ma’rufin menambahkan dari pergerakan bulan mengelilingi bumi tersebut, maka akan kita dapatkan dua angka.

Angka yang pertama terkait periode Sideris, yaitu ketika bulan tepat mengelilingi bumi dalam bentuk lingkaran 360 derajat, namun angka ini tidak digunakan dalam operasionalisasi dari kalender hijriah.

Angka yang digunakan yaitu periode Sinodis, yaitu selang waktu seolah-olah bertemunya bulan dan matahari yang berurutan.

“Dalam khazanah ilmu Falaq kita menyebutnya seolah-olah bertemunya bulan dan matahari ini sebagai ijtima’ atau dalam bahasa Indonesia kita menyebutnya sebagai konjungsi, karena terlihat berdekatan dan seakan-akan berada dalam satu garis lurus,” tambah Ustadz Ma’rufin.

Informasi tambahan yang kami kutip dari www.nu.or.id, Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU), K.H Sirril Wafa menyampaikan bahwa secara syar'i, awal hari dimulai dari saat terbenam (ghurub) matahari hingga terbenam berikutnya.

Baca Juga: Aqiqah Dulu atau Qurban yang Paling Utama? Simak Penjelasan Buya Yahya

“Jarak antara kedua negara cukup jauh, secara geopolitik juga berbeda karena tidak dalam satu Kawasan, ini meniscayakan adanya perbedaan dalam memulai hari," ujar K.H Sirril.

Beliau pun menambahkan hilal yang menandai masuknya awal bulan bisa saja berbeda-beda di setiap negara. Misalnya untuk kasus awal Dzulhijjah 1443 H ini, di Arab Saudi posisi hilal berada di posisi yang  tinggi atau elongasinya sudah memungkinkan untuk dapat dirukyat. Meskipun kriteria yang digunakan bisa beda dengan Indonesia.

“Sementara di Indonesia, sudah ambil sikap dengan penerapan kriteria baru (Neo MABIMS dengan tinggi hilal minimal 3 derajat, elongasi minimal 6,4 derajat) dan di seluruh Indonesia belum mencapai kriteria. Hal itu diperkuat laporan hasil rukyat yang nihil,” tambah K.H Sirril.

Hasil perhitungan dengan metode ilmu falak ala Nahdlatul Ulama, ketinggian hilal awal Dzulhijjah 1443 H mencapai + 2 derajat 11 menit 00 detik dan lama hilal 11 menit 38 detik untuk markaz Gedung PBNU Jakarta koordinat 6º 11’ 25” LS 106º 50’ 50” BT.

Sementara konjungsi atau ijtima’ bulan terjadi pada Rabu Legi 29 Juni 2021, pukul 09:52:15 WIB, letak matahari terbenam berada pada posisi 23 derajat 16 menit 57 detik utara titik barat, sedangkan letak hilal pada posisi 27 derajat 22 menit 41 detik utara titik barat.

Adapun kedudukan hilal berada pada 4 derajat 05 menit 16 detik utara matahari dalam keadaan miring ke utara dengan elongasi 5 derajat 04 menit 35 detik.

"Jadi dengan penjelasan ini, antara kedua negara suatu saat bisa jadi bersamaan dalam mengawali bulan, bisa jadi beda seperti sekarang ini," terang Sirril.***

Editor: Sanny Abraham

Sumber: Youtube TVNU

Tags

Terkini

Terpopuler