DESKJABAR - Bulan Syaban di kalangan masyarakat dikenal juga dengan bulan ruwah, atau juga roh.
Tidak heran jika di bulan Syaban atau bulan ruwah ini, ada tradisi ruwahan yang sering dilakukan masyarakat di daerah.
Buya Yahya menjelaskan kenapa bulan Syaban disebut bulan ruwah atau roh, dan muncul tradisi ruwahan.
Banyak masyarakat yang menyebut bulan Syaban ini dengan bulan ruwah atau roh dan di daerah muncul tradisi ruwahan.
Baca Juga: Beda Pendapat Tentang Nisfu Syaban, dan Cara Bijak Menyikapinya, Ini penjelasan Syekh Ali Jaber
Inilah penjelasan Buya Yahya mengenai bulan Syaban yang dikenal masyarakat bulan ruwah atau roh dan muncul tradisi ruwahan.
Dalam YouTube Al-Bahjah TV dengan judul "Hukum Tradisi Ruwahan Jelang Bulan Puasa | Buya Yahya Menjawab" yang tayang pada 15 Maret 2022 dijelaskan mengenai hal tersebut.
Kata Buya Yahya, di bulan Syaban ini ada tradisi ruwahan yang biasa dilakukan masyarakat.
Bulan Syaban dikenal dengan bulan ruwah atau roh. Namun yang perlu diluruskan dahulu adalah keyakinan tentang rohnya bagaimana.
Jika yang dimaksud rohnya adalah orang orang yang meninggal dunia dari orang orang yang beriman.
"Kemudian roh orang beriman tersebut mendahului kita. Makan kita mendoakan mereka, kapan saja kita boleh mendoakan," kata Buya Yahya.
Jadi kata Buya Yahya, tradisi ruwahan yang ada di masyarakat kita menjelang Ramadhan membuat makanan itu adalah makna yang besar.
Kata Buya Yahya, untuk yang masih hidup, menjalin silaturahim, tukar menukar makanan, dan itu suasana indah.
"Dahulu kita masih seperti itu sampai masakan ibu mana yang paling enak kita tahu," kata Buya Yahya.
Kata Buya Yahya, jika melihat suasana indah seperti itu jangan dihilangkan. Justru itu muqodimah atau pembuka, menjalin keakraban sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Kemudian di dalamnya ada doa doa untuk orang orang yang sudah mendahului kita, maknanya mendoakan roh orang yang sudah meninggal dari ahli iman maka tidak mengapa.
Kata Buya Yahya, kalau ada kesalahan dalam sebuah tradisi atau hal yang tidak baik, seperti menganggap sakral roh roh siapa yang tidak jelas. Maka bagian tersebut dihilangkan saja.
Sebab secara dhohirnya baik, berkumpulnya orang orang, saling silaturahim, bertukar atau berbagi makanan, bersedekah, itu hal yang disyariatkan.
Selagi perkumpulan tersebut baik, masih bisa diarahkan, sesuai dengan syariat boleh dilanjutkan.
"Apalagi menjelang puasa Ramadhan, bisa saling bermaafan lebih baik lagi," kata Buya Yahya.
Jika ada yang di luar syariat, maka kata Buya Yahya tinggal kita meluruskan atau menghilangkan bagian yang tidak baiknya.***