Orang Sunda Sebagai Pewaris Tunggal Kujang Wayang Prabu Siliwangi, Yang Sesungguhnya Sudah Islam!  

11 Februari 2022, 18:02 WIB
Kujang Wayang adalah salah satu dari peninggalan Prabu Siliwangi. Beberapa koleksi kujang ini dimiliki oleh orang Sunda. /PR/ARIF HIDAYAH/

DESKJABAR - Kujang Wayang adalah salah satu dari peninggalan Prabu Siliwangi, yang beberapa koleksi kujang ini dimiliki oleh orang Sunda.

Konon kujang wayang ini diawali pada zaman Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Sumedang Larang mewariskannya kepada orang Sunda.

Seperti diuraikan Jacob Sumardjo dalam bukunya, Filsafat Seni (2000) dan Simbul-simbul Artefak Budaya Sunda (2004), citra Kujang wayang sebagai sebuah jimat atau azimat, pertama kali muncul di masa Kerajaan Padjadjaran Makukuhan dan Panjalu.

Baca Juga: Jumat Berkah, Waktunya Beramal Jariyah, Syekh Muhammad Jaber: Ajarkan Surat Ini, Dapat Pahala yang Sama

Selanjutnya, Jacob Sumardjo menjelaskan seperti ini:

Tepatnya pada masa pemerintahan Prabu Kudo Lalean (disebut juga Prabu Kuda Lelean di tanah Sunda dan Kerajaan Panjalu Ciamis).

Prabu Kuda Lelean/Kudo lalean juga dikenal sebagai Hyang Bunisora dan Batara Guru di Jampang karena menjadi seorang petapa atau resi yang mumpuni di Jampang (Sukabumi).

Sejak itu, Kujang wayang secara berangsur-angsur dipergunakan para raja dan bangsawan Kerajaan itu sebagai lambang kewibawaan dan kesaktian.

Keberadaan kujang wayang sebagai identitas Sunda kini sebatas totem di lalu lintas jalanan yang cepat atau di banyak simbol pemerintahan yang tengah fokus ­memajukan peradaban.

Dalam kondisi lemah cai yang makin larut oleh ­modernitas, segelintir tokoh masih ­berupaya menjaga nilai kehormatan kujang wayang sebagai bilah-bilah pewaris tatanan ­Kasundaan.

Semakin hari, posisi kujang wayang semakin lemah eksistensi­nya dihadapkan pada syarat percepatan pembangunan bangsa yang memerlukan logika dan akal sehat.

Baca Juga: 4 Amalan Penting di Hari Jumat Menurut Syekh Ali Jaber, Lakukan Nomor 4 agar Didoakan Malaikat

Perlakuan istimewa pada fisik kujang wayang akan mudah mengarah pada takhayul, klenik, hingga pemujaan spirit penghasil kesia-siaan yang memperlambat kemajuan Jawa Barat.

Di luar perspektif tersebut, rupanya masih ada tangan-tangan penjaga keistimewaan kujang wayang.

Bentuk Kujang wayang telah berkembang lebih jauh pada generasi mendatang yang sudah memasuki peradaban Islam abad ke delapan.

Model-model yang berbeda bermunculan. Ketika pengaruh Islam tumbuh di masyarakat, Kujang telah mengalami reka bentuk menyerupai huruf Arab “Syin”.

Ini merupakan upaya dari wilayah Pasundan, yakni Prabu Kian Santang (Dikenal juga dengan Nama Prabu Borosngora dan Bunisora Suradipati dari kerajaan Panjalu), yang berkeinginan meng-Islamkan rakyat Pasundan.

Akhirnya filosofi Kujang wayang dari kultur yang lampau, direka ulang sesuai dengan filosofi ajaran Islam.

Syin sendiri adalah huruf dalam sajak (kalimat) syahadat dimana stiap manusia bersaksi akan Tuhan yang Esa dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya.

Dengan mengucap kalimat syahadat dan niat di dalam hati inilah, maka setiap manusia secara otomatis masuk Islam.

Baca Juga: SEBAIKNYA ANDA TAHU, Doa 1 Jam di Hari Jumat di Waktu Ini, Syekh Ali Jaber: Tidak akan Ditolak Allah SWT

Manifestasi nilai Islam dalam senjata kujang wayang adalah memperluas area mata pisau yang menyesuaikan diri dengan bentuk dari huruf Syin.

Kujang model terbaru seharusnya dapat mengingatkan si pemiliknya dengan kesetiannya kepada Islam dan ajarannya.

Lima lubang pada Kujang telah menggantikan makna Trimurti. Kelima lubang ini melambangkan 5 tiang dalam Islam (rukun Islam).

Sejak itulah model kujang wayang menggambarkan paduan dua gaya yang didesain Prabu Kudo Lalean dan Prabu Kian Santang.

Namun wibawa Kujang sebagai senjata pusaka yang penuh “kekuatan lain” dan bisa memberi kekuatan tertentu bagi pemiliknya, tetap melekat.

Dalam perkembangannya, senjata Kujang wayang tak lagi dipakai para raja dan kaum bangsawan.

Masyarakat awam pun kerap menggunakan kujang wayang sama seperti para raja dan bangsawan.

Di dalam masyarakat Sunda, Kujang kerap terlihat dipajang sebagai mendekorasi rumah sekaligus penjaga rumah.

Konon ada semacam keyakinan yang berkait dengan keberuntungan, perlindungan, kehormatan, kewibawaan dan lainnya.

Baca Juga: Orang Sunda Pewaris Kujang Pabu Siliwangi, Mitos atau Fakta?

Namun, ada beberapa takhayul yang dianggap sebagai pantangan yang tak boleh dilakukan. Yakni memajang Kujang secara berpasangan di dinding dengan mata pisau yang tajam sebelah dalam saling berhadapan.

Ini merupakan tabu atau larangan, selain itu, tidak boleh seorangpun mengambil fotonya sedang berdiri di antara 2 kujang wayang dalam posisi tersebut.

Kabarnya, ini akan menyebabkan kematian terhadap orang tersebut dalam waktu 1 tahun, tidak lebih tapi bisa kurang.***

Editor: Samuel Lantu

Sumber: Filsafat Seni, Jacob Sumardjo, 2000 Simbul-simbul Artefak Budaya Sunda, Jacob Sumardjo, 2004

Tags

Terkini

Terpopuler