Petani Kini Mudah Lelah dan Sakit, Harga Pangan Bisa Mahal Akibat Pertanian Terancam Pemanasan Global

- 13 Juli 2023, 09:44 WIB
Petugas pertanian di Jawa Barat memberikan pelatihan pengendalian hama.
Petugas pertanian di Jawa Barat memberikan pelatihan pengendalian hama. /dok Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat

DESKJABAR – Usaha pertanian dan harga pangan di Indonesia ikut terancam mahal, karena petani menjadi mudah lelah dan sakit. Pihak Greenpeace menilai, ini merupakan salah satu dampak terjadinya perubahan iklim pemanasan global, akibat kerusakan lingkungan hidup.

Pihak Greenpeace Indonesia, melansir, kondisi petani menjadi mudah lelah dan sakit, sebenarnya merupakan gejala umum pada pertanian pangan dunia. Ini disebabkan gelombang panas kian sering terjadi, sehingga menambah pemanasan bumi yang mengganggu usaha pertanian.

Pihak IPCC (The Intergovernmental Panel on Climate Change) menyebutkan, delapan persen dari tanah pertanian tidak dapat digunakan lagi, jika pemanasan bumi menyentuh 1,5 derajat celcius.

Baca Juga: Pertanian Padi Digenjot, Harga Jagung Jadi Mahal pada Juli 2023

Implikasi

Melalui Instagram @greenpeaceid, disebutkan, bahwa di Indonesia ada sekitar 38 juta orang hidup dari usaha pertanian. Krisis iklim beresiko membuat para petani tanaman pangan menjadi turun kesejahteraannya, sehingga berdampak produktivitas pertanian menurun.

Menurut pihak Greenpeace, dampak dari petani kini mudah lelah dan sakit, beresiko memunculkan turunnya produksi padi, jagung, dan telur. Kondisi demikian terjadi di Indonesia dan dunia, dimana ketiga komoditas pangan itu merupakan kebutuhan vital.

Dampak yang terjadi kepada tanaman pangan akibat dampak pemanasan global kepada tanaman pangan adalah, terjadinya kekurangan air, tingkat penyerbukan kurang, fotosintesis menjadi lambat, serangga dan pathogen lebih banyak menyerang.

Baca Juga: Musim Kemarau 2023, Pertanian Jawa Barat Waspada Peningkatan Serangan Hama Tikus

Disebutkan, untuk padi Ciherang di Indonesia diperkirakan turun sampai 30 persen pada tahun 2040. Produksi jagung dunia menjadi turun 24 persen pada tahun 2050, serta produksi telur sampai 28,8 persen.

“Bila hasil panen turun dan bahan pangan menjadi langka, harga makanan pun naik. Terbukti, cuaca ekstrem saja selama beberapa hari, membuat harga pangan naik 6 persen,” tulis pihak Greenpeace Indonesia.

Mengutip gambaran dari OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dan FAO (Food and Agriculture Organization) disebutkan, krisis iklim dapat membuat harga beras menjadi naik 50 persen pada tahun 2050.

Dikhawatirkan, jika krisis iklim memburuk, akan terjadi rebutan pangan oleh masyarakat dunia. Di Indonesia bisa terjadi rebutan beras sebagai sumber pangan utama.

Baca Juga: Sensus Pertanian 2023, Masih Ada yang Bertanya Manfaat Apa bagi Petani ?

Persiapan Indonesia

Sementara itu, Kementerian Pertanian mendorong pemerintah daerah segera memperkuat berbagai gudang lumbung pangan. Ini dimaksudkan memenuhi kebutuhan jangka panjang masyarakat Indonesia.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasik Limpo menyebutkan, penguatan tersebut salah satunya bisa dimulai dengan penanaman 1.000 hektare di setiap daerah. Setiap kabupaten provinsi harus mempersiapkan pangan dalam kondisi apapun termasuk cuaca buruk el nino.

“Karena itu tanam 1000 hektare untuk memperkuat lumbung pangan di masing-masing daerah," ujar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat membuka Musrenbangtannas 2023, Rabu, 12 Juli 2023.

Mentan mengatakan penanaman 1.000 hektare adalah strategi pemerintah dalam menjaga dan meningkatkan produktivitas. Selain itu penanaman 1.000 hektare juga bisa menambah pendapatan petani dalam mengolah hasil produksinya. ***

 

 

 

Editor: Kodar Solihat

Sumber: Kementerian Pertanian Instagram @greenpeaceid


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x