“Ribet komo nu gaduh hajat (Ribet apalagi warga yang sedang menggelar hajatan,” kata Nenah (48), warga Kampung Cimanggala, Desa Kertamukti, Kecamatan Cipatat.
Diakui Nenah, jika pemerintah benar-benar memberlakukan ketentuan ini, maka ia harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli elpiji di agen resmi, di daerah Rajamandala menggunakan ojek.
Lokasi Jauh Biaya Transport Mahal
Lokasi yang jauh, biaya transportasi menggunkan kendaraan ojek cukup mahal, Cimanggala – Rajamandala (PP) ongkosnya diperkirakan Rp 50.000.
Perjalanan demi memperoleh gas elpiji, selain harus mengeluarkan biaya cukup mahal, juga penuh perjuangan, pasalnya akses jalan dari Cimanggala menuju Rajamandala rusak parah.
“Sae mah sapertos biasa we. (Bagunya, penjualan elpiji seperti biasa saja, tak menggunakan aturan seperti itu,” tutur Nenah.
Pemerintah berdalih, pelarangan warung kecil dan pembelian gas elpiji 3 kilogram pakai KTP adalah agar tidak terjadi penyelewengan elpiji bersubsidi.
Persoalannya, bagaimana nasib warga-warga di wilayah terpencil, yang akses memperoleh elpiji dari penyalur resmi tak mudah karena jarak cukup jauh,dan hanya mengandalkan pembelian melalui warung-warung kecil?.***