DESKJABAR – Pemerintah telah menerbitkan Perpu UU Cipta Kerja pada 30 Desember 2022, yang sampai hari ini memunculkan pro dan kontra.
Pemerintah sendiri beralasan bahwa penerbitan perpu didasarkan pada sejumlah alasan mendesak seperti antisipasi terhadap kondisi ekonomi global di tengah-tengah kekosongan regulasi selama UU Ciptaker diperbaiki sesuai putusan MK.
Namun, bagi kalangan pegiat lingkungan, ada pasal-pasal di Perpu Cipta Kerja yang dinilai membahayakan lingkungan itu sendiri.
Pasal pasal di Perpu Cipta Kerja yang dinilai membahayakan lingkungan tersebut justru kontra produktif dengan alasan pemerintah saat menyusun UU tersebut.
Pemerintah mencantumkan perubahan iklim sebagai salah satu dalih diterbitkannya Perpu Cipta Kerja, Namun kenyataannya, masih ada sejumlah pasal yang oleh para pegiat lingkungan yang justru dinilai bisa membahayakan lingkungan itu sendiri.
Dalih Penerbitan Perpu Cipta Kerja
Saat mengumumkan Perpu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan sejumlah alasan diterbitaknnya Perpu Cipta Kerja.
Menurutnya, penerbitan perpu didasarkan pada sejumlah alasan mendesak, salah satunya mengantisipasi terjadap perkembangan kondisi ekonomi global.
“Pertama, kebutuhan mendesak. Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait dengan ekonomi kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, ancaman stagflasi, dan juga beberapa negara berkembang yang sudah masuk ke IMF itu lebih dari 30 negara,” paparnya.
Alasanya lainnya, menurut Airlangga adalah konflik Rusia dengan Ukraina yang tak kunjung selesai serta konflik-konflik lainnya membuat sejumlah negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim.
Hal senada dikemukakan Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat melakukan kunjungan ke Cianjur pada 4 Januari 2023. Dia menyatakan bahwa penerbitan Perpu Ciptaker diperlukan untuk mengisi kekosongan regulasi selama UU Ciptaker diperbaiki sesuai putusan MK.
Pasal Pasal yang Membahayakan Lingkungan
Penerbitan Perpu Cipta Kerja hingga saat ini masih memunculkan pro dan kontra, termasuk isu lingkungan.
Greenpeace Indonesia juga menilai di Perpu Cipta Kerja masih ada pasal pasal yang justru bisa membahayakan lingkungan, isu yang menjadi dalih pemerintah untuk menerbitkan Perpu.
Dalam pernyatannya yang dikutip dari Instagram @greenpeaceid , mereka menyebutkan bahwa sungguh disayangkan dalam Perpu Cipta Kerja pemerintah cuma menjadikan alasan perubahan iklim sebagai dalih kedaruratan, tapi justru mempertahankan pasal-pasal yang berbahaya bagi lingkungan.
Inilah pasal pasal Perpu Cipta Kerja yang dinilai membahayakan lingkungan versi Greenpeace Indonesia :
1.Dihapusnya pasal kecukupan luas kawasan hutan minimal 30 persen
UU Kehutanan sebelumnya mengatur ketentuan bagi pemerintah untuk menetapkan dan mempertahankan minimal 30 persen luas kawasan hutan dari luas setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) dan/atau pulau.
Namun angka minimal 30 persen itu dihapus dalam UU mauoun Perpu Cipta Kerja.
2.Ketentuan pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan
Menurut UU Kehutanan, pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan oleh menteri untuk pertambangan harus mendapat persetujuan DPR.
Namun dalam UU dan Perpu Cipta Kerja, kewenangan pemberian izin berubah, dari menteri menjadi pemerintah pusat. Syarat adanya persetujuan DPR pun dihapus.
3.Pemutihan terhadap pelanggaran izin berusaha di kawasan hutan
UU maupun Perpu Cipta Kerja tak memberikan sanksi pidana bagi pelaku usaha di kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan yang telah beroperasi sejak sebelum aturan ini berlaku.
Menurut perpu, mereka diberikan waktu untuk menyelesaikan persyaratan administrasi paling lambat sampai 2 November 2023.
4.Pelemahan terminologi amdal
Menurut UU dan Perpu Cipta Kerja, dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup untuk rencana usaha dan/atau kegiatan.
Ketentuan ini memangkas terminology amdal sebagai dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan.
5.Dipangkasnya hak masyarakat dalam penyusunan amdal
UU dan Perpu Cipta Kerja menyebutkan penyusunan amdal melibatkan masyarakat yang terdampak langsung.
Dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, selain masyarakat yang terdampak, pemerhati lingkungan dan masyarakat lain yang terpengaruh atas segala keputusan amdal juga dilibatkan.
6.Royalti 0 persen bagi perusahaan yang meningkatkan nilai tambah batubara
Perpu ini mempertahankan ketentuan UU Cipta Kerja tentang perlakuan tetentu untuk perusahaan yang melakukan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara yakni rotalti 0 persen.
7.Potensi kriminalisasi masyarakat penolak tambang
Perpu Cipta Kerja memuat ketentuan bahwa setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi syarat, dipidanakan dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta.
Itulah pasal pasal di Perpu Cipta Kerja yang dinilai bisa membahayakan lingkungan, yang tidak sesuai dengan dalih penerbitan perpu yakni tentang perubahan iklim. ***