Inilah 2 Langkah Penting yang Harus Dilakukan dalam Penyelamatan Garuda Indonesia

- 23 Juni 2021, 13:40 WIB
Maskapai nasional Garuda Indonesia terancam pailit, DPR RI minta pemerintah untuk menempatkan para profesional di direksinya.
Maskapai nasional Garuda Indonesia terancam pailit, DPR RI minta pemerintah untuk menempatkan para profesional di direksinya. /ANTARA FOTO/AMPELSA

DESKJABAR – PT Garuda Indonesia harus melakukan negoisasi ulang terkait jumlah pesawat yang di sewa. Sebab, dari jumlah 142 pesawat yang ada, dengan kondisi market size atau kapasitas penumpang saat ini, hanya diperlukan 41 pesawat saja.

“Harus ada renegosiasi. Ini kan konyol karena Garuda harus berdarah-darah untuk membiayai 101 pesawat yang sebetulnya tidak dibutuhkan, baik biaya sewa maupun perawatannya,” ujar Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, dalam rilisnya Rabu 23 Juni 2021.

Untuk itu, menurutnya, pemerintah harus bergerak cepat dalam penyelamatan PT Garuda Indonesia agar tidak terperosok lebih dalam. Dua langkah yang harus segera dilakukan adalah audit investigasi dan restrukturisasi utang melalui renegosiasi dengan lessor atau perusahaan yang menyewakan pesawat.

Baca Juga: Waspada, Lonjakan Kasus Covid-19 di Pulau Jawa Sudah di Atas 100 Persen

Utang perseroan, kata Amin, yang kini mencapai Rp 70 triliun dan diperkirakan bertambah Rp 1 triliun setiap bulannya, akan membuat Garuda Indonesia sulit bertahan jika strategi penyelamatannya dibiarkan berlarut-larut.

“Menteri Erick Thohir harus bergerak cepat dan tidak ragu membentuk tim restruktururisasi andal dan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigasi Garuda,” tegasnya.

Utang jumbo yang melilit Garuda Indonesia diduga kuat akibat mark up, baik harga maupun jumlah pesawat dalam proses pengadaan armada pesawat di maskapai pelat merah tersebut.

Seperti dituturkan Direksi Garuda dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI, Senin 21 Juni 2021, biaya sewa pesawat Garuda itu dua kali lebih mahal dari biaya standarnya.

Baca Juga: Warung Kabut, Ciwidey, Sering Menjadi Persinggahan Menuju Naringgul dan Cikadu, Cianjur

“Saya mendesak agar ada konsekuensi hukum atas dugaan mark up yang dilakukan manajemen Garuda di era-era sebelumnya. Karena itu BPK harus melakukan audit investigasi secara independen dan profesional untuk menemukan masalah yang melilit Garuda” ujar Amin.

Konsekuensi hukum

Konsekuensi hukum terhadap manajemen lama harus ditegakkan karena akibat moral hazard yang dilakukan sangat merugikan negara dan membuat Garuda sebagai maskapai kebanggaan nasional didera masalah seperti sekarang.

Harus ada efek jera terhadap manajemen BUMN-BUMN lain di masa lalu dan juga menjadi peringatan bagi manajemen BUMN di masa yang akan datang.

Baca Juga: Euro 2021, Sebanyak 2.500 Tamu VIP UEFA Melenggang Masuk Inggris Tanpa Karantina

Selain manajemen lama Garuda, sanksi juga harus diberlakukan kepada Akuntan Publik jika terbukti telah bermain mata atau melanggar kode etik dalam proses audit. Termasuk sanksinya dimasukkan dalam daftar hitam auditor bermasalah.

Sementara itu, terkait restrukturisasi dan regenosiasi, manajemen Garuda saat ini memang berhasil menegosisasi biaya sewa sebesar 30%-nya sehingga ada penghematan 11 juta dolar per bulan, namun itu belum cukup.

Negosiasi juga perlu dilakukan terkait jumlah pesawat yang disewa, dari jumlah 142 pesawat yang ada, dengan kondisi market size atau kapasitas penumpang saat ini hanya diperlukan 41 pesawat saja.

Perampingan jumlah pesawat sangat mendesak agar Garuda tidak terus menerus dibebani utang akibat biaya sewa maupun denda yang harus dibayarkan.

Amin pun menyarankan agar perampingan tetap dipertahankan dalam beberapa tahun ke depan meski market size sudah mulai normal, agar Garuda memperoleh windfall dari efisiensi yang dilakukan untuk memulihkan kondisi keuangannya.***

 

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: pks.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x